KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Adakah Cuti Melahirkan bagi Karyawan yang Hamil di Luar Nikah?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Adakah Cuti Melahirkan bagi Karyawan yang Hamil di Luar Nikah?

Adakah Cuti Melahirkan bagi Karyawan yang Hamil di Luar Nikah?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Adakah Cuti Melahirkan bagi Karyawan yang Hamil di Luar Nikah?

PERTANYAAN

Saya ingin menanyakan mengenai cuti melahirkan. Jika karyawan hamil dan statusnya belum menikah, apakah yang bersangkutan berhak mendapatkan cuti melahirkan beserta tunjangannya? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih untuk pertanyaan Anda.
     
    Intisari:
     
     

    Aturan soal hak cuti hamil dan melahirkan memfokuskan pada keadaan pekerja perempuan yang hamil, tidak memandang apakah ia hamil di luar nikah (belum menikah) atau tidak. Selama karyawati itu memenuhi syarat untuk mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, maka ia berhak mendapatkannya.

     

    Soal tunjangan, khususnya tunjangan tidak tetap, pelaksanaan hak cuti hamil dan melahirkan dapat meniadakan hak-hak yang terkait dengan tunjangan tidak tetap, khususnya yang didasarkan pada kehadiran.

     

    Sedangkan jika yang Anda maksud adalah tunjangan melahirkan, pada dasarnya, tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan tunjangan melahirkan kepada karyawannya.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Aturan Cuti Hamil dan Melahirkan

    Hak cuti hamil dan melahirkan adalah hak yang timbul dan diberikan oleh undang-undang spesial bagi pekerja perempuan yang memenuhi syarat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Umar Kasim dalam artikel Ketentuan THR untuk Pekerja yang Cuti Melahirkan, hak cuti hamil dan melahirkan tersebut tidak memutus hubungan kerja, tidak menghilangkan dan mengurangi masa kerja.

     

    Pengaturan mengenai cuti hamil ini diatur dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”):

    KLINIK TERKAIT

    Apakah Karyawan yang Cuti Melahirkan Tetap Dapat THR?

    Apakah Karyawan yang Cuti Melahirkan Tetap Dapat THR?
     

    (1) Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

    (2) Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
     

    Dari aturan di atas terlihat bahwa hak cuti hamil dan melahirkan ini memfokuskan pada kondisi pekerja perempuan yang hamil saja, yakni sebelum dan sesudah ia melahirkan, tidak memandang apakah ia hamil di luar nikah (belum menikah) atau tidak. Jadi, menjawab pertanyaan Anda, selama karyawati itu memenuhi syarat untuk mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, maka ia berhak mendapatkannya. Penjelasan lebih lanjut tentang hak cuti hamil dan melahirkan ini dapat Anda simak dalam artikel Penerapan Cuti Melahirkan dan Cuti Keguguran.

     
    Tunjangan Bagi Pekerja yang Cuti Melahirkan

    Selama pekerja perempuan itu melaksanakan hak cutinya, ia tetap berhak mendapat upah penuh.[1] Jadi, meski karyawati itu cuti hamil dan melahirkan, ia tetap berhak dibayar gajinya secara penuh. Lalu bagaimana dengan tunjangan-tunjangannya? Apakah pekerja yang bersangkutan tetap memperoleh tunjangan?

     

    Sebelumnya, perlu diketahui bahwa prinsipnya dalam peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dikenal tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap.

     

    Tunjangan tetap adalah suatu pembayaran yang teratur berkaitan dengan pekerjaan yang diberikan secara tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Istri; Tunjangan Anak; Tunjangan Perumahan; Tunjangan Kematian; Tunjangan Daerah dan lain-lain. Tunjangan Makan dan Tunjangan Transport dapat dimasukan dalam komponen tunjangan tetap apabila pemberian tunjangan tersebut tidak dikaitkan dengan kehadiran, dan diterima secara tetap oleh pekerja menurut satuan waktu, harian atau bulanan.[2]

     

    Menjawab pertanyaan Anda, dari sini dapat kita ketahui bahwa karena pembayaran tunjangan tetap ini dibayarkan dalam satuan waktu yang sama dengan upah pokok dan diterima secara tetap, maka pekerja yang cuti hamil dan melahirkan tetap berhak atas tunjangan tetap.

     

    Sedangkan tunjangan tidak tetap adalah suatu pembayaran yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan pekerja, yang diberikan secara tidak tetap untuk pekerja dan keluarganya serta dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok, seperti Tunjangan Transport yang didasarkan pada kehadiran. Tunjangan makan dapat dimasukkan ke dalam tunjangan tidak tetap apabila tunjangan tersebut diberikan atas dasar kehadiran (pemberian tunjangan bisa dalam bentuk uang atau fasilitas makan).[3]

     

    Terkait tunjangan tidak tetap ini, masih besumber dari artikel Ketentuan THR untuk Pekerja yang Cuti Melahirkan, Umar menjelaskan bahwa walaupun demikian, pelaksanaan hak cuti hamil dan melahirkan dapat meniadakan hak-hak yang terkait dengan tunjangan tidak tetap, khususnya yang didasarkan pada kehadiran, seperti tunjangan transport, uang makan, insentif/bonus produktivitas, biaya komunikasi dan lain-lain.

     

    Jadi, pekerja yang cuti hamil dan melahirkan bisa saja tidak memperoleh tunjangan tidak tetap. Hal ini karena tunjangan tidak tetap dibayarkan menurut satuan waktu yang tidak sama dengan waktu pembayaran upah pokok dan diberikan berdasarkan kehadiran.

     

    Jika yang Anda maksud adalah tunjangan melahirkan, pada dasarnya, tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan tunjangan melahirkan kepada karyawannya. Ini dapat dilihat dari Pasal 94 UU Ketenagakerjaan dan SE-07/MEN/1990, yang tidak mengatur secara terperinci mengenai kewajiban bagi perusahaan untuk memberikan tunjangan melahirkan kepada karyawannya. Apalagi setelah ada kewajiban bagi perusahaan untuk mengikutkan karyawannya ke dalam program BPJS Kesehatan. Karena BPJS Kesehatan meng-cover juga tindakan persalinan seperti melahirkan. Selengkapnya dapat dilihat dalam artikel Kewajiban Perusahaan atas Biaya Pemeriksaan Kehamilan dan Persalinan Pekerja.


    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    2.    Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah.

     

     


    [1] Pasal 84 UU Ketenagakerjaan

    [2] Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Nomor SE-07/MEN/1990 Tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non Upah (“SE-07/MEN/1990”)

    [3] SE-07/MEN/1990

    Tags

    tunjangan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!