Jerat Pidana Jika Menumpuk Sampah di Pinggir Jalan
PERTANYAAN
Perilaku penumpukan tanah bekas limbah kaca atau sampah lainnya di pinggir jalan samping rumah tempat tinggal apakah bisa dituntut secara hukum?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Perilaku penumpukan tanah bekas limbah kaca atau sampah lainnya di pinggir jalan samping rumah tempat tinggal apakah bisa dituntut secara hukum?
Intisari:
Pada dasarnya setiap orang dilarang membuang dan menumpuk sampah di jalan. Ketentuan ini telah diatur dalam undang-undang dan peraturan daerah setempat. Oleh karena itu, pelaku yang melakukan penumpukan sampah, dapat dilaporkan kepada yang berwenang. Jika sampah tersebut menimbulkan kerugian bagi pemilik rumah, maka pemilik rumah dapat menggugat atas dasar perbuatan melawan hukum terhadap pelaku.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Anda mengatakan bahwa penumpukan tanah bekas limbah kaca atau sampah lainnya itu terdapat di pinggir jalan samping tempat tinggal. Berdasarkan keterangan ini, kami simpulkan bahwa sampah itu terletak di luar batas-batas si pemilik tempat tinggal (rumah), bukan masih berada di dalam batas pekarangan rumah.
Pada dasarnya dalam Pasal 29 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (“UU Pengelolaan Sampah”) telah diatur bahwa setiap orang dilarang membuang sampah tidak pada tempat yang telah ditentukan dan disediakan. Mengenai hal ini, undang-undang menyebutkan bahwa akan diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah kabupaten/kota.[1]
Atas perbuatan menumpuk sampah di pinggir jalan tersebut, pelaku dapat dijerat dengan pasal pelanggaran kewajiban membuang sampah pada tempatnya yang biasanya tertuang dalam peraturan daerah setempat.
Sebagai contoh kita mengacu pada Pasal 21 huruf b Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum (“Perda DKI Jakarta 8/2007”) yang mengatur:
Setiap orang atau badan dilarang:
a. mencoret-coret, menulis, melukis, menempel iklan di dinding atau di tembok, jembatan lintas, jembatan penyebrangan orang, halte, tiang listrik, pohon, kendaraan umum dan sarana umum lainnya;
b. membuang dan menumpuk sampah di jalan, jalur hijau, taman, sungai dan tempat-tempat lain yang dapat merusak keindahan dan kebersihan lingkungan;
c. membuang air besar dan kecil di jalan, jalur hijau, taman, sungai dan saluran air.
Setiap orang atau badan yang melanggar ketentuan di atas dikenakan ancaman pidana kurungan paling singkat 10 (sepuluh) hari dan paling lama 60 (enam puluh) hari atau denda paling sedikit Rp. 100.000,- (Seratus Ribu Rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000,- (Dua Puluh Juta Rupiah).[2]
Ketentuan di atas kemudian dipertegas kembali dalam Pasal 126 huruf g Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah (“Perda DKI Jakarta 3/2013”):
“Setiap orang dilarang membuang, menumpuk, menyimpan sampah atau bangkai binatang di jalan, jalur hijau, taman, sungai, kali, kanal, saluran air, fasilitas umum, fasilitas sosial dan tempat lainnya yang sejenis.”
Gubernur dapat memberikan sanksi administratif berupa uang paksa kepada setiap orang dengan sengaja atau terbukti membuang, menumpuk sampah dan/atau bangkai binatang ke sungai/kali/kanal, waduk, situ, saluran air limbah, di jalan, taman, atau tempat umum, dikenakan uang paksa paling banyak Rp. 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah).[3]
Oleh karena itu, kami menyarankan agar Anda memeriksa kembali peraturan daerah setempat. Jika perlu, Anda bisa melaporkan perbuatan pencemaran lingkungan tersebut kepada aparat penegak hukum setempat untuk ditindaklanjuti.
Menurut informasi yang kami akses dari laman Dinas Kebersihan DKI Jakarta berdasarkan wawancara dengan Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sanksi tersebut filosofinya adalah mendidik masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya dan melakukan kegiatan pemilahan sampah. Sanksi ini bukan bermaksud sekedar menghukum warga dan membebani warga dengan denda. Jenis sanksinya pun beragam dan disesuaikan dengan bentuk pelanggaran yang dilakukan, kemudian besaran sanksi untuk badan usaha didesain lebih berat dibanding sanksi untuk perorangan.
Jika penumpukan sampah di sekitar rumah membuat pemilik mengalami kerugian, ia dapat menempuh upaya gugatan atas dasar Perbuatan Melawan Hukum (PMH), sebagaimana terdapat dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”):
“Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.”
Seperti yang sering dijelaskan dalam beberapa artikel sebelumnya, salah satunya dalam artikel Merasa Dirugikan Tetangga yang Menyetel Musik Keras-keras, dikatakan antara lain Mariam Darus Badrulzaman dalam bukunya “KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan”, seperti dikutip Rosa Agustina dalam buku Perbuatan Melawan Hukum (hal. 36) yang menjabarkan unsur-unsur perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUH Perdata sebagai berikut:
a. Harus ada perbuatan (positif maupun negatif);
b. Perbuatan itu harus melawan hukum;
c. Ada kerugian;
d. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian;
e. Ada kesalahan.
Menurut Rosa Agustina, (hal. 117) yang dimaksud dengan “perbuatan melawan hukum”, antara lain:
1. Bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
2. Bertentangan dengan hak subjektif orang lain;
3. Bertentangan dengan kesusilaan;
4. Bertentangan dengan kepatutan, ketelitian dan kehati-hatian.
Dalam hal ini, harus kembali dilihat, apakah perbuatan orang yang membuang sampah di sekitar rumah itu telah memenuhi semua unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUHPer di atas.
Namun demikian, kami lebih menyarankan agar masalah ini hendaknya lebih mengedepankan upaya-upaya kekeluargaan dan melakukan pendekatan dengan cara musyawarah terlebih dahulu. Apabila upaya musyawarah tidak mencapai mufakat, maka pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan atau melaporkan kepada pihak yang berwenang.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
3. Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum;
4. Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah.
Referensi:
Rosa Agustina. 2003. Perbuatan Melawan Hukum. Penerbit Pasca Sarjana FH Universitas Indonesia.
Referensi:
http://kebersihan.jakarta.go.id/saptastri-ediningtyas/, diakses pada 5 Oktober 2015 pukul 17.49 WIB.
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?