KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Anak Berhak Melarang Penjualan Rumah Warisan Ayah Tiri?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Apakah Anak Berhak Melarang Penjualan Rumah Warisan Ayah Tiri?

Apakah Anak Berhak Melarang Penjualan Rumah Warisan Ayah Tiri?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Anak Berhak Melarang Penjualan Rumah Warisan Ayah Tiri?

PERTANYAAN

Apakah anak lelaki berhak atau bisa melarang ibunya yang ingin menjual rumah yang diperoleh dari hasil perkawinan kedua (ayah tiri) setelah sang ayah tiri telah meninggal dunia? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Sebab Penghalang Waris dalam Hukum Islam

    Sebab Penghalang Waris dalam Hukum Islam

     

     

    Yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama. Oleh karena itu, dalam hal ini yang bertindak selaku ahli waris di sini adalah orang yang memiliki hubungan perkawinan dengan ayah tiri, yakni si ibu. Sebagai pemilik dari rumah tersebut, si ibu berhak melakukan apapun atas barang yang dimilikinya (dalam hal ini rumah). Sehingga, anak tersebut tidak berhak melarang ibunya menjual rumah yang diperoleh dari hasil perkawinan kedua (ayah tiri) setelah sang ayah tiri meninggal dunia.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Guna menyederhanakan jawaban, kami akan menjawab dari sisi hukum waris menurut hukum Islam. Sebagaimana terdapat dalam Pasal 171 huruf c Kompilasi Hukum Islam (“KHI”), ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

     

    Sejalan dengan pengaturan dalam KHI, untuk agama selain Islam berlaku ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”). Menurut undang-undang, yang berhak menjadi ahli waris ialah keluarga sedarah, baik yang sah menurut undang-undang maupun yang di luar perkawinan, dan suami atau isteri yang hidup terlama, menurut peraturan-peraturan berikut ini.[1]

     

    Di samping itu, sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Bagaimana Hukum Hak Waris Anak Tiri?, sebab mewarisi terbatas pada 3 (tiga) sebab saja, yaitu:

    1.    Sebab kekerabatan (qarabah), atau disebut juga sebab nasab (garis keturunan).

    2.    Sebab perkawinan (mushaharah), yaitu antara mayit dengan ahli waris ada hubungan perkawinan. Maksudnya adalah, perkawinan yang sah menurut Islam, bukan perkawinan yang tidak sah, dan perkawinan yang masih utuh (tidak bercerai).

    3.    Sebab memerdekakan budak (wala`).

     

    Jadi pada dasarnya yang dapat menjadi ahli waris menurut hukum Islam adalah orang yang mempunyai hubungan darah dengan pewaris, atau memiliki hubungan perkawinan dengan pewaris (suami atau istri pewaris). Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak artikel Bagaimana Hukum Hak Waris Anak Tiri?

     

    Oleh karena itu, dalam konteks pertanyaan Anda, yang bertindak selaku ahli waris dari suami kedua si ibu adalah ibu itu sendiri. Ini berarti rumah tersebut adalah milik si ibu. Sebagai pemilik, si ibu berhak melakukan apapun pada barang miliknya.

     

    Ini karena pada dasarnya setiap orang yang mempunyai hak milik atas suatu benda, berhak untuk melakukan tindakan apapun atas benda tersebut. Berdasarkan Pasal 570 KUH Perdata, hak milik adalah hak untuk menikmati suatu barang secara lebih leluasa dan untuk berbuat terhadap barang itu secara bebas sepenuhnya, asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh kuasa yang berwenang dan asal tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak demi kepentingan umum dan penggantian kerugian yang pantas, berdasarkan ketentuan-ketentuan perundang-undangan.

     

    Sehingga, menjawab pertanyaan Anda, anak tersebut tidak berhak melarang ibunya menjual rumah yang diperoleh dari hasil perkawinan kedua (ayah tiri) setelah sang ayah tiri meninggal dunia karena anak tersebut tidak mempunyai hak apapun atas rumah tersebut (si anak bukan pewaris dari ayah tirinya).

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.


    Dasar Hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

    2.    Kompilasi Hukum Islam.

     



    [1] Pasal 832 ayat (1) KUH Perdata

    Tags

    anak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!