KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Jerat Pidana Memberikan Keterangan Palsu di Persidangan

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Jerat Pidana Memberikan Keterangan Palsu di Persidangan

Jerat Pidana Memberikan Keterangan Palsu di Persidangan
Dian Dwi Jayanti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Jerat Pidana Memberikan Keterangan Palsu di Persidangan

PERTANYAAN

Bagaimana jika keterangan yang diberikan oleh pihak saksi dari penuntut umum palsu dalam persidangan? Apakah pihak saksi tersebut dapat dihukum dan apa saja pengaturan yang menyangkut hal itu? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana, maka dari itu memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi di persidangan dapat diancam dengan sanksi pidana yang diatur  dalam ketentuan KUHP. Bagaimana bunyi ketentuannya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    KLINIK TERKAIT

    Menolak Panggilan Sebagai Saksi, Apa Ancaman Pidananya?

    Menolak Panggilan Sebagai Saksi, Apa Ancaman Pidananya?

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Hukuman Bagi Saksi Palsu di Persidangan yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 8 Oktober 2015.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Pasal Keterangan Palsu di Persidangan

    Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.[1]

    Memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi di persidangan dapat diancam dengan sanksi pidana keterangan palsu yang diatur dalam KUHP lama yang hingga artikel ini terbit masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak diundangkan,[2] yaitu:

    Pasal 242 KUHP

    Pasal 291 UU 1/2023

    1. Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
    2. Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.

     

    1. Setiap orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dilakukan sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu yang diberikan dalam pemeriksaan perkara dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
    2. Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merugikan tersangka, terdakwa, atau pihak lawan, pidananya ditambah 1/3.

    Sekedar tambahan informasi untuk Anda, persoalan saksi memberikan keterangan palsu di persidangan juga dikenal dalam tindak pidana korupsi. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.[3]

    Baca juga: Memberikan Keterangan Palsu di atas Sumpah

    Unsur-Unsur Pasal Keterangan Palsu

    R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 183) menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum unsur-unsur berikut ini harus dipenuhi:

    1. keterangan itu harus di atas sumpah;
    2. keterangan itu harus diwajibkan menurut undang-undang atau menurut peraturan yang menentukan akibat hukum pada keterangan itu;
    3. keterangan itu harus palsu (tidak benar) dan kepalsuan ini diketahui oleh pemberi keterangan.

    R. Soesilo juga menambahkan bahwa supaya dapat dihukum, pembuat harus mengetahui bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan dan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini di atas sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangannya itu sesuai dengan kebenaran, akan tetapi akhirnya keterangan tersebut tidak benar, dengan kata lain, jika ternyata ia tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat dihukum. Menyembunyikan kebenaran belum berarti suatu keterangan itu palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari pada keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki atau disengaja.

    Sebelum saksi tersebut dituntut melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu, hakim memperingatkan saksi terlebih dahulu. Pasal 174 KUHAP menyatakan bahwa apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.[4]

    Kemudian, apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.[5]

    Baca juga: Sumpah Palsu dan Pembuktiannya

    Contoh Kasus

    Sebagai contoh kasus dapat kita temukan dalam Putusan MA No. 231K/Pid/2008. Terdakwa pada saat itu bertindak sebagai sebagai saksi (saksi a de charge) yang mana sebelum memberikan keterangan keterangannya selaku saksi dalam perkara tersebut, terdakwa disumpah menurut tata cara agama Hindu untuk memberikan keterangan yang benar dan tidak lain dari yang sebenarnya (hal. 1).

    Terdakwa mengatakan bahwa ia melihat Kepala Dusun Siladan (I Dewa Ketut Sara) menandatangani surat gambar ukur, padahal sesungguhnya I Dewa Ketut Sara sudah tidak menjabat sebagai Kepala Dusun Siladan, serta I Dewa Ketut Sara tidak pernah membubuhkan tanda tangannya pada surat gambar ukur. Tujuan Terdakwa memberikan keterangan yang tidak benar tersebut di atas adalah agar para terdakwa (dalam perkara lain) tidak terbukti sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum dan diputuskan bebas oleh majelis hakim (hal. 2).

    Akhirnya, terdakwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bangli dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana salah satunya yaitu sumpah palsu sesuai Pasal 242 ayat (1) KUHP. Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 bulan 15 hari. Putusan ini dikuatkan hingga tingkat kasasi (hal. 5 dan hal. 9)

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
    4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Referensi:

    R. Soesilo. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Bogor: Politeia, 1991.

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 231K/Pid/2008.


    [1] Pasal 1 angka 27 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [3] Pasal 22 jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

    [4] Pasal 174 ayat (1) KUHAP

    [5] Pasal 174 ayat (2) KUHAP

    Tags

    kuhp
    kuhp baru

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Panduan Mengajukan Perceraian Tanpa Pengacara

    24 Feb 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!