Bagaimana jika keterangan yang diberikan oleh pihak saksi dari penuntut umum palsu dalam persidangan? Apakah pihak saksi tersebut dapat dihukum dan apa saja pengaturan yang menyangkut hal itu? Terima kasih.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana, maka dari itu memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi di persidangan dapat diancam dengan sanksi pidana yang diatur dalam ketentuan KUHP. Bagaimana bunyi ketentuannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Hukuman Bagi Saksi Palsu di Persidangan yang dibuat oleh Tri Jata Ayu Pramesti, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Kamis, 8 Oktober 2015.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Pasal Keterangan Palsu di Persidangan
Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.[1]
Memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi di persidangan dapat diancam dengan sanksi pidana keterangan palsu yang diatur dalam KUHP lama yang hingga artikel ini terbit masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak diundangkan,[2] yaitu:
Pasal 242 KUHP
Pasal 291 UU 1/2023
Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Jika keterangan palsu di atas sumpah diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Setiap orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dilakukan sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu yang diberikan dalam pemeriksaan perkara dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merugikan tersangka, terdakwa, atau pihak lawan, pidananya ditambah 1/3.
Sekedar tambahan informasi untuk Anda, persoalan saksi memberikan keterangan palsu di persidangan juga dikenal dalam tindak pidana korupsi. Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama dua belas tahun dan atau denda paling sedikit Rp150 juta dan paling banyak Rp600 juta.[3]
R Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 183) menjelaskan bahwa supaya dapat dihukum unsur-unsur berikut ini harus dipenuhi:
keterangan itu harus di atas sumpah;
keterangan itu harus diwajibkan menurut undang-undang atau menurut peraturan yang menentukan akibat hukum pada keterangan itu;
keterangan itu harus palsu (tidak benar) dan kepalsuan ini diketahui oleh pemberi keterangan.
R. Soesilo juga menambahkan bahwa supaya dapat dihukum, pembuat harus mengetahui bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan dan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini di atas sumpah. Jika pembuat menyangka bahwa keterangannya itu sesuai dengan kebenaran, akan tetapi akhirnya keterangan tersebut tidak benar, dengan kata lain, jika ternyata ia tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat dihukum. Menyembunyikan kebenaran belum berarti suatu keterangan itu palsu. Suatu keterangan palsu itu menyatakan keadaan lain dari pada keadaan yang sebenarnya dengan dikehendaki atau disengaja.
Sebelum saksi tersebut dituntut melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu, hakim memperingatkan saksi terlebih dahulu. Pasal 174 KUHAP menyatakan bahwa apabila keterangan saksi di sidang disangka palsu, hakim ketua sidang memperingatkan dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu.[4]
Kemudian, apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.[5]
Sebagai contoh kasus dapat kita temukan dalam Putusan MA No. 231K/Pid/2008. Terdakwa pada saat itu bertindak sebagai sebagai saksi (saksi a de charge) yang mana sebelum memberikan keterangan keterangannya selaku saksi dalam perkara tersebut, terdakwa disumpah menurut tata cara agama Hindu untuk memberikan keterangan yang benar dan tidak lain dari yang sebenarnya (hal. 1).
Terdakwa mengatakan bahwa ia melihat Kepala Dusun Siladan (I Dewa Ketut Sara) menandatangani surat gambar ukur, padahal sesungguhnya I Dewa Ketut Sara sudah tidak menjabat sebagai Kepala Dusun Siladan, serta I Dewa Ketut Sara tidak pernah membubuhkan tanda tangannya pada surat gambar ukur. Tujuan Terdakwa memberikan keterangan yang tidak benar tersebut di atas adalah agar para terdakwa (dalam perkara lain) tidak terbukti sebagaimana yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum dan diputuskan bebas oleh majelis hakim (hal. 2).
Akhirnya, terdakwa berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Bangli dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana salah satunya yaitu sumpah palsu sesuai Pasal 242 ayat (1) KUHP. Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 3 bulan 15 hari. Putusan ini dikuatkan hingga tingkat kasasi (hal. 5 dan hal. 9)