KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bolehkah Menghilangkan Cuti Pekerja yang Mau Mengundurkan Diri?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Bolehkah Menghilangkan Cuti Pekerja yang Mau Mengundurkan Diri?

Bolehkah Menghilangkan Cuti Pekerja yang Mau Mengundurkan Diri?
Letezia Tobing, S.H., M.Kn.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bolehkah Menghilangkan Cuti Pekerja yang Mau Mengundurkan Diri?

PERTANYAAN

Bolehkah perusahaan membuat peraturan yang menghanguskan hak cuti pegawai yang ingin resign? Misalnya saya yang sudah mendapatkan Hak Cuti saya selama 12 hari. Saya baru menggunakannya selama 4 hari, dan masih ada sisa 8 hari lagi. Beberapa hari lagi saya akan resign dari perusahaan tersebut dan sudah memberikan/ melakukan 1 bulan notifikasi sesuai peraturan perusahaan. Masalahnya adalah, sisa cuti yang masih ada akan dihanguskan oleh perusahaan. Mohon bantuannya, kepada siapa saya harus melapor mengenai masalah ini? Karena saya sudah melakukan pembicaraan dengan manajer di perusahaan tersebut dua kali, dan dia pun mengatakan bahwa yang dilakukan perusahaan tersebut memang salah. Tetapi tetap saja tidak ada tanggapan yang serius.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     
    Intisari:
     
     

    Pada dasarnya cuti adalah hak dari pekerja yang tidak boleh dihilangkan begitu saja oleh pengusaha. Pengusaha dapat mengatur bahwa dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum pekerja mengundurkan diri, pekerja tidak boleh mengambil cutinya. Akan tetapi, walaupun tidak boleh mengambil cuti lagi, sisa cuti tersebut tetap diperhitungkan dalam penghitungan uang penggantian hak.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     
     
     
    Ulasan:
     

    Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, dan Perjanjian Kerja Bersama

    Kami kurang mendapat keterangan apakah di perusahaan tempat Anda bekerja ada peraturan secara tertulis mengenai penghapusan cuti dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

     

    Pada dasarnya hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh.[1] Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.[2]

    KLINIK TERKAIT

    Aturan Cuti Besar bagi Pekerja

    Aturan Cuti Besar bagi Pekerja
     

    Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:[3]

    a.    nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    b.    nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

    c.    jabatan atau jenis pekerjaan;

    d.    tempat pekerjaan;

    e.    besarnya upah dan cara pembayarannya;

    f.     syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;

    g.    mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

    h.    tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan

    i.      tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

     

    Ketentuan mengenai besarnya upah dan cara pembayarannya serta syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja yang terdapat dalam perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[4]

     

    Begitu pula dengan peraturan perusahaan dan perjanjian kerja bersama tidak boleh juga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[5]

     

    Jadi pada dasarnya, walaupun penghapusan cuti tersebut diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, tetap saja ketentuan tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

     

    Cuti adalah Hak Pekerja

    Cuti adalah salah satu hak dari pekerja yang harus diberikan oleh pengusaha.[6] Sebagaimana telah dikatakan di atas, ini berarti cuti, jika diatur lebih khusus dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama pun, tidak boleh bertentangan dengan UU Ketenagakerjaan.

     

    Mengenai cuti tahunan seperti yang Anda permasalahkan, berdasarkan UU Ketenagakerjaan, cuti tahunan, sekurang kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja/buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.[7] Pelaksanaan waktu istirahat tahunan ini diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[8]

     

    Memang perusahaan dapat mengatur lebih lanjut, tetapi tidak berarti perusahaan dapat menghapus cuti pekerja. Apalagi pekerja masih bekerja di tempat tersebut, yang berarti hubungan kerjanya belum berakhir dan hak-haknya masih berlaku juga.

     

    Jika pengusaha melanggar ketentuan mengenai cuti tahunan ini, pengusaha dapat dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).[9]

     

    Akan tetapi, perlu diingat juga bahwa pekerja/buruh yang mengundurkan diri harus tetap melaksanakan kewajibannya sampai tanggal mulai pengunduran diri.[10]

     

    Jika yang dimaksudkan dengan “dihanguskan” itu adalah pekerja tidak boleh lagi mengambil cutinya, akan tetapi sisa cuti tersebut tetap dihitung dalam perhitungan uang penggantian hak sebagaimana dalam Pasal 156 ayat (4) UU Ketenagakerjaan, maka hal tersebut bisa saja diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama. Karena pada dasarnya cuti tersebut tetap ada hanya saja tidak dapat digunakan dalam sisa hari kerja si pekerja di perusahaan tersebut.

     

    Namun, jika yang dimaksud dengan “dihanguskan” adalah pekerja tidak mendapatkan cuti lagi dan tidak ada sisa cuti untuk diperhitungkan dalam perhitungan uang penggantian hak, maka hal tersebut tidak boleh dilakukan karena cuti adalah hak pekerja yang timbul sejak pekerja tersebut telah bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus.

     

    Dalam hal ada ketidaksepahaman terkait masalah ini, maka berarti terjadi perselisihan hak antara pekerja dan pengusaha.

     

    Langkah Yang Dapat Diambil

    Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[11]

     

    Soal langkah hukum, Anda sebagai pekerja dapat menempuh upaya bipatrit, yaitu membicarakan secara musyawarah terlebih dahulu mengenai masalah ini antara pengusaha dan pekerja.[12]

     

    Apabila perundingan bipartit ini gagal atau pengusaha menolak berunding, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur tripartit yaitu mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.[13]

     

    Nantinya, pekerja dan pengusaha ditawarkan upaya penyelesaian perselisihan. Untuk perselisihan hak, upaya penyelesaian perselisihan yang dapat dipilih salah satunya adalah Mediasi Hubungan Industrial.

     

    Dalam hal penyelesaian melalui mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.[14]

     

    Contoh Kasus

    Mengenai pekerja tidak boleh lagi mengambil cuti dalam masa satu bulan sebelum mengundurkan diri, dapat saja dilakukan. Yang mana sisa cuti tersebut juga tetap dihitung dalam perhitungan hak pekerja yang mengundurkan diri. Ini dapat dilihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor: 66 K/Pdt.Sus/2013. Dalam putusan ini, ada perselisihan hak antara pekerja dan perusahaan.

     

    Pada saat pekerja mengundurkan diri, perusahaan tidak memberikan uang pisah dan uang penggantian hak, padahal dalam UU Ketenagakerjaan dan Peraturan Perusahaan telah diatur mengenai uang pisah dan uang penggantian hak. Dalam Peraturan Perusahaan juga diatur bahwa “Bagi Pekerja yang hendak mengundurkan diri dari perusahaan harus mengajukan permohonan resmi secara tertulis sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan sebelum tanggal pengunduran dirinya ke Perusahaan dan pekerja tidak diperkenankan untuk mengambil cuti pada masa pengunduran diri tersebut”.

     

    Atas perselisihan ini, para pihak telah melakukan perundingan bipartit dan dinyatakan gagal atau tidak tercapai kesepakatan. Upaya penyelesaian di tingkat mediasi juga tidak membuahkan kesepakatan sehingga perkara ini berlanjut ke Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Bandung. Majelis hakimlalu memutuskan bahwa tergugat harus membayar hak-hak penggugat berupa uang penggantian hak, uang sisa cuti yang belum diambil, dan uang pisah. Putusan ini dikuatkan oleh Mahkamah Agung.

     

    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    2.    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor: 66 K/Pdt.Sus/2013.

     


    [1] Pasal 50 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [2] Pasal 1 angka 14 UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 54 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [4] Pasal 54 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [5] Pasal 111 ayat (2) dan Pasal 124 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

    [6] Pasal 79 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [7] Pasal 79 ayat (2) huruf c UU Ketenagakerjaan

    [8] Pasal 79 ayat (3) UU Ketenagakerjaan

    [9] Pasal 187 UU Ketenagakerjaan

    [10] Pasal 162 ayat (3) huruf c UU Ketenagakerjaan

    [11] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)

    [12] Pasal 3 ayat (1) UU PPHI

    [13] Pasal 4 ayat (1) UU PPHI

    [14] Pasal 5 UU PPHI 

    Tags

    hukumonline
    mengundurkan diri

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Begini Cara Hitung Upah Lembur Pada Hari Raya Keagamaan

    12 Apr 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!