Saya ada kenalan yang hendak menggunakan alamat apartemen saya sebagai tempat domisili PT miliknya. Apakah ini diperbolehkan oleh hukum? Kalau dia mau mengajukan izin impor pakaian dengan menggunakan alamat apartemen saya, apakah diizinkan oleh hukum?
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ā
Yang ditekankan dalam UU Perseroan Terbatas adalah perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar. Tidak masalah apakah sebuah PT itu didirikan di bangunan kantor atau bukan bangunan kantor seperti rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan).
Ā
Akan tetapi, harus dilihat kembali fungsi dari bangunan tersebut. Seperti apartemen, berdasarkan peraturan perundang-undangan mempunyai fungsi hunian, bukan tempat usaha. Ada sanksi yang dapat dikenakan kepada pemilik gedung (apartemen) apabila tidak memanfaatkan gedung sesuai fungsinya.
Ā
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ā
Ā
Ā
Ulasan:
Ā
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Ā
Pendirian Perseroan Terbatas (āPTā)
Dalam penjelasan soal tahap Pendirian PT yang kami akses dari laman Easybiz, salah satu tahapannya adalah Pembuatan Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP). Permohonan SKDP diajukan kepada kantor kelurahan setempat sesuai dengan alamat kantor PT Anda berada, yang mana sebagai bukti keterangan/keberadaan alamat perusahaan (domisili gedung, jika di gedung). Persyaratan lain yang dibutuhkan adalah: photocopy Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun terakhir, Perjanjian Sewa atau kontrak tempat usaha bagi yang berdomisili bukan di gedung perkantoran, Kartu Tanda Penduduk (KTP) Direktur, Izin Mendirikan Bangun (IMB) jika PT tidak berada di gedung perkantoran.
(1)Ā Perseroan mempunyai nama dan tempat kedudukan dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2)Ā Perseroan mempunyai alamat lengkap sesuai dengan tempat kedudukannya.
(3)Ā Dalam surat-menyurat, pengumuman yang diterbitkan oleh Perseroan, barang cetakan, dan akta dalam hal Perseroan menjadi pihak harus menyebutkan nama dan alamat lengkap Perseroan.
Ā
Jadi, yang ditekankan adalah PT tersebut harus berkedudukan dalam wilayah negara Indonesia. Lebih khusus lagi, Pasal 17 UU PT mengatur:
Ā
(1)Ā Perseroan mempunyai tempat kedudukan di daerah kota atau kabupaten dalam wilayah negara Republik Indonesia yang ditentukan dalam anggaran dasar.
(2)Ā Tempat kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekaligus merupakan kantor pusat Perseroan.
Ā
Domisili dan Alamat PT
Sebagaimana yang dijelaskan oleh Bimo Prasetio/Agung Cahyono dalam artikel Konsekuensi Hukum atas Perubahan Alamat Perusahaan, kedudukan perseroan (domisili) adalah hal yang berbeda dengan alamat perusahaan. Kedudukan perseroan (domisili) sebagaimana disebutkan di dalam anggaran dasar, Perseroan berada di dalam suatu kota atau kabupaten. Sedangkan, suatu alamat tidak wajib ditentukan di dalam anggaran dasar tetapi hal tersebut dapat ditentukan oleh perseroan berada di dalam wilayah suatu kedudukan perseroan (domisili) yang ditentukan di dalam anggaran dasar.
Ā
Apartemen Sebagai Tempat Usaha
Tidak masalah apakah sebuah PT itu didirikan di bangunan kantor atau bukan bangunan kantor seperti rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan). Lalu bagaimana dengan apartemen?
Ā
Apartemen atau yang dalam peraturan perundang-undangan dikenal dengan istilah rumah susun pada prinsipnya dibangun sebagai fungsi hunian. Bangunan gedung fungsi hunianmeliputi bangunan untuk rumah tinggal tunggal, rumah tinggal deret, rumah susun, dan rumah tinggal sementara.[1]
Ā
Di samping itu, apartemen sebagai salah satu bentuk bangunan gedung, juga harus dimanfaatkan sebagaimana fungsinya, yaitu hunian. Sebagaimana yang diatur dalam Pasal 41 ayat (2) huruf a UU 28/2002:
Ā
Dalam penyelenggaraan bangunan gedung, pemilik bangunan gedung mempunyai kewajibanmemanfaatkan bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.
Ā
Setiap pemilik dan/atau pengguna yang tidak memenuhi kewajiban pemenuhan fungsi, dan/atau persyaratan, dan/atau penyelenggaraan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.[2]
c.Ā Ā Ā penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan,
d.Ā Ā Ā penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan bangunan gedung;
e.Ā Ā Ā pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
f.Ā Ā Ā Ā pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;
g.Ā Ā Ā pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
h.Ā Ā Ā pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung; atau
i.Ā Ā Ā Ā Ā perintah pembongkaran bangunan gedung.
Ā
Selain pengenaan sanksi administratif di atasdapat dikenai sanksi denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan yang sedang atau telah dibangun.[4]
Ā
Sementara untuk sanksi pidana, setiap pemilik dan/atau pengguna bangunan gedung yang tidak memenuhi ketentuan dalam undang-undang ini, diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak 10% (sepuluh per seratus) dari nilai bangunan, jika karenanya mengakibatkan kerugian harta benda orang lain.[5]
Ā
Ketentuan di atas kemudian dipertegas kembali dalam peraturan daerah setempat. Sebagai contoh seperti yang tertuang dalam Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 128 Tahun 2012 tentang Pengenaan Sanksi Pelanggaran Penyelenggaraan Bangunan Gedung (āPergub DKI Jakarta 128/2012ā).Sanksi yang tertuang dalam Pergub DKI Jakarta 128/2012 antara lain sama dengan sebagaimana yang diatur dalam UU 28/2002.
3.Ā Ā Ā Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 128 Tahun 2012 Tentang Pengenaan Sanksi Ā Pelanggaran Penyelenggaraan Bangunan Gedung.