KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Sampai Kapan Orang Tua Berkewajiban Menafkahi Anaknya?

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Sampai Kapan Orang Tua Berkewajiban Menafkahi Anaknya?

Sampai Kapan Orang Tua Berkewajiban Menafkahi Anaknya?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Sampai Kapan Orang Tua Berkewajiban Menafkahi Anaknya?

PERTANYAAN

Ada anak perempuan 18 tahun melakukan kekerasan verbal kepada ibu kandungnya. Saya ingin menanyakan beberapa hal mengenai keadaan ini. Apakah ada landasan hukum untuk (ibunya atau saudara kandungnya) melarang anak itu pulang ke rumah ibunya dan/atau menghubungi ibunya lagi? Anak ini tinggal sendirian di luar kota untuk kuliah, tapi kadang-kadang pulang ke rumah ibunya. Apakah orang tua masih wajib menafkahi anak berusia 18 tahun? Mereka masih punya satu anak 14 tahun yang harus dinafkahi. Selain itu, orang tua sudah bercerai, tinggal terpisah, dan masing-masing berpenghasilan di bawah UMR. "Rumah ibunya" secara hukum adalah milik ayahnya, tapi ayahnya tidak tinggal di situ lagi Terima kasih atas perhatiannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Intisari:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

     

    Tidak ada landasan hukum bagi ibu atau saudara kandungnya untuk melarang anak itu pulang ke rumah ibunya dan/atau menghubungi ibunya lagi. Bagaimanapun juga, hubungan hukum antara orang tua dengan anak adalah hubungan yang terjadi secara alamiah (karena hubungan darah), sehingga tidak dapat diputus seperti (misalnya) perjanjian.

     

    Kemudian, mengenai memberikan nafkah untuk anak, selama anak itu belum kawin atau belum dapat berdiri sendiri, kewajiban orang tua memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya terus berlaku, termasuk memberikan nafkah bagi anaknya.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sebelumnya, kami jelaskan terlebih dahulu hak dasar anak yang diatur dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 (“UU 35/2014”). Pada dasarnya setiap anak berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri.[1] Ini berarti orang tua memiliki kewajiban untuk mengasuh anaknya dan tidak menelantarkannya.

     

    Penelantaran dalam Lingkup Rumah Tangga

    Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (“UU PKDRT”) diatur mengenai penelantaran. Pada dasarnya, setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:[2]

    a.    kekerasan fisik;

    b.    kekerasan psikis;

    c.    kekerasan seksual; atau

    d.    penelantaran rumah tangga.

     

    Terkait penelantaran, setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.[3]

     

    Lingkup rumah tangga yang dimaksud meliputi:[4]

    a.    suami, isteri, dan anak;

    b.    orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau

    c.    orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.

     

    Yang dimaksud dengan anak dalam lingkup rumah tangga adalah termasuk anak angkat dan anak tiri.[5] Sedangkan pengertian “anak” dapat dilihat dalam UU 35/2014, yaitu seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.[6]

     

    Sanksi bagi orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah).[7]

     

    Menjawab pertanyaan Anda, jika dilihat dari umur si anak perempuan tersebut, memang ia bukan lagi termasuk sebagai “anak”. Akan tetapi, sebenarnya tidak ada landasan hukum bagi ibu atau saudara kandungnya untuk melarang anak itu pulang ke rumah ibunya dan/atau menghubungi ibunya lagi. Bagaimanapun juga, hubungan hukum antara orang tua dengan anak adalah hubungan yang terjadi secara alamiah (karena hubungan darah), sehingga tidak dapat diputus seperti memutuskan hubungan hukum yang terjadi karena misalnya perjanjian. Selengkapnya soal hubungan hukum antara orang tua dan anak dapat Anda simak dalam artikel Apakah Orangtua Bisa Memutuskan Hubungan Hukum dengan Anak?

     

    Dalam praktiknya, pengusiran keluarga dari rumah dapat dikenakan pidana. Sebagai contoh soal pengusiran anak yang dilakukan oleh terdakwa dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Sekayu Nomor : 659/Pid.Sus/2014/PN.Sky. Diketahui bahwa Terdakwa mengusir istri dan anak-anaknya. Terdakwa tidak pernah memberikan nafkah baik lahir maupun bathin baik kepada saksi sebagai istrinya maupun untuk anak-anak semenjak saksi diusir pergi oleh Terdakwa.

     

    Oleh karena itu, berdasarkan Pasal 49 huruf a UU PKDRT, hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Penelantaran dalam Lingkup Rumah Tangga”. Hakim menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (enam) bulan.

     

    Kewajiban Orang Tua Menafkahi Anaknya

    Berdasarkan penelusuran kami dalam UU PKDRT maupun UU Perlindungan Anak, pada dasarnya tidak ada aturan tegas soal kapan batas waktu orang tua memberikan nafkah kepada anaknya.

     

    Akan tetapi, kita dapat menemukannya secara implisit dalam Pasal 45 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”):

     

    (1)  Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya.

    (2)  Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini berlaku sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara kedua orang tua putus.

     

    Berdasarkan keterangan yang Anda sampaikan, anak tersebut tinggal sendirian di luar kota untuk kuliah, tapi kadang-kadang pulang ke rumah ibunya. Hal ini mengindikasikan bahwa anak itu masih bergantung pada orang tuanya dan belum dapat mandiri untuk membiayai penghidupannya. Jadi, selama anak itu belum kawin atau belum dapat berdiri sendiri, kewajiban orang tua terus berlaku, termasuk memberikan nafkah bagi anaknya.

     

    Jika orang tua tidak memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada anak tersebut, maka dapat dipidana karena melakukan tindak pidana penelantaran sebagaimana telah disebutkan di atas.

     

    Langkah yang Dapat Dilakukan

    Kami menyarankan agar sang orang tua membicarakan masalah ini secara baik-baik kepada anak tersebut. Jika anak tersebut melakukan tindakan yang berlawanan dengan hukum yang berlaku seperti berbuat kekerasan kepada orang tuanya, orang tua dapat melaporkan hal tersebut kepada polisi agar si anak jera.

     

    Untuk tambahan informasi bagi Anda, anak yang melakukan kekerasan secara verbal kepada orang tuanya (kekerasan psikis) ini dapat diancam pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00 (sembilan juta rupiah).[8]

     

    Ibu yang menjadi korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik ditempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.[9]

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.


    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan;

    2.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014;

    3.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

     

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Sekayu Nomor : 659/Pid.Sus/2014/PN.Sky.

     



    [1] Pasal 7 ayat (1) UU Perlindungan Anak

    [2] Pasal 5 UU PKDRT

    [3] Pasal 9 ayat (1) UU PKDRT

    [4] Pasal 2 ayat (1) UU PKDRT

    [5] Penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf a UU PKDRT

    [6] Pasal 1 angka 1 UU 35/2014

    [7] Pasal 49 huruf a UU PKDRT

    [8] Pasal 45 ayat (1) UU PKDRT

    [9] Pasal 26 ayat (1) UU PKDRT

    Tags

    hukumonline
    anak

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Catat! Ini 3 Aspek Hukum untuk Mendirikan Startup

    9 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!