KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Belum Setahun Bekerja, Apakah Bisa Cuti Melahirkan?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Belum Setahun Bekerja, Apakah Bisa Cuti Melahirkan?

Belum Setahun Bekerja, Apakah Bisa Cuti Melahirkan?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Belum Setahun Bekerja, Apakah Bisa Cuti Melahirkan?

PERTANYAAN

Istri saya bekerja di perusahaan swasta, saat ini sedang hamil 7 bulan. Ketika ingin mengajukan cuti hamil, perusahaan mengatakan bisa cuti hamil tetapi karena belum 1 tahun bekerja jadi istri saya tidak mendapat gaji selama cuti hamil. Apakah ini sesuai dengan peraturan? Bila tidak sesuai mohon info undang-undangnya agar istri saya dapat membawa bukti undang-undang ke perusahaan tersebut. Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Aturan Cuti Besar bagi Pekerja

    Aturan Cuti Besar bagi Pekerja

     

     

    Aturan perusahaan itu tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Aturan soal hak cuti hamil dan melahirkan memfokuskan pada keadaan pekerja yang hamil, tidak memandang apakah ia telah bekerja setelah satu tahun atau tidak. Selama istri Anda memenuhi syarat untuk mendapatkan cuti hamil dan melahirkan, maka ia berhak mendapatkannya. Dan istri Anda tetap dibayar upahnya selama ia menjalani cuti hamil dan melahirkan.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Aturan Cuti Hamil dan Melahirkan

    Hak cuti hamil dan melahirkan adalah hak yang timbul dan diberikan oleh undang-undang spesial bagi pekerja perempuan yang memenuhi syarat. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Umar Kasim dalam artikel Ketentuan THR untuk Pekerja yang Cuti Melahirkan, selama pekerja menjalani hak cuti hamil dan melahirkan tersebut tidak memutus hubungan kerja, tidak menghilangkan dan mengurangi masa kerja.

     

    Pengaturan mengenai cuti hamil ini diatur dalam Pasal 82 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”):

     

    (1)  Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 (satu setengah) bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 (satu setengah) bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.

    (2)  Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.

     

    Pelanggaran terhadap ketentuan di atas merupakan tindak pidana yang dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta Rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus juta Rupiah).[1]

     

    Istri Anda Berhak Atas Cuti Hamil dan Melahirkan

    Dari aturan di atas terlihat bahwa hak cuti hamil dan melahirkan ini memfokuskan pada kondisi pekerja perempuan yang hamil saja, yakni sebelum dan sesudah ia melahirkan, tidak memandang apakah ia telah bekerja selama satu tahun (12 bulan) atau tidak.

     

    Hal ini karena cuti hamil bukanlah cuti tahunan. Cuti tahunan diberikan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja setelah pekerja yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan secara terus-menerus.[2] Sedangkan cuti hamil/melahirkan diberikan kepada pekerja perempuan untuk beristirahat selama total 3 (tiga) bulan, tanpa syarat telah bekerja selama 12 bulan terus-menerus.

     

    Jadi, aturan dalam perusahaan tempat istri Anda bekerja itu tidak sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Di samping itu, mengenai istri Anda yang tidak digaji selama ia menjalani cuti hamil, hal tersebut juga bertentangan dengan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan. Pasal 84 UU Ketenagakerjaan telah mengatur bahwa setiap pekerja/buruh (perempuan) yang menggunakan hak waktu istirahat (cuti hamil dan melahirkan tersebut) berhak atas upah penuh.

     

    Ketentuan soal hak atas upah ini kemudian dipertegas kembali dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan (“PP Pengupahan”) yang menyatakan bahwa Pekerja/Buruh yang tidak masuk kerja dan/atau tidak melakukan pekerjaan karena alasan cuti sebelum dan sesudah melahirkan, tetap dibayar upahnya.[3]

     

    Langkah yang Dapat Dilakukan

    Cuti hamil dan melahirkan adalah hak istri Anda. Adapun langkah hukum yang dapat istri Anda lakukan jika terjadi perselisihan hak adalah wajib menyelesaikannya secara musyawarah untuk mencapai mufakat, yakni melalui perundingan lewat forum bipatrit.[4] Jalur bipartit adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

     

    Perundingan ini harus dilaksanakan paling lambat 30 hari.[5] Apabila perundingan bipartit ini gagal atau pengusaha menolak berunding, maka penyelesaian kemudian ditempuh melalui jalur tripartit yaitu mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.[6]

     

    Nantinya, Anda dan pengusaha ditawarkan upaya penyelesaian perselisihan. Untuk perselisihan hak, upaya penyelesaian perselisihan yang dapat dipilih salah satunya adalah Mediasi Hubungan Industrial.

     

    Mediasi Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.[7]

     

    Dalam hal penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.[8] Penjelasan lebih lanjut mengenai penyelesaian perselisihan hak dapat Anda simak dalam artikel Langkah Hukum Jika Pengusaha Tidak Bayar Upah.

     

    Contoh Kasus

    Sebagai contoh kasus dapat kita lihat dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 81 K/Pdt.Sus-PHI/2015, yakni perkara pemutusan hubungan kerja. Dalam dalilnya, penggugat (pekerja wanita) ini mengungkapkan bahwa ia telah melahirkan anak yang kedua dimana cuti melahirkan Penggugat hanya diberikan oleh pihak Tergugat selama 2 (dua) bulan sedangkan menurut Pasal 82 UU Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa pekerja perempuan yang melahirkan berhak atas cuti melahirkan selama 3 (tiga) bulan sehingga masih ada sisa cuti Penggugat selama 1 (satu) bulan lagi yang harus dibayarkan oleh Tergugat. Karena alasan tertentu, Tergugat (pengusaha) melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak terhadap Penggugat.

     

    Akhirnya, hakim dalam putusannya menghukum Tergugat membayar hak-hak Penggugat akibat pemutusan hubungan kerja berupa uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang pengganti perumahan dan pengobatan serta uang kekurangan atas cuti melahirkan dengan jumlah sebesar Rp39.450.000,00 (tiga puluh Sembilan juta empat ratus lima puluh ribu Rupiah).


    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; 

    2.    Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;

    3.    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

     

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 81 K/Pdt.Sus-PHI/2015


     



    [1] Pasal 185 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    [2] Pasal 79 ayat (2) huruf c UU Ketenagakerjaan

    [3] Pasal 24 ayat (5) huruf d jo. Pasal 24 ayat (2) huruf c UU Pengupahan

    [4] Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)

    [5] Pasal 3 ayat (2) UU PPHI

    [6] Pasal 4 ayat (1) UU PPHI

    [7] Pasal 1 angka 11 UU PPHI

    [8] Pasal 5 UU PPHI

     

    Tags

    hukumonline
    cuti melahirkan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Ini Cara Mengurus Akta Nikah yang Terlambat

    30 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!