Saya mengalami kebingungan ketika melihat sebuah putusan pengadilan Kepailitan yang dalam nomor putusannya ada juncto, yang mana dua putusan dijadikan satu.Contoh dalam Putusan Pailit Nomor:04/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. jo.Nomor: 27Pdt.Sus-PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.Pertanyaannya, apakah putusan itu ada dasar hukumnya dalam Hukum Acara Kepailitan dan PKPU? Apakah pemberian juncto dalam putusan itu diperbolehkan dan kenapa seperti itu? Terimakasih.
Penulisan jo. (juncto) adalah untuk menunjukan riwayat perkara dimana sebelumnya Debitor berada dalam keadaan PKPU dan selanjutnya dinyatakan dalam keadaan Pailit. Jadi, pemberian atau penulisan juncto pada contoh putusan yang Anda berikan memang sudah sewajarnya demikian, mengingat Debitor yang telah dinyatakan Pailit sebelumnya telah dinyatakan dalam proses PKPU pada dua nomor registrasi yang berbeda.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Berdasarkan contoh putusan yang Anda berikan (Putusan Perkara Pailit Nomor:04/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. jo.Putusan Perkara PKPU Nomor: 27Pdt.Sus-PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst), maka pertanyaan Andamerupakan pertanyaan terkait putusan dalam perkara Pailit ataupun Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“PKPU”), dimana asumsi kami,Debitor atau Termohon dalam contoh putusan yang Andaberikan adalah sama.
Nomor putusan sebagaimana Andasampaikan lumrah terjadi dalam proses Kepailitan maupun PKPU.Untuk lebih lanjutnya, akan kami jelaskan melalui ilustrasi sebagai berikut:
PT. A selaku Debitor mempunyai utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih olehPT. B dan PT. C selaku Kreditor.
Kemudian, PT. B dan PT. C menempuh upaya permohonan pernyataan PKPU terhadap PT. A ke Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (“Pengadilan Niaga”) dengan Nomor register perkara 27/Pdt.Sus-PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst,laluPengadilan Niaga mengabulkannya.
Selanjutnya, PT. A masuk atau dinyatakan dalam keadaan PKPU Sementara atau tetap untuk melakukan proses restrukurisasi utang kepada para Kreditor melalui mekanisme Proposal Perdamaian.
(1)Penundaan kewajiban pembayaran utang dapat diakhiri, atas permintaan Hakim Pengawas, satu atau lebih Kreditor, atau atas prakarsa Pengadilan dalam hal:
a.Debitor selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, bertindak dengan itikad buruk dalam melakukan pengurusan terhadap hartanya;
b.Debitor telah merugikan atau telah mencoba merugikan kreditornya;
c.Debitor melakukan pelanggaran ketentuan Pasal 240 ayat (1);
d.Debitor lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang diwajibkan kepadanya oleh Pengadilan pada saat atau setelah penundaan kewajiban pembayaran utang diberikan, atau lalai melaksanakan tindakan-tindakan yang disyaratkan oleh pengurus demi kepentingan harta Debitor;
e.Selama waktu penundaan kewajiban pembayaran utang, keadaan harta Debitor ternyata tidak lagi memungkinkan dilanjutkannya penundaan kewajiban pembayaran utang; atau
f.Keadaan Debitor tidak dapat diharapkan untuk memenuhi kewajibannya terhadap Kreditor pada waktunya.
(6) Jika penundaan kewajiban pembayaran utang diakhiri berdasarkan ketentuan pasal ini, Debitor harus dinyatakan pailit dalam putusan yang sama.
Pasal 285 ayat (2) dan(3)UU KPKPU
(2)Pengadilan wajib menolak untuk mengesahkan perdamaian, apabila:
a.harta Debitor, termasuk benda untuk mana dilaksanakan hak untuk menahan benda, jauh lebih besar daripada jumlah yang disetujui dalam perdamaian;
b.pelaksanaan perdamaian tidak cukup terjamin;
c.perdamaian itu dicapai karena penipuan, atau persekongkolan dengan satu atau lebih Kreditor, atau karena pemakaian upaya lain yang tidak jujur dan tanpa menghiraukan apakah Debitor atau pihak lain bekerja sama untuk mencapai hal ini; dan/atau
d.imbalan jasa dan biaya yang dikeluarkan oleh ahli dan pengurus belum dibayar atau tidak diberikan jaminan untuk pembayarannya
(3)Apabila Pengadilan menolak mengesahkan perdamaian, maka dalam putusan yang sama Pengadilan wajib menyatakan Debitor Pailit dan putusan tersebut harus diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia dan paling sedikit 2(dua) surat kabar harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 dengan jangka waktu paling lambat 5(lima) hari setelah putusan diterima oleh Hakim Pengawas dan Kurator.
Sehingga, dengan merujuk pada ketentuan-ketentuan di atas, PT A selaku Debitor yang telah dinyatakan dalam keadaan PKPU dapat berstatus Pailit sebagaimana sebab-sebab dalam ketentuan di atas.
Oleh karena itu, penulisanjo. (juncto) adalah untuk menunjukan riwayat perkara dimana sebelumnya Debitor berada dalam keadaan PKPU dan selanjutnya dinyatakan dalam keadaan Pailit dengan nomor registrasi baru, misalnya Putusan Pailit Nomor: 04/Pdt.Sus-Pailit/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst. jo.Putusan Nomor: 27/Pdt.Sus.PKPU/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Dengan demikian menurut kami,pemberian atau penulisan juncto pada contoh putusan yang Andaberikan memang sudah sewajarnya demikian,mengingat Debitor yang telah dinyatakan Pailit,sebelumnya telah dinyatakan dalam proses PKPU pada dua nomor registrasi yang berbeda.