KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Apakah Buruh Harian Berhak atas Surat Pengalaman Kerja?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Apakah Buruh Harian Berhak atas Surat Pengalaman Kerja?

Apakah Buruh Harian Berhak atas Surat Pengalaman Kerja?
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Apakah Buruh Harian Berhak atas Surat Pengalaman Kerja?

PERTANYAAN

Saya buruh di perusahaan swasta yang bergerak di bidang percetakan. Status saya harian. Sudah bekerja 1,5 tahun. Kemudian saya diberhentikan, lalu saya meminta surat pengalaman kerja, tetapi perusahaan tidak mengeluarkan surat pengalaman kerja dengan status harian. Apa yang harus saya perbuat?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Begini Aturan Perhitungan THR bagi Karyawan

    Begini Aturan Perhitungan THR bagi Karyawan

     

     

    Surat Pengalaman Kerja/Surat Keterangan Kerja wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja pada waktu berakhirnya hubungan kerja. Anda berhak memintanya dan jika pengusaha menolak memberikan Surat Keterangan Kerja atau memberikan keterangan yang tidak benar, maka ia bertanggung jawab terhadap pekerja, maupun pihak ketiga atas kerugian yang timbul.

     

    Adapun langkah hukum yang dapat Anda lakukan adalah menyelesaikannya secara musyawarah untuk mencapai mufakat kepada pengusaha. Jika tidak berhasil, bisa melalui perundingan bipatrit. Jika cara bipartit pun tidak berhasil, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Surat Pengalaman Kerja/Surat Keterangan Kerja

    Kami menyimpulkan bahwa Surat Pengalaman Kerja yang Anda maksud di sini adalah Surat Keterangan Kerja. Perlu diketahui bahwa di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) itu sendiri tidak diatur tentang Surat Keterangan Kerja.


    Namun, aturan tentang Surat Keterangan Kerja ini terdapat dalam Pasal 1602z Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”), yang disebut dengan “Surat Pernyataan”.

     

    Si majikan diwajibkan pada waktu berakhirnya perhubungan kerja, atas permintaan si buruh, memberikan kepadanya sepucuk surat pernyataan yang ditandatangani olehnya.

     

    Surat pernyataan itu memuat suatu keterangan yang sesungguhnya tentang sifat pekerjaan yang telah dilakukan serta lamanya hubungan kerja, begitu pula, tetapi hanya atas permintaan khusus dari orang kepada siapa surat pernyataan itu harus diberikan, tentang cara bagaimana si buruh telah menunaikan kewajiban-kewajibannya dan cara bagaimana hubungan kerja berakhir; jika namun itu si majikan telah mengakhiri hubungan kerja dengan tidak memajukan sesuatu alasan maka ia hanya diwajibkan menyebutkan apa alasan-alasan itu; jika si buruh telah mengakhiri hubungan kerja secara berlawanan dengan hukum, maka si majikan adalah berhak untuk menyebutkan hal itu di dalam surat pernyataannya.

     

    Si majikan yang menolak memberikan surat pernyataan yang diminta, atau dengan sengaja menuliskan keterangan-keterangan yang tidak benar, atau pula memberikan suatu tanda pada surat pernyataannya yang dimaksudkan untuk memberikan sesuatu keterangan tentang si buruh yang tidak termuat dalam surat pernyatannya sendiri, atau lagi memberikan keterangan-keterangan kepada orang-orang pihak ketiga yang bertentangan dengan surat pernyataannya, adalah bertanggung jawab baik terhadap si buruh maupun terhadap orang-orang pihak ke tiga tentang kerugian yang diterbitkan karenanya.

     

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, jika kita mengacu pada pasal di atas, pemberian Surat Keterangan Kerja kepada pekerja ini sifatnya wajib bagi pengusaha, tidak memandang apakah pekerja tersebut berstatus pekerja harian atau tidak. Dari pasal di atas pula antara lain dapat kita merangkum hal-hal terkait Surat Keterangan Kerja sebagai berikut:

    1.    Surat Keterangan Kerja sifatnya wajib bagi pengusaha atas permintaan pekerja

    2.    Surat Keterangan Kerja memuat: sifat pekerjaan, lamanya hubungan kerja, cara bagaimana pekerja telah menunaikan kewajiban-kewajibannya, dan cara bagaimana hubungan kerja berakhir

    3.    Jika majikan menolak memberikan Surat Keterangan Kerja, maka ia bertanggung jawab terhadap baik pekerja, maupun pihak ketiga atas kerugian yang timbul

     

    Menurut Umar Kasim dalam artikel Bagaimana Jika Perusahaan Tidak Memberikan Surat Keterangan Kerja?, Surat Keterangan Kerja ini sangat dibutuhkan, antara lain guna menjadi bahan pertimbangan untuk mencari atau memperoleh pekerjaan di perusahaan lain. Selain itu, merujuk pada ketentuan Pasal 1602z KUH Perdata tersebut, tentu tidak ada salahnya jika para pihak memperjanjikan dan mengaturnya dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, maupun dalam perjanjian kerja.

     

    Langkah yang Dapat Dilakukan

    Jika memang di dalam peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, maupun dalam perjanjian kerja ditentukan bahwa pekerja harian tidak memperoleh Surat Keterangan Kerja, maka Anda sulit mendapatkannya. Namun upaya di atas dapat Anda lakukan.

     

    Akan tetapi, jika ketentuan tersebut tidak diperjanjikan sebelumnya, maka berdasarkan Pasal 1602z, Anda berhak meminta Surat Keterangan Kerja  tersebut dan pengusaha wajib memberikannya kepada Anda.

     

    Karena Surat Keterangan Kerja merupakan hak Anda sebagai pekerja, maka bila terjadi perselisihan karena surat tersebut tidak diberikan, maka disebut sebagai perselisihan hak. Artinya, dasar perselisihan antara Anda dengan pengusaha adalah perselisihan hak.

     

    Perselisihan hak adalah perselisihan yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.[1]

     

    Adapun langkah hukum yang dapat Anda lakukan jika terjadi perselisihan hak adalah Anda wajib menyelesaikannya secara musyawarah untuk mencapai mufakat, yakni melalui perundingan lewat forum bipatrit.[2] Jalur bipartit adalah suatu perundingan antara pekerja dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.

     

    Jika forum bipatrit gagal, untuk perselisihan hak, upaya penyelesaian perselisihan yang dapat dipilih untuk penyelesaian perselisihan hak[3] salah satunya adalah Mediasi Hubungan Industrial. Mediasi Hubungan Industrial adalah penyelesaian perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih mediator yang netral.[4]

     

    Jika upaya penyelesaian melalui konsiliasi atau mediasi tidak mencapai kesepakatan, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).[5]

     

    Dalam praktik, tuntutan agar perusahaan membuatkan surat pengalaman kerja biasanya digabungkan dalam gugatan terkait perselisihan pemutusan hubungan kerja. Selain meminta pesangon, pekerja juga menggugat agar perusahaan memberikan surat pengalaman kerja. Hal ini misalnya terdapat dalam perkara nomor 181 K/Pdt.Sus/PHI/2015, di mana Mahkamah Agung menguatkan putusan PHI yang menghukum perusahaan untuk memberikan surat pengalaman kerja dengan kriteria baik atas nama pekerja.

     

    Meski demikian, kami menyarankan agar Anda memprioritaskan upaya perdamaian antara Anda dengan pengusaha tanpa harus melalui jalur hukum.

     

     

    Demikian penjelasan dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

    2.    Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.


    Referensi:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 181 K/Pdt.Sus/PHI/2015.



    [1] Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU PPHI”)

    [2] 3 ayat (1) UU PPHI

    [3] Pasal 4 ayat (1) UU PPHI

    [4] Pasal 1 angka 11 UU PPHI

    [5] Pasal 5 UU PPHI

    Tags

    hukumonline
    pekerja

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    23 Jun 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!