Apakah seorang lelaki yang telah melaksanakan akad nikah dan pada saat pelaksanaan resepsi perkawinan meninggalkan istrinya, dapat dikategorikan penelantaran? Terima kasih atas jawabannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
ULASAN LENGKAP
Intisari:
Penelantaran dalam rumah tangga yang dimaksud dalam UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah penelantaran dalam bentuk: kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan.
Seorang suami yang telah melaksanakan akad nikah dan pada saat pelaksanaan resepsi perkawinan meninggalkan istrinya, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai penelantaran rumah tangga. Perlu ada keterangan lebih lanjut terkait hal ini dan apakah memang si suami memenuhi kriteria penelantaran rumah tangga dalam UU PKDRT.
Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Ulasan:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Penelantaran dalam rumah tangga diatur dalam Pasal 9 PKDRT sebagai berikut:
(1)Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
(2)Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut.
Ancaman pidana penjara paling lama tiga tahun atau denda paling banyak Rp 15 juta diberikan kepada setiap orang yang menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya sebagaimana dimaksud dalam pasal di atas.[1]
Dari aturan soal larangan penelantaran dalam rumah tangga di atas dapat kita lihat bahwa penelantaran yang dimaksud adalah penelantaran dalam bentuk: kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan; seperti pemberian nafkah.
Jika telah dilakukan akad nikah dan telah didaftarkan di Kantor Urusan Agama, maka pasangan tersebut telah sah sebagai suami istri. Maka telah memenuhi kriteria apa yang disebut dengan rumah tangga. Lingkup rumah tangga dalam UU PKDRT meliputi:[2]
a.suami, isteri, dan anak;
b.orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c.orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut.
Akan tetapi, seorang suami yang telah melaksanakan akad nikah dan pada saat pelaksanaan resepsi perkawinan meninggalkan istrinya, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai penelantaran rumah tangga. Perlu ada keterangan lebih lanjut terkait hal ini. Apakah kemudian ia kembali lagi kepada istrinya keesokan harinya atau meninggalkan berturut-turut dalam jangka waktu tertentu, tidak memberikan nafkah, pemeliharaan, dan lain sebagainya.
Hanya saja, dilihat dari sudut pandang sosial, mempelai pria yang tidak hadir saat resepsi pernikahan dipandang sesuatu hal yang tidak lumrah dan cenderung dinilai negatif; meskipun ikatan perkawinan telah ada dalam bentuk ijab kabul (akad nikah).
a.Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
b.Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
c.Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung;
d.Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
e.Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
f.Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga.