Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Hukumnya Jika Bayi “Dipekerjakan” dalam Sinetron Stripping

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Hukumnya Jika Bayi “Dipekerjakan” dalam Sinetron Stripping

Hukumnya Jika Bayi “Dipekerjakan” dalam Sinetron Stripping
Tri Jata Ayu Pramesti, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Hukumnya Jika Bayi “Dipekerjakan” dalam Sinetron Stripping

PERTANYAAN

Bagaimana hukum memandang terhadap bayi yang 'bekerja' setiap hari dalam sinetron stripping? Sebagaimana kita semua ketahui bahwa sinetron stripping tidak mengenal weekend dan weekdays. Mohon penjelasannya, terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

     Intisari:

     

     

    Pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Namun, ketentuan itu dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.

     

    Ini artinya, bayi yang usinya sekitar 1-2 tahun misalnya, dilarang “dipekerjakan” karena bukan termasuk usia yang diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan ringan, sekalipun sinetron stripping itu tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial si anak.

     

    Orang tua yang terbukti mengeksploitasi anaknya secara ekonomi dapat diancam pidana sesuai UU Perlindungan Anak. Penjelasan lebih lanjut dan contoh kasusnya dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

     

    Ulasan:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Ditinjau dari UU Perlindungan Anak

    Bayi dikategorikan sebagai anak menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”), yakni seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

     

    Bayi yang bekerja sebagai pemain sinetron dapat dikatakan dieksploitasi secara ekonomi pada batasan tertentu.

     

    Ada pendapat yang menyatakan bahwa anak yang sudah bekerja lebih dari tiga jam, dan bekerja pada malam hari sebagai pemain sinetron, sudah termasuk mengeksploitasi anak, dan ini tidak dibenarkan. Demikian pendapat yang dikemukakan oleh Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak Aris Mardeka Sirait dalam artikel Sinetron Remaja Dinilai Eksploitasi Anak yang dimuat dalam laman media Kompas.com.

     

    Menurut UU 35/2014 sendiri, yang dimaksud dengan “dieksploitasi secara ekonomi” adalah tindakan dengan atau tanpa persetujuan Anak yang menjadi korban yang meliputi tetapi tidak terbatas pada pelacuran, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktik serupa perbudakan, penindasan, pemerasan, pemanfaatan fisik, seksual, organ reproduksi, atau secara melawan hukum memindahkan atau mentransplantasi organ dan/atau jaringan tubuh atau memanfaatkan tenaga atau kemampuan Anak oleh pihak lain untuk mendapatkan keuntungan materiil.[1]

     

    Mengeksploitasi anak secara ekonomi adalah hal yang dilarang berdasarkan Pasal 76I UU 35/2014:

     

    Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual terhadap Anak.

     

    Setiap orang yang melanggar ketentuan di atas, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun dan/atau denda paling banyak Rp200 juta.[2]

     

    Tentu harus dibuktikan apakah benar bahwa bayi itu dipekerjakan atau dieksploitasi secara ekonomi oleh orang tuanya. Atau memang orang tuanya tetap memperhatikan kecukupan istirahat, makanan, dan waktu bermain bagi bayi yang bersangkutan selama syuting sinetron stripping.

     

    Ditinjau dari UU Ketenagakerjaan

    Sebelumnya kami akan berikan gambaran bahwa dalam sinteron stripping yang Anda sebut, biasanya produserlah yang berperan sebagai pengusaha dan aktris atau aktor yang berperan di dalamnya disebut sebagai pekerja. Oleh karena itu, dalam konteks pertanyaan Anda, yang berperan sebagai pekerja di sini adalah anak. Tapi, ada pengeculian usia anak yang dimaksud di sini.

     

    Memang, pada prinsipnya, pengusaha dilarang mempekerjakan anak.[3] Namun demikian, ketentuan itu dapat dikecualikan bagi anak yang berumur antara 13 tahun sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial.[4]

     

    Ini artinya, bayi yang usinya sekitar 1-2 tahun misalnya, dilarang “dipekerjakan” karena usia itu bukan termasuk usia yang diperbolehkan untuk melakukan pekerjaan ringan, sekalipun sinetron stripping itu tidak mengganggu perkembangan dan kesehatan fisik, mental, dan sosial si anak.

     

    Di samping itu, pengusaha juga dilarang mempekerjakan anak pada pekerjaan-pekerjaan terburuk. Apa pekerjaan-pekerjaan terburuk itu? Untuk menjawabnya, kita mengacu pada Pasal 74 ayat (1) dan (2) UU Ketenagakerjaan:

     

    (1)  Siapapun dilarang mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk.

    (2)  Pekerjaan-pekerjaan yang terburuk yang dimaksuddalam ayat (1) meliputi:

    a.    segala pekerjaan dalam bentuk perbudakan atau sejenisnya;

    b.    segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan,atau menawarkan anak untuk pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;

    c.    segala pekerjaan yang memanfaatkan, menyediakan, atau melibatkan anak untuk produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya; dan/atau;

    d.    semua pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan, atau moral anak.

     

    Lebih lanjut dapat dibaca juga artikel Jenis-jenis Pekerjaan yang Dilarang Dilakukan Anak.

     

    Contoh Kasus

    Sebagai contoh kasus eksploitasi terhadap anak dapat kita lihat dalam Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 459/Pid.Sus/2015/PN.PDG. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di pengadilan diketahui bahwa Terdakwa melakukan eksploitasi secara ekonomi dan seksual terhadap anak korban II dan korban I yang dilakukan dengan cara terdakwa bekerja sebagai penghubung/perantara yang menyediakan jasa seksual perempuan di bawah umur. Rata-rata anak korban memberikan keuntungan/fee kepada terdakwa sebesar Rp 100.000,- dan dibayar setelah anak korban melakukan perbuatan seksual dengan tamunya.

     

    Dengan mempertimbangkan Pasal 76I jo. Pasal 88 UU 35/2014, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana ”Menempatkan, membiarkan, melakukan, Menyuruh melakukan atau turut serta melakukan Eksploitasi secara Ekonomi dan/atau Seksual Terhadap Anak”. Hakim menghukum terdakwa dengan pidana penjara selama satu tahun dan sembilan bulan serta denda sebesar Rp. 50 juta subsidair tiga bulan kurungan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014;

    2.    Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

     

    Putusan:

    Putusan Pengadilan Negeri Padang No. 459/Pid.Sus/2015/PN.PDG.

     

    Referensi:

    Kompas.com, diakses pada 30 Maret 2016 pukul 11.58 WIB.



    [1] Penjelasan Pasal 66 UU 35/2014

    [2] Pasal 88 UU 35/2014

    [3] Pasal 68 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)

    [4] Pasal 69 ayat (1) UU Ketenagakerjaan

    Tags

    hukumonline
    bayi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!