KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pembuktian Sederhana dalam Perkara Kepailitan

Share
copy-paste Share Icon
Bisnis

Pembuktian Sederhana dalam Perkara Kepailitan

Pembuktian Sederhana dalam Perkara Kepailitan
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pembuktian Sederhana dalam Perkara Kepailitan

PERTANYAAN

Apakah yang dimaksud dengan pembuktian sederhana dalam perkara kepailitan? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Haruskah Mengajukan Somasi Sebelum Permohonan Pailit?

    Haruskah Mengajukan Somasi Sebelum Permohonan Pailit?

     

     

    Pembuktian secara sederhana dalam permohonan pailit adalah pembuktian mengenai fakta adanya dua atau lebih kreditor serta ada utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih yang tidak dibayar lunas oleh debitor.

     

    Pembuktian keberadaan utang, salah satunya, adalah dengan cara kreditor membuktikan telah memberikan teguran kepada debitor untuk membayar kewajibannya, tetapi debitor tidak juga membayarnya. Atau kreditor membuktikan bahwa hingga lewat jangka waktu pembayaran kewajiban (utang) yang telah disepakati sebelumnya, debitor tidak juga membayar utangnya. Jika pembuktian keberadaan utang tersebut cukup rumit dan sulit atau masih menimbulkan sengketa, maka tidak memenuhi syarat pembuktian yang sederhana.

     

    Penjelasan lebih lanjut, silakan baca ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”).[1]

     

    “Pembuktian sederhana” sebagaimana Anda tanyakan, terdapat dalam Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan sebagai berikut:

     

    “Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.”

     

    Merujuk pada ketentuan tersebut, jelas bahwa yang harus dibuktikan secara sederhana adalah syarat kepailitan dalam Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan, yaitu:

    1.    Ada dua atau lebih kreditor. Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau undang-undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.[2] "Kreditor" di sini mencakup baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen.[3]

    2.    Ada utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih yang tidak dibayar lunas oleh debitor. Artinya adalah ada kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.[4]

     

    Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah apa yang dimaksud dengan "fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana"? Yang dimaksud dengan "fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana" adalah adanya fakta dua atau lebih kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.[5]

     

    Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja dalam bukunya Pedoman Menangani Perkara Kepailitan (hal. 143), sebagaimana kami sarikan, menjelaskan bahwa mengenai pembuktian keberadaan utang, haruslah jelas bahwa utang tersebut adalah utang yang tidak dapat dibantah lagi keberadaannya oleh debitor. Bahwa debitor sudah ditegur oleh kreditor untuk memenuhi kewajiban utangnya, tetapi debitor tidak memenuhi kewajibannya tersebut. Atau jika telah ditentukan secara pasti waktu pemenuhan kewajiban debitor, setelah lewatnya jangka waktu tersebut debitor tidak juga memenuhi kewajibannya.

     

    Contoh Kasus

    Dalam beberapa perkara permohonan kepailitan, ada utang yang menurut hakim tidak dapat dibuktikan secara sederhana. Sebagai contoh, dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 515K/Pdt.Sus.Pailit/2013, pemohon pailit adalah debitor yang mendalilkan bahwa ia mempunyai beberapa kreditor, salah satunya adalah karyawan-karyawannya. Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berpendapat bahwa adanya fakta hak-hak buruh yang belum terpenuhi atau belum dibayar masih menimbulkan sengketa mengenai macam dan besarnya hak buruh sehingga pelaksanaanya masih menimbulkan sengketa. Maka menurut penilaian Majelis Hakim, pembuktian terhadap perkara ini tidak bersifat sederhana. Putusan Pengadilan Niaga tersebut dikuatkan oleh Mahkamah Agung yang berpendapat bahwa (terkait utang gaji karyawan) besarnya jumlah pembayaran pada para buruh membutuhkan perhitungan yang tidak sederhana, oleh karena itu hal tersebut diatas tidak memenuhi alasan “sederhana dalam permohonan Pailit”.

     

    Contoh lain adalah dalam kasus kepailitan PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia (“TPI”). Sebagaimana diberitakan dalam artikel Televisi Pendidikan Indonesia Tak Jadi Pailit, perkara ini bermula dari Crown Capital Global Limited selaku kreditor TPI memiliki obligasi senilai AS$53 juta. Obligasi itu diterbitkan pada 24 Desember 1996 dan jatuh tempo pada 24 Desember 2006. Namun ketika obligasi ini jatuh tempo, TPI tak jua melunasinya. Di Pengadilan Niaga, majelis hakim menilai permohonan pailit Crown Capital memenuhi syarat pembuktian sederhana. Akan tetapi, pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi TPI. Majelis Kasasi berpendapat perkara TPI melawan Crown Capital Global Limited tidak sederhana sehingga tidak tepat diajukan ke Pengadilan Niaga sebagai perkara kepailitan.

     

    Dalam putusannya yaitu Putusan Mahkamah Agung Nomor 834K/PDTSUS/2009 Tahun 2009, Mahkamah Agung berpendapat bahwa eksistensi adanya utang tersebut ternyata masih dalam konflik sebab masih diperdebatkan dan dipermasalahkan, bahkan tentang sejauh mana keberadaan utang tersebut kini masih diperkarakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Fakta-fakta menunjukkan bahwa keberadaan utang dalam perkara ini sifatnya kompleks dan tidak sederhana, cukup rumit dan sulit pembuktiannya yang memerlukan ketelitian dan pembuktian yang tidak sederhana pula, sehingga tidak layak dibahas atau diperiksa di Pengadilan Niaga tetapi seharusnya diperiksa melalui proses perkara perdata biasa di Pengadilan Negeri.

     

    Kesimpulan

    Melihat pada penjelasan serta contoh-contoh kasus di atas, dapat disimpulkan bahwa pembuktian secara sederhana dalam permohonan pailit adalah pembuktian mengenai fakta adanya dua atau lebih kreditor serta ada utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih yang tidak dibayar lunas oleh debitor.

     

    Pembuktian keberadaan utang, salah satunya, adalah dengan cara kreditor membuktikan telah memberikan teguran kepada debitor untuk membayar kewajibannya, tetapi debitor tidak juga membayarnya. Atau kreditor membuktikan bahwa hingga lewat jangka waktu pembayaran kewajiban (utang) yang telah disepakati sebelumnya, debitor tidak juga membayar utangnya. Jika pembuktian keberadaan utang tersebut cukup rumit dan sulit atau masih menimbulkan sengketa, maka tidak memenuhi syarat pembuktian yang sederhana.

     

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat

     

    Dasar Hukum :

    Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang

     

    Referensi:

    Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja,bukunya Pedoman Menangani Perkara Kepailitan hal.135

     

    Putusan:

    1.    Putusan Mahkamah Agung Nomor 834K/PDTSUS/2009 Tahun 2009.

    2.    Putusan  Mahkamah Agung Nomor 515K/Pdt.Sus.Pailit/2013.

     



    [1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (“UU Kepailitan”)

    [2] Pasal 1 angka 2 UU Kepailitan

    [3] Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan

    [4] Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU Kepailitan

    [5] Penjelasan Pasal 8 ayat (4) UU Kepailitan

    Tags

    hukumonline
    kepailitan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Upload Terjemahan Novel Agar Tak Langgar Hak Cipta

    20 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!