KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pengertian Atribusi, Delegasi dan Mandat

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Pengertian Atribusi, Delegasi dan Mandat

Pengertian Atribusi, Delegasi dan Mandat
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Pengertian Atribusi, Delegasi dan Mandat

PERTANYAAN

Apa itu atribusi, delegasi dan mandat? Apa yang dimaksud dengan diskresi?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Arti Diskresi, Ruang Lingkup, Syarat, dan Contohnya

    Arti Diskresi, Ruang Lingkup, Syarat, dan Contohnya

     

     

    Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.

     

    Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.

     

    Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangan dijalannya oleh organ lain atas namanya.

     

    Sedangkan yang dimaksud dengan diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sumber Kewenangan

    Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara menyebutkan sebagai berikut:

     

    Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

     

    Indroharto dalam buku Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara: Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negara (hal. 90), sebagaimana yang kami sarikan, menjelaskan bahwa rumusan “berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku” selain mengandung makna untuk keabsahan (legalitas) dari setiap perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (“TUN”), juga menunjukkan bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku saja.

     

    Hal serupa juga dijelaskan oleh Ridwan HR dalam buku Hukum Administrasi Negara (hal. 101-102). Ridwan menjelaskan bahwa seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas, maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan. Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara, sebagaimana yang didefinisikan oleh H.D van Wijk/ Willem Konijnenbelt, sebagai berikut:

    a.    Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan.

    b.    Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya.

    c.    Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

     

    Lebih lanjut, Ridwan HR (hal. 105) menjelaskan bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi bersifat asli berasal dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada.

     

    Pada delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi, tetapi beralih pada penerima delegasi.

     

    Sementara pada mandat, penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat, tanggung jawab akhir keputusan yang diambil penerima mandat tetap berada pada pemberi mandat.

     

    Perbedaan Delegasi dan Mandat

    Ridwan HR (hal. 107) menjelaskan bahwa Philipus M. Hadjon membuat perbedaan delegasi dan mandat sebagai berikut:

     

     

    Mandat

    Delegasi

     

    a.    Prosedur Pelimpahan

    Dalam hubungan rutin atasan-bawahan: hal biasa kecuali dilarang secara tegas

    Dari suatu organ pemerintahan kepada organ lain: dengan peraturan perundang-undangan.

     

    b.    Tanggung jawab dan tanggung gugat

    Tetap pada pemberi mandat

    Tanggung jawab dan tanggung gugat beralih kepada delegataris.

     

    c.    Kemungkinan si pemberi menggunakan wewenang itu lagi

    Setiap saat dapat menggunakan sendiri wewenang yang dilimpahkan itu.

    Tidak dapat menggunakan wewenang itu lagi kecuali setelah ada pencabutan dengan berpegang pada asas “contrarius actus”.

     

     

    Diskresi

    Sedangkan mengenai diskresi, menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU 30/2014”), diskresi adalah keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya stagnasi pemerintahan.

     

    Pejabat pemerintahan yang melakukan diskresi di sini adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya.[1]

     

    Contoh sederhana dari diskresi yang jelas dan dapat kita lihat di kehidupan sehari-hari adalah seorang polisi lalu lintas yang mengatur lalu lintas di suatu perempatan jalan, yang mana hal ini sebenarnya sudah diatur oleh lampu pengatur lalu lintas (traffic light). Menurut Undang Undang Lalu Lintas, polisi dapat menahan kendaraan dari satu ruas jalan meskipun lampu hijau atau mempersilakan jalan kendaraan meskipun lampu merah. Demikian contoh yang disebut dalam laman resmi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Penjelasan lebih lanjut mengenai diskresi polisi ini dapat Anda simak pula dalam artikel Penegakan Aturan Lalu Lintas dan Diskresi Polisi.

     

    Selengkapnya mengenai diskresi dapat Anda simak dalam artikel yang berjudul Arti, Tujuan, Lingkup, dan Contoh Diskresi.

     

    Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang telah beberapa kali diubah, terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

    2.    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

     

    Referensi:

    1.    Indroharto. Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara: Buku I Beberapa Pengertian Dasar Hukum Tata Usaha Negaral. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. 2000.

    2.    Ridawan HR. Hukum Administrasi Negara.Jakarta: Rajawali Pers. 2016.

     

     

     

     



    [1] Pasal 1 angka 3 UU 30/2014

    Tags

    hukumonline
    pemerintahan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Jika Polisi Menolak Laporan Masyarakat, Lakukan Ini

    15 Jan 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!