KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Arti Pemakzulan Presiden dan Mekanismenya

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Arti Pemakzulan Presiden dan Mekanismenya

Arti Pemakzulan Presiden dan Mekanismenya
Renie Aryandani, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Arti Pemakzulan Presiden dan Mekanismenya

PERTANYAAN

Belakangan ini media sosial dihebohkan dengan isu hak angket pemilu bisa berujung pemakzulan presiden. Lantas, apa itu pemakzulan presiden? Apakah benar arti pemakzulan presiden adalah memberhentikan presiden dari jabatannya? Jika benar, apakah pemberhentian itu sama dengan impeachment? Siapa yang berhak memberhentikan presiden? Terakhir, apa mekanisme pemberhentian presiden?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pada intinya, impeachment adalah sarana yang memberikan kemungkinan dilakukannya pemberhentian seorang presiden dari jabatannya sebelum masa jabatannya berakhir.

    Lalu, di Indonesia, UUD 1945 tidak menggunakan kata makzul, pemakzulan atau memakzulkan, tetapi istilah yang digunakan adalah “diberhentikan” dan “pemberhentian”. Adapun Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden sebelum masa jabatannya berakhir dengan persetujuan Mahkamah Konstitusi yang diberikan dalam bentuk putusan bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah terbukti melakukan pelanggaran hukum.

    Apa dasar hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Mekanisme Pemberhentian Presiden atau Wakil Presiden yang ditulis oleh Sovia Hasanah, S.H. dan dipublikasikan pertama kali pada 10 November 2016, dan dimutakhirkan oleh Saufa Ata Taqiyya, S.H. pada 22 April 2022.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Apa itu Impeachment?

    Sebelum kami menjawab pertanyaan Anda, patut Anda catat, istilah impeachment dan pemberhentian presiden/wakil presiden merupakan hal yang berbeda namun saling terkait.

    Achmad Roestandi dalam buku Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab (hal. 168) menjelaskan impeachment berasal dari kata impeach yang dalam bahasa Inggris sinonim dengan kata accuse atau charge berarti menuduh atau mendakwa.

    Lebih lanjut dijelaskan impeachment hanya merupakan sarana yang memberikan kemungkinan dilakukannya pemberhentian seorang presiden atau pejabat tinggi negara dari jabatannya sebelum masa jabatannya berakhir. Dikatakan kemungkinan, karena proses impeachment tidak selalu harus berakhir dengan pemberhentian presiden atau pejabat tinggi negara tersebut.

    Masih bersumber dari buku yang sama, Achmad Roestandi (hal. 177) lebih lanjut menjelaskan berdasarkan Pasal 7A, 7B, dan 24C ayat (2) UUD 1945, pejabat yang dapat di-impeach adalah:

    1. Presiden;
    2. Wakil Presiden;
    3. Presiden dan Wakil Presiden.

    Dalam pasal-pasal tersebut diatur mengenai mekanisme impeachment terhadap Presiden dan Wakil Presiden di Indonesia, yang dapat mengakibatkan pemberhentian presiden tersebut.

    Sedangkan yang dimaksud dengan pemakzulan, menurut KBBI, makzul diartikan sebagai berhenti memegang jabatan atau turun takhta. UUD 1945 sendiri tidak menggunakan kata makzul, pemakzulan atau memakzulkan, tetapi istilah yang digunakan adalah “diberhentikan” dan “pemberhentian”.[1]

    Berkaitan dengan pertanyaan Anda, dapat kami simpulkan pemakzulan presiden adalah proses memberhentikan presiden dari jabatannya.

    Alasan-alasan Pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden

    Adapun terkait alasan dilakukannya pemakzulan presiden, Pasal 7A UUD 1945 mengatur sebagai berikut:

    KLINIK TERKAIT

    Teori Kedaulatan Rakyat dan Penerapannya di Indonesia

    Teori Kedaulatan Rakyat dan Penerapannya di Indonesia

    Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

    Menjawab pertanyaan Anda mengenai siapa yang berhak memberhentikan presiden, dari bunyi pasal di atas, dapat simpulkan bahwa pemberhentian presiden dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (“MPR”) atas usul Dewan Perwakilan Rakyat (“DPR”).

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Lalu, berdasarkan Pasal 7A UUD 1945 tersebut, Hamdan Zoelva dalam buku Impeachment Presiden (hal. 51) mengemukakan dua alasan presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya, yaitu:

    1. Melakukan pelanggaran hukum berupa:
      • pengkhianatan terhadap negara;
      • korupsi;
      • penyuapan;
      • tindak pidana berat lainnya; atau
      • perbuatan tercela.
    2. Terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.

    Mekanisme Pemakzulan Presiden atau Wakil Presiden

    Setelah mengetahui bahwa pemberhentian/pemakzulan presiden dilakukan oleh MPR atas usul DPR, lalu pertanyaannya adalah bagaimana mekanisme pemakzulan tersebut?

    Berikut kami ringkas mekanisme pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden:

    1. Menurut Pasal 7B ayat (1) UUD 1945, usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden dapat diajukan oleh DPR kepada MPR hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (“MK”) untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau pendapat bahwa presiden dan/atau wakil presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden.

    Sebagai informasi, pendapat DPR bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah melakukan pelanggaran hukum tersebut ataupun telah tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden dan/atau wakil presiden adalah dalam rangka pelaksanaan fungsi pengawasan DPR.[2]

    Kemudian, pada dasarnya MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden menurut UUD 1945, sebagaimana diatur dalam Pasal 24C ayat (2) UUD 1945.

    1. Pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR, sebagaimana diatur dalam Pasal 7B ayat (3) UUD 1945.
    1. Kemudian, menurut Pasal 7B ayat (4) UUD 1945, MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutuskan dengan seadil-adilnya terhadap pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan/atau wakil presiden tersebut paling lama 90 hari setelah permintaan DPR itu diterima oleh MK.
    1. Dalam Pasal 7B ayat (5) UUD 1945, apabila MK memutuskan bahwa presiden dan/atau wakil presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum, DPR menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden kepada MPR.
    1. MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lama 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 7B ayat (6) UUD 1945.
    1. Lalu, menurut Pasal 7B ayat (7) UUD 1945, keputusan MPR atas usul pemberhentian presiden dan/atau wakil presiden harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah presiden dan/atau wakil presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna MPR.

    Sehingga, dapat kita ketahui bahwa pemberhentian atau pemakzulan presiden dilakukan oleh MPR, namun dalam prosesnya melibatkan juga peran DPR dan MK. Secara singkat, usul pemberhentian presiden pertama-tama diajukan oleh DPR, yang kemudian usulan tersebut diputus terlebih dahulu oleh MK. Jika MK memutuskan bahwa terjadi pelanggaran hukum, barulah MPR menyelenggarakan sidang atas usul pemberhentian presiden tersebut.

    Jadi, MPR dapat memberhentikan presiden dan/atau wakil presiden sebelum masa jabatannya berakhir dengan persetujuan MK yang diberikan dalam bentuk putusan bahwa presiden dan/atau wakil presiden telah terbukti melakukan pelanggaran hukum.

    Baca juga: Apa itu Hak Angket, Hak Interpelasi, dan Hak Menyatakan Pendapat?

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

    Referensi:

    1. Achmad Roestandi. Mahkamah Konstitusi dalam Tanya Jawab. Jakarta: Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2006;
    2. Hamdan Zoelva. Impeachment Presiden. Jakarta: Konstitusi Press, 2005;
    3. M. Laica Marzuki. Pemakzulan Presiden/Wakil Presiden Menurut Undang-Undang Dasar 1945. Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 1, 2010;
    4. KBBI, makzul, yang diakses pada Selasa, 27 Februari 2024, pukul 17.07 WIB.

    [1] M. Laica Marzuki. Pemakzulan Presiden/Wakil Presiden Menurut Undang-Undang Dasar 1945. Jurnal Konstitusi, Vol. 7, No. 1, 2010, hal. 17

    [2] Pasal 7B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

    Tags

    dewan perwakilan rakyat
    majelis permusyawaratan rakyat

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Menghitung Pembebasan Bersyarat bagi Narapidana

    3 Agu 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!