Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Kepemilikan Senjata Api oleh Satpol PP dalam Bertugas

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Kepemilikan Senjata Api oleh Satpol PP dalam Bertugas

Kepemilikan Senjata Api oleh Satpol PP dalam Bertugas
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Kepemilikan Senjata Api oleh Satpol PP dalam Bertugas

PERTANYAAN

Apa sebenarnya tugas seorang Satpol PP? Satpol PP itu kan hanya penegak Perda, kenapa banyak sekali yang berlagak seperti mereka adalah polisi? Dan kenapa mereka juga dibekali senjata? Legalkah itu?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Satuan Polisi Pamong Praja adalah jabatan fungsional pegawai negeri sipil yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Derah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
     
    Satpol PP diperbolehkan menggunakan senjata api pada saat melaksanakan tugas operasional di lapangan dengan berpakaian dinas dan penggunaannya harus sesuai dengan surat izin yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah setempat.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan Senin, 21 November 2016
     
    Intisari :
     
     
    Satuan Polisi Pamong Praja adalah jabatan fungsional pegawai negeri sipil yang dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Derah, menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan pelindungan masyarakat.
     
    Satpol PP diperbolehkan menggunakan senjata api pada saat melaksanakan tugas operasional di lapangan dengan berpakaian dinas dan penggunaannya harus sesuai dengan surat izin yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah setempat.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
    Ulasan :
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Ketentuan mengenai Satuan Polisi Pamong Praja (“Satpol PP”) diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 23/2014”) yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“Perppu 2/2014”) yang telah ditetapkan sebagai undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (“UU 2/2015”) kemudian diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (“UU 9/2015”).
     
    Satuan Polisi Pamong Praja
    Satpol PP dibentuk untuk menegakkan Peraturan Daerah (“Perda”) dan Peraturan Kepala Derah (“Perkada”), menyelenggarakan ketertiban umum dan ketenteraman, serta menyelenggarakan perlindungan masyarakat.[1]
     
    Satpol PP adalah jabatan fungsional pegawai negeri sipil yang penetapannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[2] Satpol PP diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan.[3]
     
    Pegawai negeri sipil Satpol PP terdiri atas:[4]
    1. pejabat pimpinan tinggi pratama;
    2. pejabat administrasi; dan
    3. pejabat fungsional Pol PP
     
    Pegawai negeri sipil Satpol PP pejabat administrasi dan pejabat fungsional dapat memiliki kualifikasi sebagai pejabat penyidik pegawai negeri sipil (“PPNS”).[5]
     
    Satpol PP yang ditetapkan sebagai PPNS (terdiri dari PPNS Pol PP dan PPNS perangkat daerah lainnya) dapat langsung mengadakan penyidikan terhadap pelanggaran Perda.[6] PPNS yang melakukan penyidikan terhadap pelanggaran atas ketentuan Perda menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum dan berkoordinasi dengan penyidik kepolisian setempat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[7]
     
    Satpol PP mempunyai kewenangan sebagai berikut:[8]
    1. Melakukan tindakan penertiban non-yustisial terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
    Yang dimaksud dengan “tindakan penertiban non-yustisial” adalah tindakan yang dilakukan oleh polisi pamong praja dalam rangka menjaga dan/atau memulihkan ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat terhadap pelanggaran Perda dan/atau Perkada dengan cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak sampai proses peradilan.
     
    1. Menindak warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang mengganggu ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.
    Yang dimaksud dengan ”menindak” adalah melakukan tindakan hukum terhadap pelanggaran Perda untuk diproses melalui peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
     
    1. Melakukan tindakan penyelidikan terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang diduga melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
    Yang dimaksud dengan “tindakan penyelidikan” adalah tindakan polisi pamong praja yang tidak menggunakan upaya paksa dalam rangka mencari data dan informasi tentang adanya dugaan pelanggaran Perda dan/atau Perkada, antara lain mencatat, mendokumentasi atau merekam kejadian/keadaan, serta meminta keterangan.
     
    1. Melakukan tindakan administratif terhadap warga masyarakat, aparatur, atau badan hukum yang melakukan pelanggaran atas Perda dan/atau Perkada.
    Yang dimaksud dengan “tindakan administratif” adalah tindakan berupa pemberian surat pemberitahuan, surat teguran/surat peringatan terhadap pelanggaran Perda dan/atau Perkada.
     
    Biasanya pada masing-masing daerah diatur lebih rinci mengenai Satpol PP seperti dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 178 Tahun 2016 tentang Formasi Jabatan Fungsional Polisi Pamong Praja Pada Satuan Polisi Pamong Praja dan Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 4 Tahun 2013 tentang Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bekasi.
     
    Penggunaan Senjata Api
    Kemudian terkait pertanyaan Anda mengenai legalitas Satpol PP yang memiliki senjata, hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2010 tentang Penggunaan Senjata Api Bagi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja (“Permendagri 26/2010”).
     
    Jenis senjata api bagi anggota Satpol PP terdiri atas:[9]
    1. senjata peluru gas;
    2. semprotan gas; dan
    3. alat kejut listrik.
     
    Anggota Satpol PP yang dapat menggunakan senjata api meliputi:[10]
    1. Kepala Satuan;
    2. Kepala Bagian/Bidang;
    3. Kepala Seksi;
    4. Komandan Pleton; dan
    5. Komandan Regu.
     
    Selain pejabat Satpol PP, anggota Satpol PP yang melaksanakan tugas operasional di lapangan juga dapat menggunakan senjata api.[11] Jumlah senjata api yang dapat dimiliki untuk digunakan oleh anggota Satpol PP, paling banyak 1/3 dari seluruh anggota Satpol PP.[12]
     
    Senjata api ini digunakan oleh anggota Satpol PP pada saat pelaksanaan tugas operasional di lapangan dengan berpakaian dinas.[13] Senjata api yang digunakan anggota Satpol PP tidak dapat dipinjamkan atau dipakai orang lain yang tidak memiliki izin penggunaan.[14]
     
    Penggunaan senjata api tersebut sesuai dengan surat izin yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah setempat.[15] Pemohonan izin penggunaan senjata api bagi Satpol PP diajukan oleh Gubernur/Bupati/Walikota kepada Kepala Kepolisian Daerah setempat melalui Direktur Intelijen Keamanan.[16]
     
    Penggunaan senjata api di luar dari Surat Izin yang dikeluarkan oleh Kepolisian Daerah setempat, harus mendapat Surat Izin Angkut/Penggunaan Senjata Api dari Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Kepala Badan Intelijen Keamanan.[17] Kepala Satpol PP mengajukan Surat Izin Angkut/Penggunaan Senjata Api kepada Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia melalui Kepala Badan Intelijen Keamanan dengan melampirkan rekomendasi dari Kepala Kepolisian Daerah setempat.[18]
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 201 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemrintahan Daerah  yang telah ditetapkan sebagai undang-undang oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang kemudian diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
    2. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa;
    3. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja;
    4. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2010 tentang Penggunaan Senjata Api Bagi Anggota Satuan Polisi Pamong Praja;
    5. Peraturan Daerah Kota Bekasi Nomor 4 Tahun 2013 tentang Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bekasi;
    6. Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 178 Tahun 2016 tentang Formasi Jabatan Fungsional Polisi Pamong Praja Pada Satuan Polisi Pamong Praja.

    [1] Pasal 255 ayat (1) UU 23/2014
    [2] Pasal 256 ayat (1) UU 23/2014
    [3] Pasal 256 ayat (2) UU 23/2014 jo Pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2018 tentang Satuan Polisi Pamong Praja (“PP 16/2018”)
    [4] Pasal 15 ayat (2) PP 16/2018
    [5] Pasal 15 ayat (3) PP 16/2018, yang dimaksud dengan PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku Penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing (Pasal 1 angka 5 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan Koordinasi, Pengawasan, dan Pembinaan Teknis Terhadap Kepolisian Khusus, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Bentuk-Bentuk Pengamanan Swakarsa).
    [6] Pasal 9 ayat (1), (2), dan (4) PP 16/2018
    [7] Pasal 9 ayat (5) PP 16/2018
    [8] Pasal 255 ayat (2) UU 23/2014 dan penjelasannya jo. Pasal 7 PP 16/2018 dan penjelasannya.
    [9] Pasal 2 Permendagri 26/2010
    [10] Pasal 3 ayat (1) Permendagri 26/2010
    [11] Pasal 3 ayat (2) Permendagri 26/2010
    [12] Pasal 4 Permendagri 26/2010
    [13] Pasal 8 ayat (1) Permendagri 26/2010
    [14] Pasal 10 Permendagri 26/2010
    [15] Pasal 8 ayat (2) Permendagri 26/2010
    [16] Pasal 7 Permendagri 26/2010
    [17] Pasal 9 ayat (1) Permendagri 26/2010
    [18] Pasal 9 ayat (2) Permendagri 26/2010

    Tags

    hukumonline
    senjata

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Mau Melaporkan Tindak Pidana ke Polisi? Begini Prosedurnya

    21 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!