Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Surat Kuasa Khusus Pada Tingkat Kasasi

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Surat Kuasa Khusus Pada Tingkat Kasasi

Surat Kuasa Khusus Pada Tingkat Kasasi
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Surat Kuasa Khusus Pada Tingkat Kasasi

PERTANYAAN

Pemberi kuasa telah menyatakan bahwa memberikan kuasa kepada pengacara untuk mendampingi di pengadilan mulai dari Pengadilan Negeri sampai kasasi di Mahkamah Agung. Tetapi pada saat kasus akan dikasasi, kenapa pengacara saya meminta untuk dibuatkan surat kuasa khusus lagi? Bukankah surat kuasa pertama sudah menyatakan akan mewakili saya dari awal sampai kasasi? Apakah saya dibodohi? Apakah surat kuasa untuk kasasi harus dibuat tersendiri lagi?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Pasal 44 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung menggariskan bahwa apabila yang mengajukan permohonan kasasi adalah kuasa, agar permohonan memenuhi syarat, maka harus berdasarkan surat kuasa yang khusus dibuat untuk itu. Artinya untuk setiap tingkat pemeriksaan, harus dibuat surat kuasa khusus, yang terpisah dan tersendiri untuk masing-masing instansi pengadilan.
     
    Tapi pada perkembangannya berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus dan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan diatur bahwa apabila dalam surat kuasa khusus tersebut teleh disebutkan bahwa kuasa juga mencakup untuk pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi maka surat kuasa tersebut masih tetap berlaku tanpa diperlukan surat khusus lagi kecuali pada proses peninjauan kembali maka memang harus dibuatkan surat kuasa baru.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Catatan:
    Klinik Hukumonline telah menerima beberapa masukan dari pembaca berkaitan dengan artikel jawaban ini. Masukan-masukan tersebut telah kami tambahkan dalam artikel ini sehingga jawaban kami menjadi lebih lengkap dari sebelumnya.
     
    Pemberian Kuasa
    Untuk memahami pengertian pemberian kuasa secara umum, kita dapat merujuk pada Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)yang berbunyi:
     
    Pemberian kuasa ialah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang yang memberikan kuasa.
     
    Kuasa dapat diberikan dan diterima dengan suatu akta umum, dengan suatu surat di bawah tangan bahkan dengan sepucuk surat ataupun dengan lisan. Penerimaan suatu kuasa dapat pula terjadi secara diam-diam dan disimpulkan dari pelaksanaan kuasa itu oleh yang diberi kuasa.[1]
     
    Pemberi kuasa dapat memberikan surat kuasa (tertulis), antara lain:
    1. Surat Kuasa Umum
    Surat kuasa umum, berdasarkan Pasal 1796 KUH Perdata, dinyatakan bahwa pemberian kuasa yang dirumuskan dengan kata-kata umum, hanya meliputi perbuatan-perbuatan pengurusan. Sehingga, surat kuasa umum hanya boleh berlaku untuk perbuatan-perbuatan pengurusan saja. Sedangkan, untuk memindahtangankan benda-benda, atau sesuatu perbuatan lain yang hanya boleh dilakukan oleh pemilik, tidak diperkenankan pemberian kuasa dengan surat kuasa umum, melainkan harus dengan surat kuasa khusus.
     
    1. Surat Kuasa Khusus
    Pemberian kuasa ini dapat dilakukan secara khusus, yaitu hanya mengenai satu kepentingan tertentu atau lebih, atau secara umum, yaitu meliputi segala kepentingan pemberi kuasa (lihat Pasal 1795 KUH Perdata). Dalam surat kuasa khusus, di dalamnya dijelaskan tindakan-tindakan apa saja yang boleh dilakukan oleh penerima kuasa. Jadi, karena ada tindakan-tindakan yang dirinci dalam surat kuasa tersebut, maka surat kuasa tersebut menjadi surat kuasa khusus.
     
    Penjelasan selengkapnya mengenai surat kuasa dapat Anda simak dalam artikel Ciri dan Isi Surat Kuasa Khusus.
     
    Surat Kuasa Khusus Pada Tingkat Kasasi
    Menurut Pasal 44 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU MA”) sebagaimana terakhir kali diubah olehUndang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, permohonan kasasi dapat diajukan oleh pihak yang berperkara atau wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu dalam perkara perdata atau perkara tata usaha negara yang diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Tingkat Banding atau Tingkat Terakhir di Lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, dan Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara.
     
    M. Yahya Harahap dalam bukunya Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan (hal. 25) menjelaskan bahwa Pasal 44 ayat (1) huruf a UUMA ini menggariskan, apabila yang mengajukan permohonan kasasi adalah kuasa, agar permohonan memenuhi syarat, harus berdasarkan surat kuasa yang khusus dibuat untuk itu. Jadi, untuk setiap tingkat pemeriksaan, harus dibuat surat kuasa khusus, yang terpisah dan tersendiri untuk masing-masing instansi pengadilan.
     
    Lebih lanjut Yahya menjelaskan bahwa hal ini didukung juga dengan yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 51 K/Pdt/1991. Jika sejak semula pemberi kuasa telah memberi kuasa kepada seseorang untuk bertindak mewakili sejak peradilan tingkat pertama, banding, dan kasasi, surat kuasa itu tidak valid dipergunakan pada tingkat kasasi. Sehingga, harus dibuat lagi surat kuasa yang khusus pada tingkat kasasi.
     
    Memang sebelumnya para praktisi hukum dan hakim berpedoman pada yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung Nomor 51 K/Pdt/1991 yang mengatakan bahwa harus dibuat lagi surat kuasa yang khusus pada tingkat kasasi.
     
    Namun pada perkembangannya Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 Tahun 1994 tentang Surat Kuasa Khusus (“SEMA 6/1994”) menyatakan bahwa:
     
    Untuk menciptakan keseragaman dalam hal pemahaman terhadap Surat Kuasa Khusus yang diajukan oleh para pihak beperkara kepada Badan-badan Peradilan, maka dengan ini diberikan petunjuk sebagai berikut:
    1. Surat Kuasa harus bersifat khusus dan menurut Undang-undang harus dicantumkan dengan jelas bahwa surat kuasa itu hanya dipergunakan untuk keperluan tertentu, misalnya:
      1. dalam perkara perdata harus dengan jelas disebut antara A sebagai Penggugat dan B sebagai Tergugat, misalnya dalam perkara waris atau hutang piutang tertentu dan sebagainya.
      2. Dalam perkara pidana harus dengan jelas menyebut Pasal-pasal KUHAP yang didakwakan kepada terdakwa yang ditunjuk dengan lengkap.
    2. Apabila dalam surat kuasa khusus tersebut telah disebutkan bahwa kuasa tersebut mencakup pula pemeriksaan dalam tingkat banding dan kasasi, maka surat kuasa khusus tersebut tetap sah berlaku hingga pemeriksaan dalam kasasi, tanpa diperlukan suatu surat khusus yang baru.
     
    Lebih lanjut hal ini dipertegas lagi oleh Hasil Rapat Kamar Perdata Romawi I Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 7 Tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan (“SEMA 7/2012”), bahwa apabila surat kuasa tersebut dengan tegas menyebut untuk digunakan dalam tingkat Pengadilan Negeri,Banding dan Kasasi, maka tidak diperlukan lagi surat kuasa khusus untuk tingkat banding dan kasasi, berikut bunyi selengkapnya:
     
    Tentang surat kuasa yang telah menyebutkan untuk digunakan dari tingkat pertama sampai tingkat kasasi dan peninjauan kembali, disepakati:
    1. Apabila surat kuasa tersebut dengan tegas menyebut untuk digunakan dalam tingkat Pengadilan Negeri, Banding dan Kasasi, maka tidak diperlukan lagi surat kuasa khusus untuk tingkat banding dan kasasi. (pedoman SEMA 6/1994).
    2. Namun apabila surat kuasa menyebutkan untuk digunakan sampai dengan pemeriksaan peninjauan kembali, tetap diperlukan adanya surat kuasa khusus untuk peninjauan kembali, karena peninjauan kembali bukan peradilan tingkat selanjutnya dari tingkat pertama, banding dan kasasi. Peninjauan kembali merupakan upaya hukum luar biasa sehingga harus dibedakan dengan upaya hukum biasa dalam penilaian atas keberadaan surat kuasa yang digunakan.
    3. Ketentuan sebagaimana tersebut dalam SEMA No.6 Tahun 1994 huruf a dan b tersebut juga berlaku terhadap surat kuasa yang diberikan secara lisan.
    4. Dst.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Putusan:
    Putusan Mahkamah Agung Nomor 51 K/Pdt/1991
     
    Referensi:
    M. Yahya Harahap. 2016. Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika.
     
    [1] Pasal 1793 KUH Perdata

    Tags

    pengadilan
    perdata

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    19 Mei 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!