Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dasar Hukum Reklamasi Danau

Share
copy-paste Share Icon
Pertanahan & Properti

Dasar Hukum Reklamasi Danau

Dasar Hukum Reklamasi Danau
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dasar Hukum Reklamasi Danau

PERTANYAAN

Sejak adanya kasus reklamasi Pantai Utara Jakarta, sekarang juga muncul kasus reklamasi danau. Reklamasi pantai juga dasar hukum yang dipakai sudah tidak berlaku. Lalu bagaimana dengan reklamasi danau? Apakah ada dasar hukumnya?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Sanksi Jika Melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah

    Sanksi Jika Melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah

     

     

    Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.

     

    Perlu diketahui bahwa tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oleh Negara.

     

    Pengaturan mengenai reklamasi di wilayah pelabuhan sungai dan danau dapat kita lihat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi (“Permenhub 52/2011”) sebagaimana terakhir kali diubah oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 136 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi (“Permenhub 136/2015”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

    Secara umum aturan mengenai reklamasi dapat kita lihat dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (“UU 27/2007”) sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (“UU 1/2014”).

     

    Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.[1]

     

    Reklamasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilakukan dalam rangka meningkatkan manfaat dan/atau nilai tambah Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil ditinjau dari aspek teknis, lingkungan, dan sosial ekonomi.[2] Reklamasi di wilayah pesisir hanya boleh dilakukan apabila manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar daripada biaya sosial dan biaya ekonominya.[3]

     

    Pelaksanaan Reklamasi wajib menjaga dan memperhatikan:[4]

    a.    keberlanjutan kehidupan dan penghidupan Masyarakat;

    b.    keseimbangan antara kepentingan pemanfaatan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil; serta

    c.    persyaratan teknis pengambilan, pengerukan, dan penimbunan material.

     

    Perencanaan dan pelaksanaan reklamasi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Presiden, yaitu Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (“Perpres 122/2012”). Perlu diketahui bahwa Perpres 122/2012 ini masih berlaku.

     

    Ruang lingkup Perpres 122/2012 ini meliputi perencanaan dan pelaksanaan reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.[5] Reklamasi tidak dapat dilakukan pada kawasan konservasi dan alur laut.[6]

     

    Perpres 122/2012 ini dikecualikan bagi reklamasi di:[7]

    a.  Daerah Lingkungan Kerja (DLKr) dan Daerah Lingkungan Kepentingan (DLKp) pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul serta di wilayah perairan terminal khusus;

    b.    lokasi pertambangan, minyak, gas bumi, dan panas bumi; dan

    c.    kawasan hutan dalam rangka pemulihan dan/atau perbaikan hutan.

     

    Perizinan Reklamasi

    Pemerintah, pemerintah daerah, dan setiap orang yang akan melaksanakan reklamasi wajib memiliki izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi.[8]

     

    Untuk memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi, Pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang wajib terlebih dahulu mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota.[9]

     

    Menteri memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategis Nasional Tertentu, kegiatan reklamasi lintas provinsi, dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh Pemerintah.[10] Pemberian izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi pada Kawasan Strategis Nasional Tertentu dan kegiatan reklamasi lintas provinsi diberikan setelah mendapat pertimbangan dari bupati/ walikota dan gubernur.[11]

     

    Gubernur dan bupati/walikota memberikan izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dalam wilayah sesuai dengan kewenangannya dan kegiatan reklamasi di pelabuhan perikanan yang dikelola oleh pemerintah daerah.[12]

     

    Jadi, untuk melakukan reklamasi, maka penyelenggara harus terlebih dahulu memperoleh izin lokasi dan izin pelaksanaan reklamasi dari pemerintah.

     

    Reklamasi Danau

    Pengaturan mengenai reklamasi danau dapat kita lihat dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi (“Permenhub 52/2011”) sebagaimana terakhir kali diubah oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 136 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi (“Permenhub 136/2015”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah (“PP 16/2004”).

     

    Pekerjaan reklamasi harus mendapat izin dari bupati/walikota untuk pekerjaan reklamasi di wilayah perairan pelabuhan pengumpan lokal dan pelabuhan sungai dan danau.[13] Reklamasi tersebut untuk membangun pelabuhan laut dan terminal khusus yang berada di perairan dapat dilaksanakan pekerjaan reklamasi.[14]

     

    Perlu diketahui bahwa tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau, dan bekas sungai dikuasai langsung oleh Negara.[15]

     

    Reklamasi Pantai Jakarta

    Mengenai pernyataan Anda yang mengatakan bahwa peraturan tentang reklamasi sudah tidak berlaku lagi, perlu kami luruskan bahwa yang sudah tidak berlaku adalah Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta (“Kepres 52/1995”).

     

    Dalam artikel Pak Ahok, untuk Siapa Reklamasi Pantai Jakarta tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta yang kami akses dari laman media Kompas.com, dasar hukum yang dipakai adalah Kepres 52/1995. Perlu diketahui bahwa Kepres 52/1995 tersebut sudah dicabut oleh Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.

     

    Contoh Kasus Reklamasi Danau

    Sebagai contoh reklamasi danau dapat kita lihat dalam artikel Proyek Reklamasi Danau Singkarak Resmi Dihentikan yang kami akses dari laman Republika.co.id dimana ada proyek relamasi Danau Singkarak, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat. Proyek reklamasi tersebut untuk membangun hotel dan arena bermain. Namun, proyek relamasi tersebut resmi dihentikan pelaksanaanya setelah Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah melakukan kajian komprehensif terhadap izin dan dampak lingkungan yang mungkin terjadi.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.  Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana diubah oleh Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;

    2.    Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah;

    3.    Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, Cianjur.;

    4.    Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi Di Wilayah Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil;

    5.    Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta;

    6.   Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi sebagaimana terakhir kali diubah oleh Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 136 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 52 Tahun 2011 tentang Pengerukan dan Reklamasi.

     

     



    [1] Pasal 1 angka 23 UU 1/2014 jo. Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (“Perpres 122/2012”)

    [2] Pasal 34 ayat (1) UU 27/2007

    [3] Penjelasan Pasal 34 ayat (1) UU 27/2007

    [4] Pasal 34 ayat (2) UU 27/2007

    [5] Pasal 2 ayat (1) Perpres 122/2012

    [6] Pasal 2 ayat (3) Perpres 122/2012

    [7] Pasal 2 ayat (2) Perpres 122/2012

    [8] Pasal 15 Perpres 122/2012

    [9] Pasal 16 ayat (1) Perpres 122/2012

    [10] Pasal 16 ayat (2) PP 122/2012

    [11] Pasal 16 ayat (3) PP 122/2012

    [12] Pasal 16 ayat (4) PP 122/2012

    [13] Pasal 16 huruf c Permenhub 136/2015

    [14] Pasal 15 ayat (1) Permenhub 52/2011

    [15] Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah

    Tags

    Kelautan dan perikanan
    pulau

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Dasar Hukum Poligami di Indonesia dan Prosedurnya

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!