Saya adalah mahasiswa di salah satu Perguruan Tinggi Swasta. Saya ingin bertanya 2 pertanyaan: Pertama, apakah peraturan kampus mengenai larangan berambut gondrong itu telah melanggar hak asasi tentang kebebasan berekspresi dan demokrasi? Sepemahaman saya, menurut Pasal 6 huruf b UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Perguruan Tinggi seharusnya mengedepankan prinsip demokrasi. Lalu pertanyaan kedua, apa dasar kampus menerapkan peraturan tersebut? Jika hanya soal kerapian, gondrongpun bisa rapi. Berambut pendek bukan tolak ukur suatu nilai dan prestasi mahasiswa. Sewaktu saya berdebat soal ini dengan dosen hukum, dosen tersebut malah menjawab: “Mahasiswa yang telah masuk kampus ini telah menyetujui aturan kampus.” Dosen tersebut mempersilakan mahasiswa yang ingin berambut gondrong mencari kampus yang memperbolehkan rambut gondrong. Apa iya kampus punya kewenangan dalam membuat peraturan yang menurut saya bertentangan dengan UU yang saya maksud tadi?
Kebebasan bereskpresi adalah cara untuk pencarian kebenaran. Kebebasan berekspresi ditempatkan sebagai kebebasan untuk mencari, menyebarluaskan dan menerima informasi serta kemudian memperbincangkannya apakah mendukung atau mengkritiknya sebagai sebuah proses untuk menghapus miskonsepsi atas fakta dan nilai.
Menurut hemat kami, berambut panjang tidak menyatakan pendapat terhadap suatu hal. Dengan kata lain berambut panjang tidak termasuk dalam kebebasan berekspresi. Hal tersebut tergantung pada kebijakan yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Oleh sebab itu, larangan pihak kampus kepada para mahasiswanya untuk berambut gondrong merupakan hal yang boleh saja dilakukan, dikarenakan Anda telah sepakat dan mengikatkan diri sebagai pihak yang mematuhi peraturan Perguruan Tinggi tersebut.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Asasi Manusia
Pada intinya setiap manusia memiliki hak asasi yang melekat pada dirinya dan tiada seorang pun yang dapat mencabut hak asasi tersebut dari pribadi setiap manusia, karena memang pada hakekatnya hak asasi tersebut adalah hak dasar atau hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Sebagai konsekuensi melekatnya hak dasar atau hak asasi pada diri setiap manusia, Indonesia sebagai negara hukum (rechtstaat)wajib menjamin dan menjaga agar hak asasi atau hak dasar setiap warga negara Indonesia tidak dilanggar. Bentuk penjaminan dan perlindungan hak asasi atau hak dasar tersebut tertuang dalam Konstitusi Negara Indonesia yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (“UUD 1945”),khususnya dalam Pasal 28A-28J UUD 1945 yang mencantumkan bagian bab tersendiri mengenai Hak Asasi Manusia (“HAM”).
Seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Kebebasan Berekspresi
Terkait kebebasan berekspresi menurut para sarjana, salah satunya seperti dikemukakan oleh John Locke, sebagaimana dikutip oleh Larry Alexander, dalam bukunya Is There A Right to Freedom of Expression (hal. 128), yang menyatakan bahwa kebebasan bereskpresi adalah cara untuk pencarian kebenaran. Kebebasan berekspresi ditempatkan sebagai kebebasan untuk mencari, menyebarluaskan dan menerima informasi serta kemudian memperbincangkannya apakah mendukung atau mengkritiknya sebagai sebuah proses untuk menghapus miskonsepsi atas fakta dan nilai. Pendapat John Locke tersebut senada dengan Pasal 14 ayat (2) UU HAM yang berbunyi:
Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia.
Setiap orang berhak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat; hak ini termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan memberikan informasi dan pemikiran apapun, terlepas dari pembatasan-pembatasan secara lisan, tertulis, atau dalam bentuk cetakan, karya seni atau melalui media lain sesuai dengan pilihannya.
Analisis
Dengan demikian, pengertian dari kebebasan berekspresi merupakan kebebasan berpendapat atau menyatakan pendapat terhadap suatu informasi. Menurut hemat kami,berambut panjang tidak menyatakan pendapat terhadap suatu hal. Dengan kata lain berambut panjang tidak termasuk dalam kebebasan berekspresi. Hal tersebut tergantung pada kebijakan yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Sehingga, jika tidak ada larangan mengenai hal tersebut, maka sah-sah saja mahasiswa laki-laki memiliki rambut gondrong.
Terkait dengan pertanyaan kedua Anda, menurut hemat kami, karena pada saat Anda dinyatakan sebagai mahasiswa Perguruan Tinggi tersebut setiap mahasiswa wajib mematuhi semua aturan yang dikeluarkan oleh kampus, maka Anda wajib mengikuti semua aturan kampus yang berlaku, termasuk untuk pihak laki-laki tidak boleh memiliki rambut gondrong.
Terkait hal yang mengatur mengenai mahasiswa wajib mematuhi norma yang dikeluarkan oleh perguruan tinggi dapat ditemukan dalam Pasal 13 ayat (6)Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (“UU 12/2012”) yang menyatakan sebagai berikut:
Mahasiswa berkewajiban menjaga etika dan menaati norma Pendidikan Tinggi untuk menjamin terlaksanannya Tridharma dan pengembangan budaya akademik.
Dengan demikian, Anda sebagai mahasiswa wajib menaati dan mengikuti norma Perguruan Tinggi. Jika pihak kampus mengeluarkan peraturan yang melarang laki-laki berambut panjang, maka mahasiswa harus mematuhi peraturan tersebut.Oleh sebab itu, larangan pihak kampus kepada para mahasiswanya untuk berambut gondrong merupakan hal yang boleh saja dilakukan, dikarenakan Anda telah sepakat dan mengikatkan diri sebagai pihak yang mematuhi peraturan Perguruan Tinggi tersebut.
Menurut hemat kami, peraturan kampus tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan khususnya ketentuan mengenai kebebasan berekspresi. Namun, apabila Anda tidak sepakat mengenai peraturan kampus yang melarang mahasiswa memiliki rambut gondrong, sebaiknya Anda menyampaikan permasalahan tersebut kepada lembaga yang berwenang meninjau ulang peraturan kampus agar dapat mengevaluasi peraturan kampus tersebut.