Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Debitur Menggugat Objek Jaminan yang Sudah Dilelang?

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Bisakah Debitur Menggugat Objek Jaminan yang Sudah Dilelang?

Bisakah Debitur Menggugat Objek Jaminan yang Sudah Dilelang?
Albert Aries, S.H., M.H.Albert Aries & Partners
Albert Aries & Partners
Bacaan 10 Menit
Bisakah Debitur Menggugat Objek Jaminan yang Sudah Dilelang?

PERTANYAAN

Apakah bisa seorang debitur secara pribadi mengajukan gugatan perdata tentang jaminan yang sudah dilelang ke pengadilan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

     

     

    Pada prinsipnya, pengadilan tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan oleh seseorang, dalam hal ini misalnya jika debitur mengajukan gugatan atas dilelangnya jaminan tersebut oleh pengadilan.

     

    Namun demikian, perlu ditelaah lebih lanjut mengenai dalil apa yang menjadi dasar pengajuan gugatan tersebut oleh debitur, yaitu misalnya apakah utangnya ternyata belum jatuh tempo, atau apakah ada perbuatan melawan hukum dalam pembuatan perjanjian pokok sebelum dilakukannya pembebanan hak tanggungan, atau hanyalah merupakan gugatan yang sifatnya untuk menunda atau mengganggu dilaksanakan pelelangan jaminan tersebut.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    KLINIK TERKAIT

    Seluk Beluk Pembatalan Lelang

    Seluk Beluk Pembatalan Lelang

     

    Ulasan:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Sayang sekali Anda tidak menginformasikan lebih lanjut mengenai jenis jaminan apa yang Anda maksud. Dalam hukum perdata, suatu jaminan dapat berupa benda tetap/tidak bergerak (misalnya tanah atau kapal yang bobotnya melebihi 20 meter kubik), benda bergerak (misalnya mobil), benda yang didirikan dan/atau melekat di atas alas milik orang lain, dan benda berupa hak yang dapat dikuasai oleh Hak Milik.[1]

     

    Oleh karena itu, untuk menjawab pertanyaan Anda, kami berasumsi bahwa jaminan tersebut adalah berupa tanah (benda tidak bergerak), yang dapat dijaminkan dengan pembebanan Hak Tanggungan sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah (“UUHT”).

     

    Hak Tanggungan dan Sifatnya

    Adapun pengertian dari Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.[2]

     

    Dari pengertian tersebut, dapat kita ketahui bahwa sifat Hak Tanggungan adalah accessoir, yang pemberiannya merupakan “perjanjian ikutan” dari perjanjian pokoknya, misalnya perjanjian utang-piutang. Perjanjian utang-piutang tersebut dapat dibuat dengan akta di bawah tangan atau harus dibuat dengan akta otentik, tergantung pada ketentuan hukum yang mengatur materi dari perjanjian itu. Dengan demikian, tidak akan pernah ada Hak Tanggungan tanpa adanya perjanjian pokok yang mendahuluinya.

     

    Selanjutnya, sebagai tanda bukti adanya suatu Hak Tanggungan, maka Kantor Pertanahan akan menerbitkan sertipikat Hak Tanggungan yang memuat irah-irah dengan kata-kata "DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA". Hal ini berarti Sertipikat Hak Tanggungan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama seperti putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.[3]

     

    Bisakah Debitur Menggugat Jaminan yang Sudah Dilelang?

    Dasar hukum lelang obyek Hak Tanggungan adalah Pasal 6 UU HT yang berbunyi:

     

    Apabila debitor cidera janji, pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut.

     

    Jika Obyek Hak Tanggungan Belum Dilelang

    Sebagai tambahan informasi untuk Anda, yang bisa menghentikan lelang adalah gugatan dari pihak ketiga. Hal ini telah diatur dalam Pasal 14 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang (“Permenkeu 27/2016”):

    Dalam hal terdapat gugatan sebelum pelaksanaan lelang terhadap objek Hak Tanggungan dari pihak lain selain debitor/tereksekusi, suami atau istri debitor/tereksekusi yang terkait kepemilikan, Lelang Eksekusi Pasal 6 UUHT tidak dapat dilaksanakan.

     

    Jika Obyek Hak Tanggungan Sudah Dilelang

    Lalu bagaimana jika obyek Hak Tanggungan sudah dilelang dan yang menggugatnya adalah debitur?

     

    Menjawab pertanyaan Anda yang menanyakan apakah seorang debitur secara pribadi dapat mengajukan gugatan perdata tentang jaminan yang sudah dilelang ke pengadilan, maka pada prinsipnya, pengadilan tidak boleh menolak suatu perkara yang diajukan oleh seseorang, dalam hal ini misalnya jika debitur mengajukan gugatan atas dilelangnya jaminan tersebut oleh pengadilan.[4]

     

    Namun demikian, perlu ditelaah lebih lanjut mengenai dalil apa yang menjadi dasar pengajuan gugatan tersebut oleh debitur, yaitu misalnya apakah utangnya ternyata belum jatuh tempo, atau apakah ada perbuatan melawan hukum dalam pembuatan perjanjian pokok sebelum dilakukannya pembebanan hak tanggungan, atau hanyalah merupakan gugatan yang sifatnya untuk menunda atau mengganggu dilaksanakan pelelangan jaminan tersebut (vexatious litigation).

     

    Dari pengalaman advokasi kami seputar gugatan pembatalan lelang atas jaminan yang dibebani dengan Hak Tanggungan, kami menemukan adanya celah hukum bagi debitur untuk menggugat pembatalan lelang Hak Tanggungan dengan dalil misalnya adanya perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan keadaan (misbruik van omstadigheden) pada waktu pembuatan perjanjian utang-piutang, sebagai perjanjian pokoknya.

     

    Sebagai referensi tambahan untuk Anda, berikut Putusan Mahkamah Agung Nomor 10K/Pdt/1984, tanggal 31 Agustus 1985, yang memiliki kaidah hukum sebagai berikut:

     

    Kemudian ternyata, Ny. Inarti (pelawan) di dalam putusan perdata No. 80/1978/G tersebut adalah termasuk “pihak” yang harus mengosongkan dan menyerahkan tanah objek eksekusi kepada terlawan, maka menurut hukum acara perdata, Gugatan Perlawanan yang diajukan oleh istri tereksekusi harus dinyatakan tidak dapat diterima.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.    Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

    2.    Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

    3.    Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah;

    4.    Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;

    5.    Peraturan Menteri Keuangan Nomor 27/PMK.06/2016 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang.

     

    Putusan:

    Putusan Mahkamah Agung Nomor 10K/Pdt/1984



    [1] Pasal 499 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

    [2]  Pasal 1 angka 1 UUHT

    [3] Pasal 14 UUHT

    [4] Pasal 22 Peraturan Umum Mengenai Perundang-Undangan untuk Indonesia/Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesie) dan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.

     

     

    Tags

    pengadilan
    perdata

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Begini Cara Hitung Upah Lembur Pada Hari Raya Keagamaan

    12 Apr 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!