Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Pertanggungjawaban Dokter yang Menangani Surrogate Mother

Share
copy-paste Share Icon
Keluarga

Pertanggungjawaban Dokter yang Menangani Surrogate Mother

Pertanggungjawaban Dokter yang Menangani <i>Surrogate Mother</i>
Robert Pranata Barus, S.H. Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Pertanggungjawaban Dokter yang Menangani <i>Surrogate Mother</i>

PERTANYAAN

Yang saya ingin tanyakan adalah mengenai pertanggungjawaban dokter yang menangani Surrogate Mother. Apakah seorang dokter bisa dikenakan sanksi pidana apabila terbukti menangani Surrogate Mother? Apakah sudah ada aturan yang melarang seorang dokter untuk menangani Surrogate Mother? Bagaimana sanksi hukum yang dapat dijatuhkan kepada dokter tersebut? Terima kasih banyak.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

     

     

    Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah hanya dapat dilakukan pada pasangan suami isteri yang terikat perkawinan yang sah dan mengalami ketidaksuburan atau infertilitas untuk memperoleh keturunan, dengan ketentuan:

    a. Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;

    b.  Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan

    c.   Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

     

    Jadi, yang diperbolehkan oleh hukum positif Indonesia adalah sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam peraturan di atas. Adapun metode atau upaya Kehamilan di Luar Cara Alamiah selain yang diatur (termasuk Surrogate Mother) tidak diperbolehkan.

     

    Hukum positif belum mengatur sanksi pidana bagi Dokter yang menangani Surrogate Mother, akan tetapi menurut hemat kami, dokter yang bersangkutan dapat diproses sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    KLINIK TERKAIT

    Bisakah Menuntut Dokter Jika Pasien Tidak Sembuh Total?

    Bisakah Menuntut Dokter Jika Pasien Tidak Sembuh Total?

     

    Ulasan:

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Arti Surrogate Mother

    Menurut Black’s Law Dictionary 9thEdition, Surrogate Mother adalah :

     

    A woman who carries out the gestational function and gives birth to a child for another; esp. a woman who agrees to provide her uterus to carry an embryo throughout pregnancy, typically on behalf of an infertile couple, and who relinquishes any parental rights she may have upon the birth of the child. A surrogate mother mayor may not be the genetic mother of a child. 2. A person who performs the role of a mother.

     

    Pemahaman tentang Surrogate Mother berdasarkan penjelasan di atas adalah metode pembuahan di luar rahim, dimana pembuahan istri oleh suami yang menanam benih kehidupan di dalam rahim yang bukan istrinya melalui proses inkubasi, atau yang biasa dikenal dengan istilah sewa rahim atau ibu pengganti.

     

    Upaya Kehamilan di Luar Cara Alamiah

    Hukum positif telah mengatur Upaya Kehamilan di Luar Cara Alamiah yang hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah, adapun ketentuan tersebut termaktub dalam Pasal 127 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) berbunyi:

     

    Upaya kehamilan di luar cara alamiah hanya dapat dilakukan oleh pasangan suami istri yang sah dengan ketentuan:

    a.  Hasil pembuahan sperma dan ovum dari suami istri yang bersangkutan ditanamkan dalam rahim istri dari mana ovum berasal;[1]

    b.  Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu; dan

    c.   Pada fasilitas pelayanan kesehatan tertentu.

     

    Selain itu, Pasal 1 angka 10 dan Pasal 40 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (“PP Kesehatan Reproduksi”) sebagai peraturan pelaksana Pasal 127 ayat (2) UU Kesehatan menyatakan:

     

             Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah adalah upaya memperoleh kehamilan di luar cara alamiah tanpa melalui proses hubungan seksual antara suami dan istri apabila cara alami tidak memperoleh hasil.


    dan


    Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah hanya dapat dilakukan pada pasangan suami isteri yang terikat perkawinan yang sah dan mengalami ketidaksuburan atau infertilitas untuk memperoleh keturunan.


    Definisi Kehamilan di Luar Cara Alamiah selanjutnya terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah (“Permenkes 43/2015”) yang berbunyi sebagai berikut:

     

    Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah yang selanjutnya disebut dengan Pelayanan Teknologi Reproduksi Berbantu adalah upaya memperoleh kehamilan di luar cara alamiah tanpa melalui proses hubungan suami istri (sanggama) apabila cara alami tidak memperoleh hasil, dengan mempertemukan spermatozoa suami dengan sel telur istri di dalam tabung.

     

    Jadi yang diperbolehkan oleh hukum positif Indonesia adalah sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam berbagai peraturan di atas. Adapun metode atau upaya Kehamilan di Luar Cara Alamiah selain yang diatur (termasuk Surrogate Mother) tidak diperbolehkan.

     

    Jika Dokter Menangani Surrogate Mother

    Hukum positif belum mengatur sanksi pidana bagi Dokter yang menangani Surrogate Mother, akan tetapi Dokter dapat dikenakan tindakan administratif berdasarkan Pasal 51 ayat (1) dan (2) PP Kesehatan Reproduksi:

     

    (1)  Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 31, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 39, Pasal 40 ayat (4), Pasal 43 ayat (3), dan ayat (4), Pasal 44, dan Pasal 46 sesuai dengan kewenangan masing-masing.

    (2)  Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa :

    a.    Teguran tertulis;

    b.    Denda administratif;

    c.    Pencabutan izin sementara; dan/atau

    d.    Pencabutan izin tetap.

     

    Adapun pasal-pasal tersebut di atas yang dilanggar antara lain adalah apabila:

    a.    Tenaga kesehatan/dokter melakukan tindakan aborsi ilegal;[2]

    b.    Dokter yang melakukan aborsi berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan itu sebelumnya tidak mendapatkan pelatihan oleh penyelenggara pelatihan yang terakreditasi;[3]

    c.  Tenaga kesehatan yang menangani Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah tidak mempunyai kompetensi dan kewenangan;[4]

    d.    Tenaga kesehatan menanam kelebihan embrio hasil pembuahan di luar tubuh manusia (ferlilisasi invitro) pada rahim perempuan lain;[5]

     

    Berdasarkan ketentuan dan penjelasan yang telah kami sampaikan, kami menyimpulkan bahwa tindakan medis Surrogate Mother dilarang di Indonesia, sehingga apabila ditemukan dokter melakukan perbuatan tersebut, maka dokter yang bersangkutan dapat diproses sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

     

    Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak Langkah Hukum yang Dapat Dilakukan Pasien yang Mengalami Salah Diagnosis.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar hukum:

    1.     Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;

    2.     Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi;

    3.   Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Reproduksi dengan Bantuan atau Kehamilan di Luar Cara Alamiah.

     



    [1] Lihat juga Pasal 40 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (“PP Kesehatan Reproduksi”)

    [2] Pasal 31 PP Kesehatan Reproduksi

    [3] Pasal 36 ayat (1) PP Kesehatan Reproduksi

    [4] Pasal 40 ayat (4) PP Kesehatan Reproduksi

    [5] Pasal 43 ayat (3) huruf b PP Kesehatan Reproduksi

     

    Tags

    kesehatan
    tenaga kesehatan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Pasal Penipuan Online untuk Menjerat Pelaku

    27 Des 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!