Akibat Jika Proses Diversi Tidak Menghasilkan Kesepakatan
PERTANYAAN
1. Apakah diversi anak bisa dilakukan dalam hal anak didakwa dengan ancaman pidana penjara 7 tahun atau lebih? 2. Apakah penetapan diversi dapat dibatalkan atau batal demi hukum?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
1. Apakah diversi anak bisa dilakukan dalam hal anak didakwa dengan ancaman pidana penjara 7 tahun atau lebih? 2. Apakah penetapan diversi dapat dibatalkan atau batal demi hukum?
Intisari:
Diversi tidak bisa dilakukan dalam hal anak didakwa dengan ancaman pidana penjara 7 tahun atau lebih.
Dalam kesepakatan diversi, si Anak yang menjadi tersangka dan/atau korban juga diperhitungkan suara dan pendapatnya dalam pembuatan kesepakatan diversi. Akan tetapi, proses diversi tetap harus melibatkan orang dewasa seperti orang tua/wali sang Anak.
Layaknya perjanjian pada umumnya, kesepakatan diversi bisa dituntut pembatalan atau batal demi hukum jika kesepakatan tersebut melanggar syarat sah perjanjian (misalnya jika korban tidak sepakat dengan proses diversi). Apabila proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan, maka proses peradilan pidana anak dilanjutkan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Dasar Hukum Diversi
Pada dasarnya, diversi diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (“UU SPPA”) dan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Diversi dan Penanganan Anak yang Belum Berumur 12 (Dua Belas) Tahun (“PP 65/2015”).
Diversi yaitu sebuah bentuk pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana.[1] Proses diversi wajib diupayakan dalam setiap tahapan sistem peradilan pidana anak dimulai pada tahap penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan.[2]
Syarat Diversi
Akan tetapi, ada beberapa syarat penting dalam hal pelaksanaan diversi. Pasal 7 UU SPPA menyebutkan bahwa:
(1) Pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi.
(2) Diversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan:
a. diancam dengan pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun; dan
b. bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Jadi menjawab pertanyaan Anda yang pertama, diversi tidak bisa dilakukan dalam hal anak didakwa dengan ancaman pidana penjara 7 tahun atau lebih. Sehubungan juga dengan ancaman pidana 7 tahun tersebut, perlu diketahui penahanan terhadap anak tidak boleh dilakukan kecuali jika anak telah berumur 14 tahun atau lebih; dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih.[3]
Penjelasan lebih lanjut tentang diversi anak dapat Anda simak Mungkinkah Dilakukan Penahanan Terhadap Anak yang Dalam Proses Diversi?.
Kesepakatan Diversi
Untuk pertanyaan Anda yang kedua, jika seandainya tindak pidana yang dilakukan termasuk dalam kategori tindak pidana yang dapat dilaksanakan diversi (sesuai Pasal 7 UU SPPA di atas), maka kesepakatan diversi dapat dibatalkan.
Pada dasarnya, kesepakatan diversi bersifat seperti perjanjian pada umunya, yang berarti ketentuan pembatalan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) berlaku atas kesepakatan tersebut. Berikut syarat sah perjanjian berdasarkan Pasal 1320 KUH Perdata:
1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian [agreement]
2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian [capacity]
3. Suatu hal tertentu [certainty of terms]
4. Sebab yang halal [considerations]
Kecuali mengenai unsur objek yang dapat diperjanjikan yang diatur dalam Pasal 1332 KUH Perdata (yang mana objek perjanjian harus hanya berupa barang–barang yang dapat diperdagangkan), hal ini tidak berlaku bagi kesepakatan diversi karena diatur lebih lanjut dalam Pasal 11 UU SPPA sebagai berikut:
Hasil kesepakatan Diversi dapat berbentuk, antara lain:
a. perdamaian dengan atau tanpa ganti kerugian;
b. penyerahan kembali kepada orang tua/Wali;
c. keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 (tiga) bulan; atau

d. pelayanan masyarakat.
Unsur kecakapan juga tidak mengacu pada Pasal 1330 KUH Perdata karena tujuan UU SPPA justru melindungi dan menjamin hak–hak si tersangka yaitu Anak itu sendiri, sebagaimana ditulis oleh Bambang Waluyo dalam bukunya Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi. Jika dalam Pasal 1330 KUH Perdata melarang orang yang belum dewasa/masih berada di bawah pengampuan untuk membuat perjanjian, dalam kesepakatan diversi, si Anak yang menjadi tersangka dan/atau korban juga diperhitungkan suara dan pendapatnya dalam pembuatan kesepakatan diversi. Akan tetapi, proses diversi tetap harus melibatkan orang dewasa seperti orang tua/wali sang Anak.[4] Dalam hal ini, hubungan UU SPPA dan KUH Perdata berlaku adegium “Lex specialis derogat legi generalis” atau hukum khusus mengesampingkan hukum umum.
Untuk tindak pidana yang berupa pelanggaran, tindak pidana ringan, tanpa korban, atau nilai kerugian korban tidak lebih dari nilai upah minimum provinsi setempat, Kesepakatan Diversi tidak harus mendapatkan persetujuan korban dan/atau keluarga Anak Korban serta kesediaan Anak dan keluarganya.[5] Pasal 13 UU SPPA mengatur sebagai berikut:
Proses peradilan pidana Anak dilanjutkan dalam hal:
1. proses Diversi tidak menghasilkan kesepakatan; atau
2. kesepakatan Diversi tidak dilaksanakan.
Jadi, layaknya perjanjian biasa, kesepakatan diversi bisa dituntut pembatalan atau batal demi hukum jika kesepakatan tersebut melanggar syarat sah perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata, termasuk jika hanya melanggar unsur sepakat (misalnya jika korban tidak menyetujui hasil kesepakatan diversi). Akibat batalnya kesepakatan tersebut, perkara pidana Anak tersebut akan dilanjutkan ke dalam proses peradilan pidana Anak dan berkas dioper kepada Penuntut Umum sesuai ketentuan UU SPPA.
Akan tetapi, patut untuk diperhatikan juga bahwa pada praktiknya, ketentuan–ketentuan UU SPPA ini tidak sepenuhnya ditegakkan sebagaimana mestinya. Masih banyak ketidakjelasan seputar pelaksanaan UU SPPA ini. Mengenai hal ini, dapat disimak lebih lanjut ICJR: Aparat Hukum Belum Paham Arti Diversi.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak;
Referensi:
Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Korban dan Saksi, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011).
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?