Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perbedaan Konsiliasi dengan Arbitrase dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Perbedaan Konsiliasi dengan Arbitrase dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Perbedaan Konsiliasi dengan Arbitrase dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perbedaan Konsiliasi dengan Arbitrase dalam Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

PERTANYAAN

Apa perbedaan antara cara penyelesaian perselisihan antara pekerja dengan pengusaha melalui cara Konsiliasi dan Arbitrase?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial adalah melalui perundingan bipartit, penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.

    Menyambung pertanyaan Anda, perbedaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi dengan arbitrase dapat dibedakan menjadi beberapa pembeda. Salah satunya pihak yang melakukan konsiliasi adalah konsiliator, sedangkan pihak yang melakukan arbitrase adalah arbiter.

    Selain itu, kewenangan konsiliasi adalah menangani penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. Sementara kewenangan arbitrase adalah menangani perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang pertama kali dipublikasikan pada 17 Juli 2017.

    KLINIK TERKAIT

    Menyepakati Dua Forum Arbitrase dalam Satu Perjanjian, Bolehkah?

    Menyepakati Dua Forum Arbitrase dalam Satu Perjanjian, Bolehkah?

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan merujuk pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU 13/2003”) dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (“UU 2/2004”).

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Perselisihan Hubungan Industrial

    Perselisihan antara pekerja dengan pengusaha dalam peraturan perundang-undangan biasanya dikenal dengan istilah “perselisihan hubungan industrial”. Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.[1]

    Jenis perselisihan hubungan industrial meliputi:[2]

    1. perselisihan hak;
    2. perselisihan kepentingan;
    3. perselisihan pemutusan hubungan kerja (“PHK”); dan
    4. perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.

    Perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu melalui perundingan bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat.[3] Dalam hal penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai, maka pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang-undang.[4]

    Prosedur penyelesaian perselisihan yang dimaksud adalah melalui perundingan bipartit, penyelesaian melalui mediasi, konsiliasi, dan arbitrase.[5] Jika mediasi atau konsiliasi tidak mencapai kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian bersama, maka salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial.[6] Tetapi tidak halnya dengan arbitrase. Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial.[7]

    Menjawab pertanyaan Anda, berikut kami uraikan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi dan arbitrase.

     

    Penyelesaian Melalui Konsiliasi

    Konsiliasi Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut dengan konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan melalui musyawarah yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral.[8] Jadi, kewenangan konsiliasi adalah hanya menangani perselisihan kepentingan, perselisihan PHK atau perselisihan antar serikat pekerja. Artinya, perselisihan hak tidak termasuk perselisihan yang diselesaikan melalui konsiliasi.

    Pihak yang melakukan penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi adalah konsiliator yang terdaftar pada kantor instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota.[9]

    Dalam artikel Meniti Perdamaian di Jalur Hubungan Industrial (1) dijelaskan bahwa seorang konsiliator baru bisa bertindak untuk menangani perkara ketika ada permintaan tertulis dari para pihak.[10] Tentu saja permintaan tertulis itu baru ada setelah kedua belah pihak menyepakati siapa konsiliator yang dipilih. Dalam menjalankan tugasnya, konsiliator yang notabene adalah pihak swasta yang independen, dapat memanggil saksi atau ahli dalam sidang konsiliasi guna diminta dan didengar keterangannya (hal. 1).[11]

    Jika tidak tercapai kesepakatan antara kedua belah pihak makan konsiliator bisa mengeluarkan anjuran tertulis.[12] Dalam hal anjuran tertulis ditolak oleh salah satu pihak atau para pihak, maka selanjutnya dapat dilanjutkan penyelesaian perselisihan ke pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri setempat.[13]

    Sebaliknya, jika kesepakatan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi tercapai, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftarkan ke pengadilan hubungan industrial.[14]

     

    Penyelesaian Melalui Arbitrase

    Arbitrase Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut arbitrase adalah penyelesaian suatu perselisihan kepentingan, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan, di luar pengadilan hubungan industrial melalui kesepakatan tertulis dari para pihak yang berselisih untuk menyerahkan penyelesaian perselisihan kepada arbiter yang putusannya mengikat para pihak dan bersifat final.[15]

    Masih bersumber dari artikel Meniti Perdamaian di Jalur Hubungan Industrial (1), ruang lingkup arbitrase dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial lebih sempit ketimbang yang lain. Arbitrase hanya berwenang menangani perkara (hal. 1):[16]

    1. perselisihan kepentingan; dan
    2. perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.

    Sama halnya dengan konsiliasi, arbitrase baru bisa ditempuh ketika para yang pihak berselisih sudah menuangkan kesepakatan tertulis.[17] Kesepakatan itu tercantum dalam perjanjian arbitrase yang berisikan:[18]

    1. nama lengkap dan alamat para pihak yang berselisih;
    2. pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan;
    3. jumlah arbiter yang disepakati;
    4. pernyataan tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase; dan
    5. tanggal, tempat dan tanda tangan para pihak.

    Masih bersumber dari artikel yang sama, prosedur untuk berperkara lewat arbitrase tidak cukup berhenti di situ. Para pihak masih harus membuat sebuah perjanjian tertulis lain, yaitu perjanjian penunjukan arbiter dengan para pihak yang berselisih.[19] Di sini para pihak diberi opsi antara menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter.[20]

    Penyelesaian perselisihan hubungan industrial oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan kedua belah pihak yang berselisih.[21] Apabila upaya perdamaian gagal, arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase.[22]

    Putusan sidang arbitrase ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, perjanjian, kebiasaan, keadilan dan kepentingan umum.[23] Putusan arbitrase mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak yang berselisih dan merupakan putusan yang bersifat akhir dan tetap.[24] Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial.[25]

     

    Perbedaan Konsiliasi dengan Arbitase

    Setelah mengetahui konsiliasi adalah penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang dilakukan oleh konsiliator, sedangkan pihak yang melakukan arbitrase adalah arbiter, sebagai gambaran untuk Anda, berikut kami meringkas perbedaan penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui konsiliasi dan arbitrase:

     

    Pembeda

    Konsiliasi

    Arbitrase

    Kewenangan

    Kewenangan konsiliasi adalah menangani perselisihan kepentingan, perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh hanya dalam satu perusahaan.[26]

    Kewenangan arbitrase adalah menangani perkara perselisihan kepentingan dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.[27]

    Pihak berwenang yang menengahi

    Pihak yang melakukan konsiliasi adalah seorang atau lebih konsiliator yang netral.[28]

    Pihak yang melakukan arbitrase adalah arbiter yang telah ditetapkan oleh Menteri Ketenagakerjaan.[29]

     

    Cara penunjukan pihak yang menengahi

    Penunjukan konsiliator berdasarkan kesepakatan para pihak.[30]

     

    Konsiliator bertindak jika para pihak sudah mengajukan permintaan penyelesaian secara tertulis kepada konsiliator yang ditunjuk.[31]

    Penunjukan arbiter berdasarkan kesepakatan para pihak.[32]

     

    Tetapi para pihak masih harus membuat sebuah perjanjian penunjukan arbiter.[33] 

     

    Di sini para pihak diberi opsi antara menunjuk arbiter tunggal atau beberapa arbiter.[34]

     

    Jika tidak tercapai kesepakatan

    Dalam hal tujuan konsiliasi adalah kesepakatan tapi tidak tercapai, salah satu pihak dapat mengajukan gugatan ke pengadilan hubungan industrial.[35]

    Perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat diajukan ke pengadilan hubungan industrial.[36]

    Penyelesaian perselisihan

    Apabila kesepakatan tercapai, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak dan disaksikan oleh konsiliator dan didaftar di pengadilan hubungan industrial pada pengadilan negeri untuk mendapatkan akta bukti pendaftaran.[37]

     

    Dalam hal tidak tercapai kesepakatan, maka konsiliator mengeluarkan anjuran tertulis.[38]

    Apabila perdamaian tercapai, maka dibuat Akta Perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisih dan arbiter atau majelis arbiter.[39]

     

    Apabila upaya perdamaian gagal, maka arbiter atau majelis arbiter meneruskan sidang arbitrase.[40] Kemudian perselisihan diselesaikan dengan ditetapkannya putusan sidang arbitrase.[41]

     

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
    2. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
    3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

    [1] Pasal 1 angka 1 UU 2/2004 jo. Pasal 1 angka 22 UU 13/2003

    [2] Pasal 2 UU 2/2004

    [3] Pasal 3 ayat (1) UU 2/2004 jo. Pasal 136 ayat (1) UU 13/2003

    [4] Pasal 136 ayat (2) UU 13/2003

    [5] Bab II UU 2/2004

    [6] Pasal 5 UU 2/2004

    [7] Pasal 53 UU 2/2004

    [8] Pasal 1 angka 13 UU 2/2004

    [9] Pasal 17 UU 2/2004

    [10] Pasal 18 ayat (2) UU 2/2004

    [11] Pasal 21 ayat (1) UU 2/2004

    [12] Pasal 23 ayat (2) huruf a UU 2/2004

    [13] Pasal 24 ayat (1) UU 2/2004

    [14] Pasal 23 ayat (1) UU 2/2004

    [15] Pasal 1 angka 15 UU 2/2004

    [16] Pasal 4 ayat (6) UU 2/2004

    [17] Pasal 32 ayat (1) UU 2/2004

    [18] Pasal 32 ayat (3) UU 2/2004

    [19] Pasal 34 ayat (1) UU 2/2004

    [20] Pasal 33 ayat (2) UU 2/2004

    [21] Pasal 44 ayat (1) UU 2/2004

    [22] Pasal 44 ayat (5) UU 2/2004

    [23] Pasal 49 UU 2/2004

    [24] Pasal 51 ayat (1) UU 2/2004

    [25] Pasal 53 UU 2/2004

    [26] Pasal 1 angka 13 jo. Pasal 4 ayat (5) UU 2/2004

    [27] Pasal 1 angka 15 jo. Pasal 4 ayat (6) UU 2/2004

    [28] Pasal 1 angka 13, Pasal 1 angka 14, dan Pasal 17 UU 2/2004

    [29] Pasal 30 ayat (1) UU 2/2004

    [30] Pasal 18 ayat (2) UU 2/2004

    [31] Pasal 18 ayat (2) UU 2/2004

    [32] Pasal 32 ayat (1) UU 2/2004

    [33] Pasal 34 ayat (1) UU 2/2004

    [34] Pasal 33 ayat (2) UU 2/2004

    [35] Pasal 5 UU 2/2004

    [36] Pasal 53 UU 2/2004

    [37] Pasal 23 ayat (1) UU 2/2004

    [38] Pasal 23 ayat (2) UU 2/2004

    [39] Pasal 44 ayat (2) UU 2/2004

    [40] Pasal 44 ayat (5) UU 2/2004

    [41] Pasal 49 UU 2/2004

    Tags

    phk
    klinik hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Perancang Peraturan (Legislative Drafter) Harus Punya Skill Ini

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!