Perbedaan Kasasi Demi Kepentingan Hukum dengan Peninjauan Kembali
PERTANYAAN
Apa perbedaan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan Kasasi demi kepentingan hukum? Keduanya sama sama upaya hukum luar biasa.
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apa perbedaan upaya hukum Peninjauan Kembali dengan Kasasi demi kepentingan hukum? Keduanya sama sama upaya hukum luar biasa.
Intisari:
Benar, Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali sama-sama merupakan upaya hukum luar biasa. Tetapi terdapat beberapa perbedaan, salah satunya yaitu Kasasi Demi Kepentingan Hukum dilakukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap terbatas hanya pada putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi (pengadilan selain Mahkamah Agung), sedangkan Peninjauan Kembali dilakukan terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang diputus oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung, tetapi tidak dapat dilakukan terhadap putusan bebas atau putusan lepas.
Apa perbedaan lainnya? Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”).
Upaya Hukum
Upaya hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.[1]
Upaya hukum terdiri dari:
1. Upaya hukum biasa[2]
a. Banding; dan
b. Kasasi.
a. Kasasi Demi Kepentingan Hukum; dan
b. Peninjauan Kembali Putusan Pengadilan Yang Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap.
Jadi, benar bahwa Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali keduanya sama-sama merupakan upaya hukum luar biasa.
Kasasi Demi Kepentingan Hukum
Pengaturan mengenai Kasasi Demi Kepentingan Hukum dapat kita lihat pada Pasal 259 ayat (1) KUHAP yang berbunyi:
Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.
Menurut Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 608), terhadap semua putusan kecuali putusan Mahkamah Agung, dapat diajukan kasasi demi kepentingan hukum, dengan syarat putusan pengadilan itu telah berkekuatan hukum tetap, dan hanya terbatas pada putusan Pengadilan Negeri dan atau putusan Pengadilan Tinggi. Sedangkan terhadap putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan tetap, tidak dapat diajukan upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum.
Putusan Kasasi Demi Kepentingan Hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.[4]
Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan secara tertulis oleh Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama, disertai risalah yang memuat alasan permintaan itu.[5]
Peninjauan Kembali
Memeriksa dan memutus permohonan Peninjauan Kembali (“PK”) adalah salah satu tugas dan wewenang Mahkamah Agung yang terdapat dalam Pasal 28 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (“UU MA”) sebagaimana yang telah diubah terakhir kalinya dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung yang berbunyi:
Mahkamah Agung bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
Peninjauan Kembali dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap oleh terpidana atau ahli warisnya kepada Mahkamah Agung. Tetapi permohonan Peninjauan Kembali tidak dapat dilakukan terhadap putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum.[6]
Permintaan peninjauan kembali dilakukan atas dasar:[7]
a. apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat, bahwa jika keadaan itu sudah diketahui pada waktu sidang masih berlangsung, hasilnya akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari segala tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak dapat diterima atau terhadap perkara itu diterapkan ketentuan pidana yang lebih ringan;
b. apabila dalam pelbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata telah bertentangan satu dengan yang lain;
c. apabila putusan itu dengan jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata.
Dalam Pasal 268 ayat (3) KUHAP:
Permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja.
Ketentuan di atas juga dipertegas dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (“UU Kekuasaan Kehakiman”) yang menyebutkan bahwa terhadap putusan PK tidak dapat diajukan PK kembali.
Ketentuan ini juga dipertegas Mahkamah Agung (“MA”) dengan menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 7 Tahun 2014 tentang Pengajuan Permohonan Peninjauan Kembali dalam Perkara Pidana yang mengatur bahwa PK hanya bisa dilakukan satu kali.
Perbedaan Upaya Hukum Kasasi Demi Kepentingan Hukum dengan Upaya Hukum Peninjauan Kembali
Memang benar upaya hukum Kasasi Demi Kepentingan Hukum dan Peninjauan Kembali sama-sama merupakan jenis upaya hukum luar biasa, tetapi antara keduanya memiliki beberapa perbedaan.
Berdasarkan uraian di atas, berikut kami meringkas perbedaan antara upaya hukum Kasasi Demi Kepentingan Hukum dengan upaya hukum Peninjauan Kembali:
Pembeda | Kasasi Demi Kepentingan Hukum | Peninjauan Kembali |
Ruang lingkup | Dilakukan terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, terbatas hanya pada putusan Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi.[8] | Dilakukan terhadap putusan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang diputus oleh Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung.[9]
|
Pihak yang mengajukan | Jaksa Agung.[10] | Terpidana dan ahli warisnya. Jakasa penuntut umum tidak berhak mengajukan permintaan peninjauan kembali.[11]
|
Jenis putusan yang bisa dilakukan upaya hukum | Dapat dilakukan terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung (dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung).[12]
| Dapat dilakukan terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Tidak dapat dilakukan terhadap putusan bebas atau putusan lepas.[13] |
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana;
2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah beberapa kali, terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009;
3. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman;
Putusan:
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIV/2016.
[1] Pasal 1 angka 12 KUHAP
[2] Bab XVII KUHAP
[3] Bab XVIII KUHAP
[4] Pasal 259 ayat (2) KUHAP
[5] Pasal 260 ayat (1) KUHAP
[6] Pasal 263 ayat (1) KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIV/2016
[7] Pasal 263 ayat (2) KUHAP
[8] Pasal 259 ayat (1) KUHAP
[9] Pasal 263 KUHAP
[10] Pasal 260 ayat (1) KUHAP
[11] Pasal 263 ayat (1) KUHAP jo. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 33/PUU-XIV/2016 dan Yahya Harahap, hal. 616
[12] Pasal 259 ayat (1) KUHAP
[13] Pasal 263 KUHAP
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?