Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dasar Hukum yang Melarang Penggunaan Istilah “Pribumi”

Share
copy-paste Share Icon
Ilmu Hukum

Dasar Hukum yang Melarang Penggunaan Istilah “Pribumi”

Dasar Hukum yang Melarang Penggunaan Istilah “Pribumi”
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dasar Hukum yang Melarang Penggunaan Istilah “Pribumi”

PERTANYAAN

Apakah dalam pemerintahan masih bisa/boleh menggunakan istilah pribumi dan non pribumi?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:

    KLINIK TERKAIT

    Pengertian Asas Konkordansi dan Sejarahnya di Indonesia

    Pengertian Asas Konkordansi dan Sejarahnya di Indonesia

     

     

    Sejak berlakunya Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan, penggunaan istilah Pribumi dan Non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dihentikan.

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.

     

     

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Ulasan:

     

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Asal Istilah Pribumi

    Pribumi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses dari laman Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia diartikan sebagai:

     

    penghuni asli; yang berasal dari tempat yang bersangkutan; inlander.

     

    Sebagaimana yang pernah dijelaskan dalam artikel Keberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, pada zaman Belanda, pemerintah Belanda pernah memberlakukan Pasal 113 Indische Staatsregeling ("IS") yang membagi penduduk berdasarkan golongan, misalnya Eropa, China, Timur Asing, Bumiputera. Sekalipun ada prinsip penundukan (onderwerpen) terhadap hukum Eropa, perbedaan sistem hukum perdata terus muncul hingga kini.

     

    Penggolongan tersebut berdampak pada pemberlakukan sistem hukum di Indonesia. Penjelasan tentang sistem hukum Indonesia pernah diulas dalam artikel Arti Asas Konkordansi yang mengambil informasi dari jurnal Analisa dan Evaluasi Peraturan Perundang-undangan Peninggalan Kolonial Belanda yang diakses dari laman Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN). Secara garis besar, sistem hukum yang berlaku bagi masing-masing golongan adalah sebagai berikut:

    a.   Hukum yang berlaku bagi golongan Eropa:

    1.   Burgerlijke Wetboek dan Wetboek van Koophandel yang berlaku di negeri Belanda (sesuai asas konkordansi).

    2.   Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering dan Reglement op de Strafvordering.

    b.  Hukum yang berlaku bagi golongan pribumi (Bumiputera) adalah hukum adat dalam bentuk tidak tertulis. Berlakunya hukum adat tidak mutlak, dan jika diperlukan, dapat diatur dalam peraturan khusus (ordonansi).

    c.   Hukum yang berlaku bagi golongan Timur Asing:

    1.   Hukum perdata dan Hukum pidana adat mereka.

    2.   Hukum perdata golongan Eropa hanya bagi golongan Timur Asing Cina untuk wilayah Hindia Belanda.

     

    Penggunaan Istilah Pribumi

    Akibat dari penggolongan penduduk menjadi tiga golongan tersebut oleh pemerintahan Belanda, maka dikenallah istilah penduduk pribumi.

     

    Tetapi sejak berlakunya Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi Dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, Ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan (“Inpres 26/1998”), penggunaan istilah pribumi dan Non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dihentikan.[1]

     

    Ketentuan ini dalam Inpres 26/1998 ini dipandang perlu untuk lebih meningkatkan perwujudan persamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan, persamaan hak atas pekerjaan dan penghidupan, hak dan kewajiban warga negara, dan perlindungan hak asasi manusia, serta lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa.[2]

     

    Inpres 26/1998 yang ditujukan kepada:

    1.   Para Menteri;

    2.   Para Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;

    3.   Para Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;

    4.   Para Gubernur Kepala Daerah Tingkat I dan Bupati/Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II.

    ini juga menginstruksikan kepada pejabat-pejabat tersebut agar memberikan perlakuan dan layanan yang sama kepada seluruh warga negara Indonesia dalam penyelenggaraan layanan pemerintahan, kemasyarakatan dan pembangunan, dan meniadakan pembedaan dalam segala bentuk, sifat serta tingkatan kepada warga negara Indonesia baik atas dasar suku, agama, ras maupun asal-usul dalam penyelenggaraan layanan tersebut.[3]

     

    Terhadap pemberhentian penggunaan istilah pribumi dan Non pribumi maka perlu meninjau kembali dan menyesuaikan seluruh peraturan perundang-undangan, kebijakan, program, dan kegiatan yang selama ini telah ditetapkan dan dilaksanakan, termasuk antara lain dalam pemberian layanan perizinan usaha, keuangan/perbankan, kependudukan, pendidikan, kesehatan, kesempatan kerja dan penentuan gaji atau penghasilan dan hak-hak pekerja lainnya sesuai Inpres 26/1998 ini.[4]

     

    Jadi menjawab pertanyaan Anda, sejak berlakunya Inpres 26/1998, penggunaan istilah Pribumi dan Non pribumi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dihentikan.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

               

    Dasar hukum:

    1.   Indische Staatsregeling;

    2. Instruksi Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi dalam Semua Perumusan dan Penyelenggaraan Kebijakan, Perencanaan Program, ataupun Pelaksanaan Kegiatan Penyelenggaraan Pemerintahan.

     

    Referensi:

    Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada 17 Oktober 2017 pukul 11.51 WIB.



    [1] Poin pertama Inpres 26/1998

    [2] Konsideran menimbang Inpres 26/1998

    [3] Poin kedua Inpres 26/1998

    [4] Poin ketiga Inpres 26/1998

     

    Tags

    bumiputera
    hukumonline

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Cek Sertifikat Tanah Ganda dan Langkah Hukumnya

    26 Jul 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!