Di perusahaan kami ada beberapa karyawan yang meninggal dunia pada saat menjalani masa cuti melahirkan, pertanyaannya adalah apakah sisa cuti melahirkannya harus dibayarkan? Terima kasih atas perhatiannya.
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Kami luruskan bahwa cuti melahirkan yang belum selesai/belum diambil/belum gugur yang dimiliki oleh pekerja perempuan bukanlah merupakan objek dari Uang Penggantian Hak yang harus dibayarkan pengusaha. Artinya, tidak ada uang penggantian hak sisa cuti melahirkan karena pekerja meninggal dunia saat menjalani cuti tersebut.
Namun, selama pekerja perempuan itu melaksanakan hak cutinya, ia tetap berhak mendapat upah penuh. Lalu bagaimana jika ia meninggal dunia saat menjalani masa cuti melahirkan? Apa saja haknya dan ahli warisnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Sovia Hasanah, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Senin 27 November 2017.
Kami berasumsi bahwa pembayaran sisa cuti yang Anda maksud adalah kewajiban perusahaan untuk membayar uang cuti pekerja tersebut, yakni uang penggantian hak cuti melahirkan yang masih tersisa setelah dia meninggal dunia.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Uang cuti ini dikenal dengan sebutan Uang Penggantian Hak (“UPH”), namun uang ini muncul dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”).
biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ke tempat di mana pekerja/buruh diterima bekerja;
hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Jadi, perlu kami luruskan bahwa cuti melahirkan yang belum selesai/belum diambil/belum gugur yang dimiliki oleh pekerja perempuan yang bersangkutan bukanlah merupakan objek UPH, kecuali telah diperjanjikan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Karena bukan termasuk dalam lingkup UPH, artinya tidak ada istilah uang penggantian hak cuti melahirkan.
Aturan Cuti Hamil dan Melahirkan
Hak cuti hamil dan melahirkan adalah hak yang timbul dan diberikan oleh undang-undang khusus bagi pekerja perempuan yang memenuhi syarat. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Ketentuan THR untuk Pekerja yang Cuti Melahirkan, cuti hamil dan melahirkan tidak memutus hubungan kerja, sehingga cuti tersebut tidak menghilangkan dan mengurangi masa kerja.
Pengaturan mengenai cuti hamil dan melahirkan ini terdapat dalam Pasal 82 UU Ketenagakerjaan:
Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan anak dan 1,5 bulan sesudah melahirkan menurut perhitungan dokter kandungan atau bidan.
Pekerja/buruh perempuan yang mengalami keguguran kandungan berhak memperoleh istirahat 1,5 bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter kandungan atau bidan.
Dari aturan di atas terlihat bahwa jumlah waktu cuti hamil dan melahirkan ini adalah 3 bulan (kurang lebih 90 hari), yakni 1,5 bulan sebelum saatnya melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan.
Terkait dengan upah bagi pekerja yang cuti hamil dan melahirkan, selama pekerja perempuan itu melaksanakan hak cutinya, ia tetap berhak mendapat upah penuh.[2]
Hak-hak Karyawan yang Meninggal
Karyawan yang meninggal dunia dan ahli warisnya juga berhak atas:
Sejumlah Uang
Meninggalnya buruh/pekerja merupakan salah satu alasan terjadinya PHK.[3] Dalam hal ini, pengusaha wajib membayar uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan UPH yang seharusnya diterima.[4] Adapun perhitungan jumlahnya dapat Anda simak lebih lanjut dalam Begini Cara Menghitung Pesangon Menurut UU Cipta Kerja.
Manfaat JKM dibayarkan kepada ahli waris peserta, apabila peserta meninggal dunia dalam masa aktif, terdiri atas:[6]
santunan sekaligus Rp 20 juta;
santunan berkala yang dibayarkan sekaligus sebesar Rp12 juta;
biaya pemakaman sebesar Rp10 juta; dan
beasiswa pendidikan bagi anak dari peserta yang telah memiliki masa iur paling singkat 3 tahun dan meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja dan diberikan untuk paling banyak 2 orang anak peserta yang diberikan berkala setiap tahun sesuai dengan tingkat pendidikan anak peserta.[7]
Jaminan Hari Tua
Selain mendapatkan manfaat JKM, pekerja meninggal dunia yang merupakan peserta Jaminan Sosial Ketenagakerjaan juga mendapatkan Jaminan Hari Tua (“JHT”).[8]
Manfaat JHT adalah berupa uang tunai yang dibayarkan apabila peserta berusia 56 tahun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. Besarnya manfaat JHT adalah sebesar nilai akumulasi seluruh iuran yang telah disetor ditambah hasil pengembangannya yang tercatat dalam rekening perorangan peserta. Manfaat JHT bagi peserta meninggal dunia diberikan kepada ahli waris peserta dan dibayar secara sekaligus.[9]
Jadi menjawab pertanyaan Anda, terhadap sisa cuti melahirkan yang belum selesai/belum diambil/belum gugur yang dimiliki oleh pekerja perempuan bukanlah merupakan objek UPH yang harus dibayarkan pengusaha, kecuali jika telah diatur lain dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Namun, jika ada sisa cuti tahunan karyawati yang meninggal dunia tersebut yang belum diambil dan belum gugur, maka itu merupakan UPH yang harus dibayarkan pengusaha.
Namun, selama pekerja perempuan itu melaksanakan hak cutinya, ia tetap berhak mendapat upah penuh. Selain itu, pekerja yang meninggal dunia dan ahli warisnya berhak atas sejumlah hak yang telah kami jelaskan di atas.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.