Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Tidak Menandatangani PKWT, Haruskah Membayar Ganti Rugi Jika Resign?

Share
copy-paste Share Icon
Ketenagakerjaan

Tidak Menandatangani PKWT, Haruskah Membayar Ganti Rugi Jika Resign?

Tidak Menandatangani PKWT, Haruskah Membayar Ganti Rugi Jika Resign?
Boris Tampubolon, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Tidak Menandatangani PKWT, Haruskah Membayar Ganti Rugi Jika Resign?

PERTANYAAN

Saya pekerja kontrak di salah satu BUMN. Saya sudah bekerja selama 6 bulan dan sampai saat ini saya belum menandatangani PKWT. PKWT sudah diserahkan kepada saya sejak beberapa bulan yang lalu, tetapi belum saya tandatangani. Apakah bila saya melakukan pengunduran diri, saya akan dikenai denda sesuai isi PKWT dimana jatuh tempo PKWT tinggal 9 bulan? Terima kasih.

 

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Pada dasarnya, suatu perjanjian kerja tidak dibatasi pada perjanjian tertulis, dimungkinkan adanya perjanjian lisan. Namun, khusus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”), harus dibuat secara tertulis serta menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
     
    Sehubungan dengan keadaan yang Anda ceritakan bahwa PKWT sudah diserahkan kepada Anda dalam bentuk tertulis sejak beberapa bulan yang lalu, tetapi Anda belum menandatanganinya, namun Anda sudah bekerja selama 6 (enam) bulan; maka berdasarkan teori pernyataan, Anda telah memberikan sepakat pada PKWT tersebut dan PKWT tersebut berlaku bagi kedua belah pihak.
     
    Anda sebagai pihak yang mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhir jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian, wajib membayar ganti rugi kepada perusahaan sebesar upah Anda sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja, yakni upah Anda selama 9 (sembilan) bulan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:
     
     
    Pada dasarnya, suatu perjanjian kerja tidak dibatasi pada perjanjian tertulis, dimungkinkan adanya perjanjian lisan. Namun, khusus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT”), harus dibuat secara tertulis serta menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.
     
    Sehubungan dengan keadaan yang Anda ceritakan bahwa PKWT sudah diserahkan kepada Anda dalam bentuk tertulis sejak beberapa bulan yang lalu, tetapi Anda belum menandatanganinya, namun Anda sudah bekerja selama 6 (enam) bulan; maka berdasarkan teori pernyataan, Anda telah memberikan sepakat pada PKWT tersebut dan PKWT tersebut berlaku bagi kedua belah pihak.
     
    Anda sebagai pihak yang mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhir jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian, wajib membayar ganti rugi kepada perusahaan sebesar upah Anda sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja, yakni upah Anda selama 9 (sembilan) bulan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Dalam kasus ini Anda tidak memberikan informasi detail tentang jenis atau sifat pekerjaan Anda, agar bisa dinilai apakah pekerjaan Anda memang layak dilakukan berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (“PKWT” atau kontrak) atau Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (tetap). Oleh karena itu, kami asumsikan pekerjaan Anda adalah pekerjaan yang sifatnya sekali selesai, atau musiman, dan bukan pekerjaan yang merupakan bisnis utama perusahaan, sehingga memang tepat dilakukan berdasarkan PKWT atau sering juga disebut pegawai kontrak.
     
    Sehubungan dengan bentuk perjanjian kerja, Pasal 51 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) mengatur:
     
    1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan.
    2. Perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
     
    Dari ketentuan tersebut dapat kita amati bahwa pada dasarnya, suatu perjanjian kerja tidak dibatasi pada perjanjian tertulis, dimungkinkan adanya perjanjian lisan. Namun, khusus PKWT seperti dalam pertanyaan Anda, harus dibuat secara tertulis serta menggunakan bahasa Indonesia dan huruf latin.[1]
     
    Berdasarkan keterangan Anda, perusahaan telah memberikan PKWT dalam bentuk tertulis namun Anda belum menandatanganinya. Sementara itu, selama 6 (enam) bulan ini Anda tetap melakukan kewajiban Anda untuk bekerja dan menerima hak Anda berupa upah.
     
    Untuk mengetahui apakah Anda dikenakan denda sesuai PKWT, perlu diketahui terlebih dahulu apakah PKWT tersebut sudah mengikat Anda. Pada dasarnya, semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.[2]
     
    Syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu:
    1. Kesepakatan para pihak dalam perjanjian,
    2. Kecakapan para pihak dalam perjanjian,
    3. Suatu hal tertentu, dan
    4. Sebab yang halal.
     
    Elly Erawati dan Herlien Boediono dalam bukunya Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian (hal. 68) menjelaskan bahwa sepakat tersebut mencakup pengertian tidak saja “sepakat” untuk mengikatkan diri, tetapi juga sepakat untuk mendapatkan prestasi. Ada beberapa teori mengenai terbentuknya sepakat yang melahirkan perjanjian. Salah satunya teorinya adalah Teori Pernyataan, dimana kekuatan mengikat perjanjian dikaitkan pada fakta bahwa pihak yang bersangkutan telah memilih melakukan tindakan tertentu dan tindakan tersebut mengarah atau memunculkan keterikatan. Tindakan menjadi dasar keterikatan karena “kehendak yang tertuju pada suatu akibat hukum tertentu sebagaimana terejawantahkan dalam pernyataan”.
     
    Lebih lanjut dijelaskan bahwa terikatnya individu dilandaskan pada pernyataan individu tersebut, tanpa perlu memperlihatkan bahwa dalam perjanjian selalu ada dua atau lebih orang yang masing-masing membuat pernyataan. “Bukan kata-kata yang menentukan, melainkan tujuan yang hendak dicapai melalui pilihan pernyataan”.
     
    Dalam konteks pertanyaan Anda, Anda tidak secara langsung menandatangani PKWT tersebut sebagai bentuk sepakat, akan tetapi Anda bekerja dan mendapatkan upah. Tujuan yang hendak dicapai dari PKWT tersebut telah terpenuhi yaitu pekerja melakukan pekerjaan dan pengusaha membayar upah. Sehingga menurut hemat kami, meski Anda tidak menandatangani perjanjian itu, kesepakatan telah terwujud. Jadi, perjanjian itu sah dan berlaku meski Anda tidak menandatanganinya.
     
    Ini juga sejalan dengan arti dari hubungan kerja itu sendiri. Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.[3] Dengan adanya pekerjaan yang Anda lakukan, ada upah yang diberikan, dan ada perintah dari pengusaha, maka hubungan kerja tersebut telah terbentuk.
     
    Oleh karena itu, dalam hal Anda memutuskan hubungan kerja sebelum jangka waktu yang telah ditentukan dalam PKWT, maka berlaku ketentuan dalam Pasal 62 UU Ketenagakerjaan yang berbunyi:
     
    Apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, atau berakhirnya hubungan kerja bukan karena ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (1), pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja.
     
    Berdasarkan informasi yang Anda sampaikan, Anda merupakan pegawai kontrak (PKWT) dengan sisa jangka waktu PKWT selama 9 (sembilan) bulan. Apabila Anda mengundurkan diri, maka berdasarkan Pasal 62 UU Ketenagakerjaan di atas, Anda sebagai pihak yang mengakhiri hubungan kerja sebelum berakhir jangka waktu yang ditetapkan dalam PKWT, wajib membayar ganti rugi kepada perusahaan sebesar upah Anda sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu PKWT, yakni upah Anda selama 9 (sembilan) bulan. Jadi istilah yang tepat bukanlah denda, melainkan pembayaran ganti rugi.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
     
    Referensi:
    Elly Erawati dan Herlien Budiono. Penjelasan Hukum tentang Kebatalan Perjanjian. 2010. Jakarta: PT Gramedia.
     

    [1] Pasal 57 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
    [2] Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
    [3] Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan

    Tags

    hukumonline
    google

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    TIPS HUKUM

    Cara Mengurus Akta Cerai yang Hilang

    24 Mar, 2023 Bacaan 10 Menit
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!