Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Perbedaan Overmacht dan Noodtoestand

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Perbedaan Overmacht dan Noodtoestand

Perbedaan <i>Overmacht</i> dan <i>Noodtoestand</i>
Sovia Hasanah, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Perbedaan <i>Overmacht</i> dan <i>Noodtoestand</i>

PERTANYAAN

Overmacht dan noodtestand sama-sama memiliki arti keadaan memaksa, bagaimana perbedaan penggunaannya dalam hukum?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Memang benar bahwa secara umum overmach dan noodtoestand sama-sama merupakan suatu keadaan memaksa.
     
    Yang membedakan adalah overmacht merupakan keadaan memaksa yang ditimbulkan oleh adanya pemaksaan yang dilakukan oleh seorang manusia, sedangkan noodtoestand sdalah keadaan memaksa yang timbul bukan karena adanya sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang manusia malainkan terjadi karena keadaan-keadaan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari:
     
     
    Memang benar bahwa secara umum overmach dan noodtoestand sama-sama merupakan suatu keadaan memaksa.
     
    Yang membedakan adalah overmacht merupakan keadaan memaksa yang ditimbulkan oleh adanya pemaksaan yang dilakukan oleh seorang manusia, sedangkan noodtoestand sdalah keadaan memaksa yang timbul bukan karena adanya sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang manusia malainkan terjadi karena keadaan-keadaan.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Overmacht
    Sebagaimana pernah dijelaskan dalam artikel Tentang Overmacht dan Hukum Pidana sebagai Ultimum Remidium, istilah paksaan yang Anda maksud juga populer dengan istilah overmacht. Overmacht diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yakni Pasal 48 KUHP yang berbunyi:
     
    Orang yang melakukan tindak pidana karena pengaruh daya paksa, tidak dapat dipidana.
     
    Berdasarkan pasal tersebut, overmacht menjadi dasar peniadaan/penghapusan hukuman. Dalam KUHP dan undang-undang lain tidak dijelaskan lebih lanjut mengenai overmacht ini, penelaahan mengenai istilah overmacht kita dapatkan dari pemikiran para pakar hukum.
     
    Sebagaimana pernah dikutip dalam artikel Daya Paksa dan Pembelaan Terpaksa Sebagai Alasan Penghapus Pidana, R. Sugandhi, S.H. mengatakan bahwa kalimat “karena pengaruh daya paksa” harus diartikan baik pengaruh daya paksaan batin, maupun lahir, rohani, maupun jasmani. Daya paksa yang tidak dapat dilawan adalah kekuatan yang lebih besar, yakni kekuasaan yang pada umumnya tidak mungkin dapat ditentang.
     
    Masih bersumber dari artikel yang sama, keadaan memaksa atau overmacht dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) macam, yaitu:
     
    1. Yang bersifat mutlak
    Dalam hal ini, orang itu tidak dapat berbuat lain. Ia mengalami sesuatu yang sama sekali tidak dapat ia elakkan. Misalnya, seseorang dipegang oleh seseorang lainnya yang lebih kuat, kemudian dilemparkannya ke jendela kaca sehingga kacanya pecah dan mengakibatkan kejahatan merusak barang orang lain. Dalam peristiwa semacam ini dengan mudah dapat dimengerti bahwa orang yang tenaganya lemah itu tidak dapat dihukum karena segala sesuatunya yang melakukan ialah orang yang lebih kuat. Orang kuat inilah yang berbuat dan yang harus dihukum.
     
    1. Yang bersifat relatif
    Dalam hal ini, kekuasaan atau kekuatan yang memaksa orang itu tidak mutlak, tidak penuh. Orang yang dipaksa itu masih punya kesempatan untuk memilih mana yang akan dilakukan. Misalnya A ditodong dengan pistol oleh B, disuruh membakar rumah. Apabila A tidak segera membakar rumah itu, maka pistol yang ditodongkan kepadanya tersebut akan ditembakkan. Dalam pikiran, memang mungkin A menolak perintah itu sehingga ia ditembak mati. Akan tetapi apabila ia menuruti perintah itu, ia akan melakukan tindak pidana kejahatan. Walaupun demikian, ia tidak dapat dihukum karena adanya paksaan tersebut. Perbedaan kekuasaan bersifat mutlak dan kekuasaan bersifat relatif ialah bahwa pada yang mutlak, dalam segala sesuatunya orang yang memaksa itu sendirilah yang berbuat semaunya, sedang pada yang relatif, orang yang dipaksa itulah yang melakukan karena dalam paksaan kekuatan.
     
    R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar-Komentar lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 63) mengatakan bahwa paksaan itu harus ditinjau dari banyak sudut, misalnya apakah yang dipaksa itu lebih lemah daripada orang yang memaksa, apakah tidak ada jalan lain, apakah paksaan itu betul-betul seimbang apabila dituruti dan sebagainya. Hakimlah yang harus menguji dan memutuskan hal ini.
     
    1. Yang merupakan suatu keadaaan darurat
    Pada keadaan darurat ini orang yang terpaksa itu sendirilah yang memilih peristiwa pidana mana yang akan ia lakukan, sedang pada kekuasaan yang bersifat relatif, orang itu tidak memilih. Dalam hal ini (kekuasaan yang bersifat relatif - red), orang yang mengambil prakarsa ialah orang yang memaksa.
     
    Hal senada juga disampaikan oleh Lamintang dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (hal. 441), pengertian overmacht seperti yang telah diatur di dalam Pasal 48 KUHP itu, pembentuk undang-undang telah mengakui tentang adanya tiga macam peristiwa pokok, di mana suatu overmacht itu dapat terjadi, yakni:
    1. peristiwa-peristiwa di mana terdapat pemaksaan secara fisik;
    2. peristiwa-peristiwa di mana terdapat secara psikis; dan
    3. peristiwa-peristiwa di mana terdapat suatu keadaan yang biasanya juga disebut sebagai nothstand atau noodtoestand atau sebagai keadaan terpaksa.
     
    Noodtoestand
    Sejalan dengan yang telah dijelaskan di atas, Lamintang (hal. 441) pada intinya mengatakan bahwa jenis overmacht yang bukan terjadi karena perbuatan-perbuatan manusia, melainkan terjadi karena keadaan-keadaan, dalam ilmu hukum pidana sering disebut dengan “noodtoestand”.
     
    Lamintang menjelaskan bahwa menurut Prof Simons noodtoestand itu sebagai salah satu strafuitsluitingsgrond (dasar yang meniadakan hukuman) yang tersendiri, terlepas dari overmacht. Meskipun demikian Profesor Simons itu juga mengakui, bahwa pembentuk undang-undang itu sebenarnya telah bermaksud untuk memasukkan noodtoestand ke dalam pengertiannya yang bersifat umum dari overmacht seperti yang telah diatur di dalam Pasal 48 KUHP dimana overmacht itu dibagi menjadi:[1]
    1. overmacht dalam arti sempit, yakni keadaan memaksa yang telah ditimbulkan oleh adanya pemaksaan yang telah dilakukan oleh seorang manusia.
    2. Noodtoestand, yakni keadaan memaksa yang telah timbul bukan karena adanya sesuatu perbuatan yang telah dilakukan oleh seorang manusia.
     
    Jadi, Noodtoestand merupakan jenis overmacht yang bukan terjadi karena perbutan-perbuatan manusia, malainkan terjadi karena keadaan-keadaan.
     
    Sebagai contoh noodtoestand itu adalah peristiwa dua orang pelaut yang secara bersama-sama berpegangan pada sebuah balok untuk menyelamatkan nyawa mereka, oleh karena kapal yang mereka tumpangi telah tenggelam ke dalam laut, kemudian salah seorang dari mereka secara terpaksa mendorong kawannya hingga yang terakhir ini meninggal dunia tenggelam, yakni dengan maksud untuk menyelamatkan diri sendiri.[2]
     
    Jadi menjawab pertanyaan Anda, memang benar bahwa secara umum overmacht dan noodtoestand sama-sama merupakan suatu keadaan memaksa. Yang membedakan adalah overmacht merupakan keadaan memaksa yang ditimbulkan oleh adanya pemaksaan yang dilakukan oleh seorang manusia, sedangkan noodtoestand adalah keadaan memaksa yang timbul bukan karena adanya sesuatu perbuatan yang dilakukan oleh seorang manusia malainkan terjadi karena keadaan-keadaan.
     
    Dasar hukum:
    Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
     
    Referensi:
    1. Lamintang. 2013. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
    2. R. Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia: Bogor.
     
     

    [1] Lamintang, hal. 437
    [2] Lamintang, hal. 441-442

    Tags

    hukumonline
    hukum

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Pindah Kewarganegaraan WNI Menjadi WNA

    25 Mar 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!