Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dasar Hukum Relokasi Makam karena Pembangunan Jalan

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Dasar Hukum Relokasi Makam karena Pembangunan Jalan

Dasar Hukum Relokasi Makam karena Pembangunan Jalan
Dimas Hutomo, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Dasar Hukum Relokasi Makam karena Pembangunan Jalan

PERTANYAAN

Apa dasar hukumnya jika ada makam yang digusur dikarenakan ada pembangunan jalan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

     
    Pemerintah/pemerintah daerah telah merencanakan pembangunan sejak jauh hari. Mengenai penggantian kerugian relokasi makam yang terkena pembangunan jalan diatur lebih lanjut di peraturan daerah masing-masing daerah. Dalam hal tersebut masyarakat wajib mentaati rencana yang dilakukan pemerintah tersebut karena diwajibkan oleh undang-undang, sebagaimana diatur Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     

    ULASAN LENGKAP

    Intisari :
     
     
    Pemerintah/pemerintah daerah telah merencanakan pembangunan sejak jauh hari. Mengenai penggantian kerugian relokasi makam yang terkena pembangunan jalan diatur lebih lanjut di peraturan daerah masing-masing daerah. Dalam hal tersebut masyarakat wajib mentaati rencana yang dilakukan pemerintah tersebut karena diwajibkan oleh undang-undang, sebagaimana diatur Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.
     
    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
     
     
     
    Ulasan:
     
    Terima kasih atas pertanyaan Anda.
     
    Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1987 tentang Penyediaan Penggunaan Tanah untuk Keperluan Tempat Pemakaman (“PP 9/1987”), pengelolaan tanah tempat pemakaman di Indonesia dapat dibedakan dalam beberapa macam yang dijelaskan pada Pasal 1 huruf a, b, c, d, dan e PP 9/1987 maupun dalam angka 5 penjelasan umum peraturan tersebut, yaitu:
     
    Pasal 1 PP 9/1987
    1. Tempat Pemakaman Umum adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah bagi setiap orang tanpa membedakan agama dan golongan, yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II atau Pemerintah Desa.
    2. Tempat Pemakaman Bukan Umum adalah areal tanah yang disediakan untuk keperluan pemakaman jenazah yang pengelolaannya dilakukan oleh badan sosial dan/atau badan keagamaan.
    3. Tempat Pemakaman Khusus adalah areal tanah yang digunakan untuk tempat pemakaman yang karena faktor sejarah dan faktor kebudayaan mempunyai arti khusus.
    4. Krematorium adalah tempat pembakaran jenazah dan/atau kerangka jenazah.
    5. Tempat Penyimpanan Jenazah adalah tempat yang menurut adat/ kebiasaan dipergunakan untuk menyimpan/menempatkan jenazah yang karena keadaan alamnya mempunya sifat-sifat khusus dibandingkan dengan tempat lain.
     
    Terkait dengan adanya pembangunan jalan, kami asumsikan pembangunan jalan yang Anda maksud adalah pembangunan jalan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan oleh pemerintah. Hal ini didasarkan pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum (“UU 2/2012”), pemerintah[1] dan/atau pemerintah daerah[2] menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum.
     
    Dalam Pasal 10 huruf b UU 2/2012 disebutkan bahwa tanah untuk kepentingan umum salah satunya digunakan untuk pembangunan jalan umum dan jalan tol.
     
    Pembangunan jalan yang dimaksud, pastinya telah menjadi rencana pemerintah sejak jauh hari, sebagaimana disebutkan Pasal 7 ayat (1) UU 2/2012, bahwa Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan sesuai dengan:
    1. Rencana Tata Ruang Wilayah;
    2. Rencana Pembangunan Nasional/Daerah;
    3. Rencana Strategis; dan
    4. Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah.
     
    Sebagai contoh Rencana Tata Ruang Wilayah di Kota Bogor, dalam hal terjadi pembangunan Tol Ciawi-Sukabumi, yang telah di sebutkan di Pasal 15 ayat (2) huruf e Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bogor 2011-2031 (“Perda Kota Bogor 8/2011”), bahwa terjadi pengembangan Pusat Kota, Sub Pusat Kota, dan Pusat Lingkungan, salah satunya terletak di Jalan Raya Tajur dan sekitar rencana akses tol Ciawi Sukabumi - Inner Ring Road.
     
    Di samping itu, pemerintah daerah (Kota Bogor) juga menyinggung tempat pemakaman umum, salah satunya di Pasal 41 ayat (1) Perda Kota Bogor 8/2011 bahwa rencana pola ruang wilayah salah satunya mencakup rencana kawasan budidaya antara lain meliputi rencana peruntukan pelayanan umum mengenai prasarana dan sarana tempat pemakaman umum (TPU).[3]
     
    Selain itu, tahapan-tahapan pengadaan tanah tersebut pun harus sejalan dengan Pasal 13 UU 2/2012, yang menerangkan bahwa pengadaan tanah untuk kepentingan umum diselenggarakan melalui tahapan:
    1. perencanaan;
    2. persiapan;
    3. pelaksanaan; dan
    4. penyerahan hasil.
     
    Rencana Pembangunan yang dimaksud juga harus sejalan dengan Pasal 9 UU 2/2012, yaitu:
     
    1. Penyelenggaraan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pembangunan dan kepentingan masyarakat.
    2. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum dilaksanakan dengan pemberian Ganti Kerugian yang layak dan adil.

     

    Dalam terjadi pembangunan jalan demi kepentingan umum, Kewajiban masyarakat sebagaimana disebutkan Pasal 5 UU 2/2012 adalah sebagai berikut :
     
    Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
     
    Adapun yang disebut pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan tanah.[4] Wajib yang dimaksud Pasal 5 UU 2/2012 bukan berarti pemerintah dengan sewenang-wenang mengambil tanah yang dikuasai atau dimiliki masyarakat.
     
    Hal ini sejalan dengan Pasal 90 ayat (1) Perda Kota Bogor 8/2011, yang juga menyinggung mengenai hak memperoleh penggantian yang layak atas kerugian terhadap perubahan status tanah dan ruang udara semula yang dimiliki oleh masyarakat sebagai akibat pelaksanaan rencana tata ruang wilayah kota, yang harus diselenggarakan dengan cara musyawarah antara pihak yang berkepentingan dengan tetap memegang hak masyarakat.
     
    Selanjutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 UU 2/2012, lembaga pertanahan melakukan musyawarah dengan pihak yang berhak dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak hasil penilaian dari Penilai disampaikan kepada lembaga pertanahan untuk menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian berdasarkan hasil penilaian ganti kerugian. dan dalam hal tidak terjadi kesepakatan mengenai bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian, pihak yang berhak dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan negeri setempat dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah musyawarah penetapan ganti kerugian.[5]
     
    Pemberian Ganti Kerugian di Pasal 36 UU 2/2012 dapat diberikan dalam bentuk:
    1. Uang;
    2. Tanah pengganti;
    3. Permukiman kembali;
    4. Kepemilikan saham; atau
    5. Bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak.
     
    Karena demi kepentingan umum, Pasal 12 ayat (1) PP 9/1987 menyebut apabila terdapat suatu tempat pemakaman umum, tempat pemakaman bukan umum, krematorium,dan tempat penyimpanan jenazah yang dipandang tidak sesuai lagi dengan tata kota, sehingga menjadi penghambat peningkatan mutu lingkungan, secara bertahap diusahakan pemindahannya ke suatu lokasi yang disesuaikan dengan rencana pembangunan daerah dan rencana tata kota serta memperhatikan rencana pembangunan daerah atau rencana pembangunan tata kota.
     
    Yang dimaksud dengan hambatan bagi peningkatan mutu lingkungan di atas antara lain keadaan yang merusak:[6]
    1. Keserasian dan keseimbangan lingkungan;
    2. Fungsi Pemukiman;
    3. Keindahan.
     
    Pemindahan yang dimaksud tidak senantiasa berarti disediakan lokasi baru, akan tetapi dapat juga ditampung pada lokasi yang sudah ada yang telah disesuaikan dengan rencana tata kota dan rencana pembangunan daerah, dan ketentuan sebagai berikut :[7]
    1. Tidak berada dalam wilayah yang padat penduduknya;
    2. Menghindari penggunaan tanah yang subur;
    3. Memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup;
    4. Mencegah pengrusakan tanah dan lingkungan hidup;
    5. Mencegah penyalahgunaan tanah yang berlebih-lebihan.
     
    Artinya pemerintah memiliki 2 opsi dalam hal terjadi penggusuran tempat pemakaman, yaitu menyediakan tempat pemakaman baru atau memindahkan jenazah ke tempat pemakaman yang sudah ada sebelumnya.
     
    Contoh lain dari peraturan daerah yang mengatur mengenai tempat pemakaman umum dalam kaitannya dengan pembangunan daerah terdapat di Pasal 17 ayat (1) Peraturan Daerah Kota Sukabumi Nomor 5 Tahun 2008 tentang Penyediaan dan Penggunaan Tanah Untuk Keperluan Tempat Pemakaman:
     
    Apabila terdapat suatu Tempat Pemakaman Umum dan Tempat Pemakaman Bukan Umum yang dipandang tidak sesuai lagi dengan Rencana Pembangunan Daerah dan/atau Rencana Tata Ruang Wilayah sehingga menjadi penghambat peningkatan fungsi tatanan lingkungan harus ditutup dan dipindahkan.
     
    Selain itu, terdapat contoh lainnya di Pasal 15 ayat (2) Peraturan Walikota Kota Bekasi Nomor 56 Tahun 2013 tentang Penataan Tempat Pemukiman di Kota Bekasi:
     
    Pemindahan jenazah dari satu petak tanah makam ke petak tanah makam lainnya untuk kepentingan umum, atau pemindahan kerangka jenazah yang telah berjalan 1 (satu) tahun, pemindahan ke daerah lain, di luar Kota Bekasi dapat dilakukan atas izin Dinas Pertamanan, Pemakaman dan Penerangan Jalan Umum setelah mendapat rekomendasi dari Dinas Kesehatan.
     
    Menjawab pertanyaan Anda, pemerintah/pemerintah daerah telah merencanakan pembangunan sejak jauh hari. Mengenai penggantian kerugian relokasi makam yang terkena pembangunan jalan diatur lebih lanjut di peraturan daera masing-masing daerah. Dalam hal tersebut masyarakat wajib mentaati rencana yang dilakukan pemerintah tersebut karena diwajibkan undang-undang, sebagaimana diatur Pasal 5 UU 2/2012.
     
    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
     
    Dasar hukum:
    1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum;

    [1] Pemerintah Pusat (“Pemerintah”) adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 1 angka 12 UU 2/2012)
    [2] Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah (Pasal 1 angka 13 UU 2/2012)
    [3] Pasal 48 huruf e Perda Kota Bogor 8/2011
    [4] Pasal 1 angka 3 UU 2/2012
    [5] Pasal 38 ayat (1) UU 2/2012
    [6] Penjelasan pasal 12 ayat (1) PP 9/1987
    [7] Penjelasan pasal 12 ayat (2) PP 9/1987

    Tags

    relokasi
    negara

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Somasi: Pengertian, Dasar Hukum, dan Cara Membuatnya

    7 Jun 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!