Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Ketentuan Aborsi bagi Korban Pemerkosaan

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Ketentuan Aborsi bagi Korban Pemerkosaan

Ketentuan Aborsi bagi Korban Pemerkosaan
Nafiatul Munawaroh, S.H., M.HSi Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Ketentuan Aborsi bagi Korban Pemerkosaan

PERTANYAAN

Saya ingin bertanya, apabila seorang perempuan (PR) diperkosa oleh seorang laki-laki (LK), kemudian si PR hamil dan karena ketakutannya akan ketahuan orang tuanya bahwa dia telah diperkosa, maka dibiarkannya hingga usia kehamilannya jatuh 4 bulan. Ketika itu, apakah masih bisa dilakukan aborsi berdasarkan UU Kesehatan? Lalu, apakah ada perlindungan hukum atau hak asasi manusia terhadap calon bayi tersebut, seperti hak untuk hidup? Jika ada, apakah tindakan ibu tersebut merupakan suatu tindak pidana? Terima kasih.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Kehamilan akibat perkosaan merupakan pengecualian atas larangan aborsi atau dengan kata lain aborsi karena kehamilan akibat perkosaan adalah diperbolehkan. Tindakan aborsi karena kehamilan akibat perkosaan dapat dilakukan setelah melalui konseling pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor.

    Lantas, berapa usia kehamilan paling lama dapat dilakukan aborsi atas indikasi kehamilan akibat perkosaan?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang dibuat oleh Charles Situmorang, S.H. dan pertama kali dipublikasikan pada Rabu, 21 Februari 2018.

    Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Ketentuan Aborsi dalam KUHP

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu kami sampaikan terlebih dahulu apa itu aborsi. Aborsi atau yang lebih dikenal dalam istilah hukumnya dengan abortus provocatus yang ditulis dalam bahasa Latin memiliki arti dan makna pengguguran kandungan secara sengaja atau niat diri sendiri maupun orang lain.[1]

    Aturan mengenai aborsi diatur di dalam KUHP lama yang saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan,[2] yaitu tahun 2026. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut.

    Pasal 346 KUHP

    Pasal 463 UU 1/2023

    Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

    1. Setiap perempuan yang melakukan aborsi, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun.

    2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal perempuan merupakan korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan yang umur kehamilannya tidak melebihi 14 minggu atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

    Dalam hal ini, KUHP atau UU 1/2023 sebagai aturan yang bersifat lex generalis dengan tegas menyatakan bahwa perbuatan aborsi adalah sesuatu yang dilarang sehingga dapat dijerat dengan Pasal 346 KUHP atau Pasal 463 UU 1/2023. Namun demikian, dalam Pasal 463 UU 1/2023 dikecualikan bagi korban kekerasan seksual atau memiliki indikasi kedaruratan medis.

    Ketentuan Aborsi dalam UU Kesehatan

    Pasal 60 ayat 1 UU Kesehatan dengan tegas melarang tindakan aborsi kecuali dengan kriteria yang diperbolehkan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana.

    Pelaksanaan aborsi yang memenuhi kriteria yang diperbolehkan tersebut hanya dapat dilakukan:

    1. oleh tenaga medis dan dibantu tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan;
    2. pada fasilitas pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri; dan
    3. dengan persetujuan perempuan hamil yang bersangkutan dan dengan persetujuan suami, kecuali korban perkosaan.

    Pada dasarnya, UU Kesehatan adalah sebuah aturan khusus yang mengatur tentang perbuatan atau tindakan aborsi berdasarkan asas lex specialis derogat legi generalis sebagaimana diatur dalam Pasal 63 ayat (2) KUHP atau Pasal 125 ayat (2) UU 1/2023. Selain itu, juga berlaku asas lex posterior derogat legi priori dimana UU Kesehatan adalah peraturan baru, sehingga mengesampingkan KUHP sebagai peraturan yang lama.

    Oleh karena itu, ketentuan Pasal 346 KUHP yang mengatur tentang tindakan aborsi sudah semestinya dikesampingkan karena telah ada aturan khusus dan terbaru yaitu UU Kesehatan yang mengatur hal tersebut.

    Adapun hukuman bagi setiap perempuan yang melakukan aborsi karena tidak sesuai dengan kriteria yang dikecualikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 UU Kesehatan maka dipidana penjara paling lama 4 tahun.[3]

    Ketentuan Aborsi bagi Korban Perkosaan

    Berdasarkan ketentuan dalam UU Kesehatan di atas, dapat disimpulkan bahwa korban perkosaan merupakan pengecualian dari larangan aborsi. Hal ini juga diatur dalam Pasal 31 ayat (1) PP 61/2014 bahwa tindakan aborsi hanya dapat dilakukan berdasarkan indikasi kedaruratan medis dan kehamilan akibat perkosaan.

    Lantas, berapa usia kehamilan paling lama dapat dilakukan aborsi atas indikasi kehamilan akibat perkosaan? Dalam UU Kesehatan yang baru tidak diatur mengenai batasan maksimal usia kehamilan yang dapat dilakukan tindakan aborsi akibat perkosanaan.

    Secara historis, batasan maksimal usia kehamilan untuk aborsi akibat perkosaan diatur dalam Pasal 76 UU 36/2009 yaitu sebelum kehamilan berumur 6 minggu. Namun, setelah diundangkannya UU 17/2023 atau UU Kesehatan yang baru, tidak diatur lagi mengenai batasan maksimal usia kehamilan untuk aborsi akibat perkosaan.

    Namun demikian, dalam PP 61/2014 diatur lebih teknis bahwa untuk tindakan aborsi akibat perkosaan, hanya dapat dilakukan apabila usia kehamilan paling lama 40 hari dihitung sejak hari pertama haid terakhir.[4]

    Lebih lanjut, kehamilan akibat perkosaan harus dibuktikan dengan:[5]

    1. usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter; dan
    2. keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain seperti dokter spesialis psikiatri, forensik, dan pekerja sosial, mengenai adanya dugaan perkosaan.

    Tindakan aborsi karena kehamilan akibat perkosaan hanya dapat dilakukan setelah melalui konseling pra tindakan dan diakhiri dengan konseling pasca tindakan yang dilakukan oleh konselor.[6]

    Jadi, menjawab pertanyaan Anda, apakah boleh aborsi untuk korban pemerkosaan? Jawabannya diperbolehkan. PR sebagai korban perkosaan pada dasarnya dapat melakukan aborsi sepanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang kami jelaskan di atas. Akan tetapi, jika tindakan aborsi tersebut akan dilakukan pada usia kehamilan yang telah mencapai 4 bulan (16 minggu), maka hal tersebut tidak sesuai dengan ketentuan dalam PP 61/2014.

    Kami menyarankan agar PR terlebih dahulu melaporkan kejadian perkosaan tersebut kepada kepolisian. Adapun terkait dengan kehamilannya, PR dapat mengkonsultasikan hal tersebut kepada tenaga medis.

    Hak Anak dalam Kandungan untuk Hidup

    Pada dasarnya hak untuk hidup adalah salah satu hak asasi manusia yang dilindungi dalam konstitusi sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 28A UUD 1945.

    Lebih lanjut, dalam Pasal 4 UU Perlindungan Anak disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

    Adapun anak yang dimaksud di sini adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.[7]

    Selain itu, dalam Pasal 52 ayat (2) UU HAM disebutkan bahwa hak anak adalah hak asasi manusia dan untuk kepentingannya hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum bahkan sejak dalam kandungan.

    Namun demikian, dalam hal ini PR selaku korban tindak pidana pemerkosaan perlu mendapatkan perlindungan hukum. Sehingga, ketentuan yang berlaku padanya adalah Pasal 60 UU Kesehatan. Dalam rangka melaksanakan perlindungan tersebut, PR selaku korban pemerkosaan diberikan hak untuk melakukan aborsi dengan cara sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
    4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anaksebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan diubah kedua kalinya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016;
    5. Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;
    6. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan;
    7. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

    Referensi:

    Bayu Anggara. Harmonisasi Pengaturan Aborsi di Indonesia. Jurnal Hukum Saraswati, Vol. 3, No. 1, 2021.

    [1] Bayu Anggara. Harmonisasi Pengaturan Aborsi di Indonesia. Jurnal Hukum Saraswati, Vol. 3, No. 1, 2021, hal. 121

    [2] Pasal 624 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“UU 1/2023”)

    [3] Pasal 427 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

    [4] Pasal 31 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi (“PP 61/2014”)

    [5] Pasal 34 ayat (2) PP 61/2014 dan penjelasannya

    [6] Pasal 37 ayat (1) dan (2) PP 61/2014

    [7] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak

     

    Tags

    aborsi
    pemerkosaan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Konversi Utang Jadi Setoran Saham, Ini Caranya

    14 Sep 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!