Diskusi Hukumonline 2015

Pendekatan Hukum dan Bisnis atas Implementasi PBI Kewajiban Penggunaan Rupiah

Mendiskusikan penerapan regulasi kewajiban penggunaan rupiah di Indonesia

YI/FD

Bacaan 2 Menit

Narasumber dan Moderator. (Dari kiri ke kanan: Wibawa Pram Sihombing, Hernowo Koentoadji, Bambang Sukardiputra, Abdul Razak Asri)
Indonesia merupakan Negara kesatuan yang berdaulat. Setiap negara yang berdaulat memiliki mata uang sendiri yang berlaku di Negara tersebut. Mata uang merupakan symbol kedaulatan suatu bangsa. Untuk menjamin kedaulatan dan kesatuan Indonesia, salah satunya adalah dengan menggunakan mata uang Rupiah di dalam territorial indonesia. 
 
Dalam era globalisasi ini, keberadaan Rupiah menjadi tergerus dengan meningkatnya pemakaian mata uang asing di teritorial NKRI. Beberapa bidang yang bersinggungan dengan perdagangan internasional acap kali menggunakan mata uang asing sebagai alat pembayaran di Indonesia. Jumlah peredaran mata uang asing yang tinggi di wilayah Indonesia tersebut menimbulkan gejolak terhadap nilai Rupiah. Rupiah yang seharusnya menjadi primadona alat pembayaran Indonesia kini tersisihkan. Oleh karena itulah, demi menekan angka peredaran mata uang asing di wilayah Indonesia dan juga untuk memperkuat Rupiah, pada tahun 2011 diterbitkanlahUndang- Undang No. 7 Tahun 2011 tentang  Mata Uang (UU No. 7/2011).
 
Sejak diterbitkan, UU No.7/2011 menuai pro kontra dari berbagai kalangan. Pasalnya, UU ini mengatur mengenai kewajiban penggunaan Rupiah pada setiap transaksi di Indonesia. Pengaturan kewajiban penggunaan Rupiah dapat dijumpai dalam Pasal 21 Bab V UU No.7/2011. Dalam UU tersebut diatur bahwa seluruh transaksi yang dilakukan di wilayah Indonesia seperti:
(i)    Transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran;
(ii)   Penyelesaian kewajiban lainnya yang harus dipenuhi dengan uang; dan/atau
(iii)  Transaksi keuangan lainnya wajib menggunakan mata uang Rupiah.
Namun, ketentuan ini memiliki pengecualian. Kewajiban penggunaan Rupiah tidak berlaku untuk transaksi tertentu, seperti transaksi dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), penerimaan atau pemberian hibah dari atau keluar negeri dan transaksi perdagangan internasional serta simpanan di bank dalam bentuk valuta asing serta transaksi pembiayaan internasional.
 
Selain Pasal 21 UU No.7/2011, Pasal 23 juga merupakan salah satu pasal yang sering diperdebatkan. Pasal 23 berbunyi:
Ayat (1): “Setiap orang dilarang menolak untuk menerima Rupiah yang penyerahannya dimaksudkan sebagai pembayaran atau untuk menyelesaikan kewajiban yang harus dipenuhi dengan Rupiah dan/atau untuk transaksi keuangan lainnya di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kecuali karena terdapat keraguan atas keaslian Rupiah.” 
Ayat (2): “Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk pembayaran atau untuk penyelesaian kewajiban dalam valuta asing yang telah diperjanjikan secara tertulis.”

Mengingat pentingnya pembahasan mengenai kewajiban penggunaan rupiah tersebut, maka hukumonline.com sebagai media hukum yang memperhatikan perkebangan kebijakan di Indonesia, telah mempertemukan pihak-pihak yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban penggunaan rupiah dalam satu diskusi yang telah dilaksanakan pada Kamis, 28 Mei 2015 di Ballroom 1 JS Luwansa Hotel. 

Diskusi ini dihadiri oleh berbagai perusahaan swasta maupun BUMN dan materi diskusi disajikan oleh narasumber yang ahli di bidangnya. Narasumber yang hadir ialah:
1. Bambang Sukardiputra (Deputi Direktur Departemen Hukum Bank Indonesia);
2. Hernowo Koentoadji (Deputi Direktur Departemen Pengelolaan Uang Bank Indonesia);
3. Wibawa Pram Sihombing (Kasubdit Perencanaan dan Pengendalian Kas, Direktorat Pengelolaan Kas Negara. Ditjen Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI);
4. Prinuka Arrom (Biro Hukum Kejaksaan Agung RI); dan
5. Prof. Hikmahanto Juwana (Ahli Hukum).


Hadir pula sebagai tamu undangan VIP, Eva Theresia Bangun (Kabag Hukum Jasa Keuangan dan Perjanjian, Biro Hukum Setjen Kementerian Keuangan RI), yang memberikan pendapatnya pada diskusi sesi kedua. Moderator dalam diskusi ini adalah Abdul Razak Asri (Pemimpin Redaksi Hukumonline.com).

Dalam diskusi tersebut dibahas mengenai maksud dan tujuan dari regulasi Kewajiban Penggunaan Rupiah, sanksi, serta implikasinya terhadap bisnis di Indonesia. Esensi penting yang didapatkan dari diskusi tersebut adalah bahwa UU Mata Uang mengatur transaksi kartal/tunai, sedangkan PBI 17/3/PBI/2015 mengatur transaksi giral, sehingga pengaturan penggunaan Rupiah untuk transaksi kartal dan giral telah diakomodir. Diskusi ini berjalan lancar dan sukses. Para peserta dan narasumber berdiskusi dengan sangat interaktif.


------------
Jika anda tertarik dengan notulensi pelatihan ini, silahkan menghubungi [email protected]. Notulensi tersedia gratis bagi pelanggan hukumonline.com


 
Didukung oleh:

PT Pelabuhan Tanjung Priok