10 Langkah Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM di Kasus Brigadir J
Terbaru

10 Langkah Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM di Kasus Brigadir J

Mulai dari meminta keterangan saksi; instansi terkait; koordinasi dengan Mabes Polri; media monitoring; meninjau lokasi dan olah tempat kejadian perkara; meminta keterangan ahli; menghadiri proses autopsi dan rekonstruksi peristiwa kematian; perbandingan temuan fakta; dan penyusunan laporan akhir.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Kantor Komnas HAM di Jakarta. Foto: Istimewa
Kantor Komnas HAM di Jakarta. Foto: Istimewa

Komnas HAM telah mengawal proses penegakan hukum dalam peristiwa kematian Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Pengawalan itu dilakukan dengan membentuk Tim Pemantauan dan Penyelidikan Peristiwa Kematian Brigadir J yang dipimpin komisioner Komnas HAM RI, M Choirul Anam. “Pemantauan dan penyelidikan itu dilakukan sebagaimana Pasal 89 ayat 3 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM,” ujarnya ketika dikonfirmasi, Senin (3/9/2022).

Anam menjelaskan ada 10 langkah pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM terhadap peristiwa tersebut. Pertama, melakukan permintaan keterangan terhadap saksi-saksi guna didengar keterangannya yaitu saksi dari keluarga Brigadir J, saksi-saksi ADC (ajudan), mantan Kadiv Propam Polri FS, dan istrinya PC serta keluarganya. Kemudian pengurus rumah FS, dan saksi dari pihak kepolisian.

Kedua, meminta keterangan dari instansi terkait yaitu Puslabfor Bareskrim, Siber Bareskrim, dan Tim Dokter Forensik RS Kramat Jati. Ketiga, koordinasi dengan Tim Khusus Mabes Polri untuk pendalaman informasi. Keempat, melakukan media monitoring terkait dengan peristiwa kematian Brigadir J. Kelima, meninjau lokasi dan juga olah tempat kejadian perkara.

Keenam, meminta keterangan ahli forensik dan psikologi klinis. Ketujuh, menghadiri pelaksanaan Ekshumasi/Gali kubur (Autopsi) almarhum Brigadir J di Sungai Bahar, Muaro Jambi yang dilakukan oleh Tim Persatuan Doktor Forensik Indonesia (PDFI). Delapan, menghadiri rekonstruksi peristiwa Kematian Brigadir J yang digelar oleh Bareskrim Mabes Polri di rumah pribadi FS di Saguling III dan rumah dinasnya di Komplek Polri Duren Tiga Jakarta Selatan. Sembilan, melakukan perbandingan temuan fakta untuk persesuaian. Sepuluh, penyusunan laporan akhir tim.

Dari hasil pemantauan dan penyelidikan itu, Komnas HAM menemukan konstruksi peristiwa antara lain terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J yang merupakan tindakan pembunuhan di luar proses hukum atau extra judicial killing yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual. Pembunuhan di luar proses hukum terhadap Brigadir J terjadi dengan perencanaan di lokasi rumah Saguling III. Peristiwa pembunuhan yang terjadi tidak dapat dijelaskan secara detail karena terdapat banyak hambatan yaitu adanya berbagai tindakan obstruction of justice yang dilakukan oleh berbagai pihak.

Analisis faktual Komnas HAM menyimpulkan pembunuhan Brigadir J merupakan extra judicial killing atau pembunuhan terhadap seseorang tanpa proses peradilan atau di luar proses hukum dan merupakan pelanggaran terhadap hak yang paling mendasar yaitu hak untuk hidup. Komnas HAM menyebut tidak terdapat tindakan penyiksaan maupun penganiayaan terhadap tubuh Brigadir J yang dibunuh pada Jumat 8 Juli 2022 di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri FS Jl. Duren Tiga Utara No.46 Jakarta Selatan, baik berdasarkan hasil autopsi pertama maupun autopsi kedua.

Ditemukan pula tindakan obstruction of justice diantaranya membuat skenario dengan cara mengkonsolidasi saksi, tempat kejadian perkara (TKP), membuat narasi, dan penggunaan pengaruh jabatan. Obstruction of justice juga dilakukan dengan cara menghilangkan/merusak barang bukti. Hasilnya ada 4 pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut meliputi hak untuk hidup; hak memperoleh keadilan; obstruction of justice; dan hak anak.

Komnas HAM merekomendasikan 8 hal kepada Polri sebagai institusi yang memiliki kewenangan penegakan hukum. Beberapa rekomendasi yakni meminta kepada Penyidik untuk menindaklanjuti temuan fakta peristiwa oleh Komnas HAM RI dalam proses penegakan hukum dan memastikan proses tersebut berjalan imparsial, bebas intervensi, transparan serta akuntabel berbasis scientific investigation. Menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri. PC di Magelang dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan-kerentanan khusus.

“Memastikan penegakan hukumnya tidak hanya sebatas pelanggaran disiplin atau kode etik, tapi juga dugaan tindak pidana dan tidak hanya terhadap terduga pelakunya saja, tapi juga semua pihak yang terlibat baik dalam kapasitas membantu maupun turut serta,” katanya.

Tags:

Berita Terkait