10 Putusan Mahkamah Konstitusi Terpilih
Berita

10 Putusan Mahkamah Konstitusi Terpilih

Salah satu perkembangan ketatanegaraan Indonesia dalam setahun terakhir, khususnya di bidang kekuasaan kehakiman, adalah terbentuknya Mahkamah Konstitusi (MK). Mahkamah ini adalah pelaksana kekuasaan kehakiman disamping Mahkamah Agung (MA).

Oleh:
Tim Redaksi
Bacaan 2 Menit

Alasan MK ‘mencabut nyawa' UU No. 16/2003 tidak lain karena adanya asas retroaktif, pemberlakuan undang-undang untuk suatu peristiwa yang terjadi sebelumnya. Undang-Undang dimaksud adalah UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Menurut MK, pemberlakuan asas retroaktif hanya dapat dibenarkan untuk pelanggaran HAM berat.  

3. UU Ketenagalistrikan untuk rakyat (Register No.001, 021-022/PUU-I/2003)

Pemegang otoritas perekonomian seperti kebakaran jenggot mendengar putusan MK terhadap permohonan APHI, Serikat Pekerja PLN dan Ikatan Keluarga Pensiunan Listrik Negara. Dalam putusannya 15 Desember lalu, MK menyatakan Undang-Undang No. 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan tidak berlaku. Undang-Undang ini dinilai menabrak hakekat pasal 33 UUD 1945. Menurut MK, listrik masih merupakan cabang produksi penting dan menguasai hajat hidup orang banyak. Sehingga harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besanya untuk kemakmuran rakyat.

Pemohon memang hanya mengajukan permohonan terhadap pasal 16, 17 dan 68. Tetapi karena ketiga pasal itu merupakan jantung dan paradigma Undang-Undang Ketenagalistrikan, maka seluruh materinya dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Ketua MK Jimly Asshiddqie mengatakan bahwa dinamika ekonomi harus tunduk pada hukum. UUD 1945 tidak menolak privatisasi dan liberalisasi. 

4. Hapusnya ancaman pidana bagi orang yang mengaku-ngaku advokat (Register Nomor 006/PUU-II/2004)

Menjelang akhir tahun 2004, tepatnya 13 Desember lalu, MK mengejutkan kalangan advokat dengan mencabut keberlakuan pasal 31 Undang-Undang Advokat. Komite Kerja Advokat Indonesia (KKAI) langsung bereaksi keras dan mengecam putusan itu sebagai penghancur tatanan hukum yang sudah ada. Betapa tidak, pasal ancaman pidana bagi orang-orang yang mengaku advokat itu tak punya kekuatan lagi. Otoritas berwenang tentu akan sulit mengawasi dan menindak orang-orang yang mengaku-ngaku advokat, padahal sebenarnya bukan advokat.

Tetapi hakim MK punya pertimbangan lain. Enam dari sembilan hakim menilai pasal itu dalam praktek dapat melahirkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi masyarakat. Bayangkan, dosen yang memberi ‘konsultasi' hukum kepada seseorang lalu ia diberi uang terima kasih akan bisa dipidana menurut ketentuan pasal 31. Itu sebabnya pencabutan itu dianggap sebagai angina segar bagi kalangan dosen yang bekerja di LBH-LBH kampus. Permohonan itu sendiri memang diajukan LKPH Universitas Muhammadiyah Malang.

5. Harga BBM dikendalikan Pemerintah (Register No. 002/PUU-I/2003)

Pembacaan putusan atas judicial review Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 tentang Migas bisa jadi sidang yang paling banyak menyedot perhatian masyarakat. Apalagi, putusan dibacakan dua hari setelah terjadi kenaikan harga BBM Pertamax dan elpiji. Ruang siding MK penuh, meluber hingga ke tangga di bagian luar. Sementara di depan gedung ratusan hingga ribuan massa berdemo sehingga Jalan Medan Merdeka Barat ditutup kecuali untuk satu jalur. Jalur busway terpaksa dibuka untuk bus reguler.

Tetapi di dalam sidang, hakim telah membacakan sebuah  putusan mulus karena disetujui secara bulat kesembilan hakim konstitusi. Meski tidak mengabulkan seluruh permohonan APHI, PBHI, Yayasan 324, SNB dan Serikat Pekerja Karyawan Pertamina itu, MK telah mengembalikan konsep penanganan minyak dan gas bumi ke dalam kerangka pasal 33 UUD 1945.

Tags: