10 Rekomendasi Civil-20 Atas Agenda Reformasi Perpajakan Internasional
Terbaru

10 Rekomendasi Civil-20 Atas Agenda Reformasi Perpajakan Internasional

Seperti menyerukan pembentukan badan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pajak Global, hingga mendesak G20 agar memfasilitasi mekanisme restrukturisasi utang yang jelas dan tepat waktu yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Pertemuan Menteri Keuangan, Bank Sentral dan negara-negara  G20 berlangsung sejak pekan lalu di Bali. Sejumlah agenda yang menjadi bahasan antara lain mendorong pemulihan perekonomian global bersama menjadi lebih kuat di tengah tantangan yang terus mengemuka. Begitu pula dorongan agar terus dilanjutkannya agenda reformasi perpajakan internasional yang diinisiasi Indonesia ataupun yang disepakati oleh negara-negara G20.

Tapi, Tax and Sustainable Finance Working Group (TSFWG) Civil-20 menyampaikan pandangan yang berbeda dan menyampaikan rekomendasi terkait dengan agenda-agenda yang sedang dibahas,” ujar Koordinator TSFWG Civil-20, Fiona Armintasari melalui keterangannya, Senin (18/7/2022).

TSFWG Civil-20 terdiri dari organisasi masyarakat sipil Indonesia dan sejumlah negara lainnya. Menurutnya, dalam beberapa hal TWFWG mendukung dilanjutkannya agenda reformasi perpajakan internasional. Menurut Fiona, dalam pertemuan 3rd Finance and Central Bank Deputies Meeting, G20 membahas sejumlah isu. Seperti dua pilar perpajakan internasional, forum inklusif untuk pendekatan mitigasi karbon, pajak dan pembangunan, transparansi pajak, serta implementasi proyek Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Terkait agenda perpajakan, Civil-10 menyodorkan 10 rekomendasi. Pertama, G20 dan negara-negara lainnya agar menyerukan pembentukan badan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Pajak Global. Pembentukan badan khusus tersebut nantinya bakal memiliki mandat internasional dan tak sekedar mewakili negara kaya., tapi juga negara berkembang dan miskin dalam menerapkan aturan dan peraturan lintas batas dan yurisdiksi.

Baginya, badan tersebut bakal menjadi forum global yang sejatinya bakal lebih inklusif, universal dan demokratis yang memiliki legitimasi melalui peningkatan keterwakilan dan partisipasi negara berkembang dan negara miskin. Kedua, Civil 20 mengusulkan pengurangan lingkup ambang batas (threshold) dari yang berlaku saat ini sebesar 20 miliar euro agar lebih banyak lagi perusahaan multinasional yang masuk dalam skema pilar 1, serta benefit yurisdiksi pasar menjadi lebih maksimal. Selain itu, usulan minimal 30 persen dari residual profit (seluruh laba diatas 10% dari penghasilan) bakal diberikan pada yurisdiksi pasar.

Ketiga, Civil-20 mengusulkan tarif pajak minimum global untuk perusahaan multinasional ditetapkan pada kisaran 21-25%, bukan 15%. Selain itu, mendorong perusahaan multinasional diwajibkan mempublikasikan pelaporan negara per negara yang dapat diakses publik untuk transparansi perpajakan yang lebih baik. Tak kalah penting, mendorong dalam menurunkan ambang batas kewajiban pelaporan negara per negara yang saat ini sebesar 750 juta euro agar lebih banyak lagi perusahaan multinasional yang masuk dalam skema Pilar 2.

Keempat, negara-negara G20 mesti membiayai infrastruktur/layanan publik melalui alternatif lain. Seperti berupa pajak kekayaan yang juga berfungsi sebagai sarana redistribusi kekayaan dan untuk mengurangi ketimpangan. Kemudian melalui mekanisme tarif tetap pada nilai kekayaan diatas AS$10 juta.

Tags:

Berita Terkait