1.343 Perkara Keadilan Restoratif, Mayoritas Korban Memaafkan Tanpa Syarat
Terbaru

1.343 Perkara Keadilan Restoratif, Mayoritas Korban Memaafkan Tanpa Syarat

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum menyebutkan terdapat kurang lebih 1.343 perkara yang telah diselesaikan melalui keadilan restorative dari 2.000-an permohonan yang masuk.

Oleh:
Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana dalam Seminar Nasional bertajuk 'Konsolidasi Keadilan Restoratif di Indonesia', Selasa (19/7/2022). Foto: RES
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana dalam Seminar Nasional bertajuk 'Konsolidasi Keadilan Restoratif di Indonesia', Selasa (19/7/2022). Foto: RES

Keadilan restoratif atau restorative justice (RJ) merupakan penyelesaian masalah yang melibatkan para pihak yang berperkara dengan dimediasi aparat penegak hukum. RJ yang dilakukan bermaksud agar dapat mencapai kesepakatan perdamaian yang diterima oleh semua lapisan masyarakat dan mengembalikan atau memperbaiki tatanan kehidupan masyarakat yang rusak karena perbuatan pidana yang telah dilakukan.

Beberapa waktu terakhir, sejak terbitnya Peraturan Kejaksaan RI No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, penyelesaian perkara melalui RJ marak dilakukan oleh kejaksaan-kejaksaan negeri se-Indonesia. Adapun mekanisme RJ mendulang atensi positif dan dukungan dari berbagai kalangan masyarakat.

“Keadilan Restoratif yang saat ini sedang mendapat respons sangat positif dari masyarakat sebenarnya bukanlah konsep hukum yang dikenal di negara kita. Tapi model keadilan ini berkembang begitu bagus, mendapat respon di masyarakat,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Fadil Zumhana dalam Seminar Nasional bertajuk “Konsolidasi Keadilan Restoratif di Indonesia”, Selasa (19/7/2022).

Baca Juga:

Selain mendapat tempat di hati masyarakat, lanjutnya, perlu dilakukan langkah-langkah terhadap RJ ke depan bersama para aparat penegak hukum lain. “Menjadi satu wadah yang ditampung dalam KUHAP ke depan supaya mendapatkan tempat secara hukum yang kuat dalam masyarakat. Untuk menempatkann keadilan restoratif pada hukum acara pidana ke depan memang kita harus terus menerus melakukan konsolidasi seperti ini,” harap dia.

Menurut Fadil, penting untuk menentukan dimana tempat RJ ke depan. Terlebih dengan keberadaan keadilan restoratif yang bukan sekedar menghindari ‘stigma’ atau ‘overcrowded’ semata, tetapi lebih jauh dari itu. RJ dapat menjadi bukti bahwa hukum tidak dibuat hanya untuk mengatur bagai mesin yang bekerja, melainkan hukum dibuat untuk manusia yang memiliki harkat dan martabat.

Meski model keadilan restoratif dipandang baik, tetap penting untuk tidak kemudian menghentikan perkara secara membabi-buta. Pada satu bulan pertama RJ diusung oleh Kejaksaan, ia melihat adanya semangat kejaksaan-kejaksaan negeri di berbagai daerah belum terbentuk ‘bagaimana mengembalikan keadaan seperti semula’, tetapi malah hanya ‘semangat menghentikan perkara’.

Tags:

Berita Terkait