2 Guru Besar FHUI Beri Masukan Revisi UU Ombudsman
Utama

2 Guru Besar FHUI Beri Masukan Revisi UU Ombudsman

Ada sejumlah kelemahan Ombudsman di banyak negara. Pembahasan Revisi UU Ombudsman juga harus mencermati ketentuan yang diatur dalam UU tentang Pelayanan Publik.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Guru Besar Hukum Pidana FHUI Prof Harkristuti Harkrisnowo saat RDPU di Baleg DPR, Rabu (5/4/2023). Foto: Tangkapan layar youtube
Guru Besar Hukum Pidana FHUI Prof Harkristuti Harkrisnowo saat RDPU di Baleg DPR, Rabu (5/4/2023). Foto: Tangkapan layar youtube

Proses pembahasan Revisi terhadap UU No.37Tahun 2008 tentang Ombudsman terus bergulir di DPR. Dalam pembahasan itu Badan Legislasi (Baleg) mengundang sejumlah akademisi melalui Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU). Tujuannya untuk menjaring masukan dari para pakar terkait penyusunan Revisi UU 37/2008.

Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) Prof Harkristuti Harkrisnowo berpandangan karakter utama Ombudsman itu independensi dan imparsialitas. Kemudian proses yang dijalankan Ombudsman harus kredibel dan dapat dipercaya publik dan menjaga kerahasiaan dalam proses tersebut.

Menurut Prof Tuti, peran Ombudsman begitu antara lain melindungi publik dari penyalahgunaan kekuasaan dan mal administrasi; mengawasi, mendorong transparansi dan akuntabilitas pelayanan publik; menerima keluhan masyarakat; dan membuka alternatif penyelesaian sengketa. “4 karakter utama Ombudsman ini penting,” ujarnya di ruang Baleg, Rabu (5/4/2023).

Tercatat ada banyak kanal alternatif yang bisa dimanfaatkan publik untuk menyelesaikan sengketa termasuk terkait pelayanan publik. Misalnya Ombudsman, Komnas HAM, DPR dan lainnya. Tapi penyelesaian sengketa secara alternatif itu berpotensi memunculkan keputusan yang berbeda dari masing-masing lembaga, begitu juga dengan anggarannya.

Baca Juga:

Mantan Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham itu mencatat ada sejumlah kelemahan Ombudsman di berbagai negara. Misalnya, kekuasaan terbatas, dan memang tidak ada Ombudsman yang punya kekuasaan absolut, sehingga produk yang dihasilkan itu bentuknya rekomendasi, bukan sanksi. "Rekomendasi itu tak selalu dipatuhi lembaga dan individu yang disasar."

Ia melanjutkan kurangnya sumber daya seperti staf, juga umum dijumpai Ombudsman di berbagai negara. Masyarakat juga kurang mengetahui adanya Ombudsman. Kurangnya sumber daya manusia, tapi memang di semua dunia kurang staf atau dana, berimplikasi pada keterbatasan kemampuan melakukan investigasi susun rekomendasi dan pemulihan yang efektif.

Beberapa catatan dalam Revisi UU Ombudsman ini, kata Prof Tuti, seperti Pasal 7 huruf (a) UU Ombudsman yang mengatur tentang kewenangan Ombudsman. Ketentuan serupa juga diatur dalam pasal 7 huruf (d), sehingga mengakibatkan duplikasi. “Pasal 7 huruf (d) ini lebih baik dihapus,” usulnya.

Tags:

Berita Terkait