2 Jenis Pelayanan Kedokteran untuk Kepentingan Hukum dalam RUU Kesehatan
Terbaru

2 Jenis Pelayanan Kedokteran untuk Kepentingan Hukum dalam RUU Kesehatan

Meliputi pelayanan kedokteran terhadap orang hidup dan pelayanan kedokteran terhadap orang mati.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Berbagai organisasi masyarakat sipil terus menyerukan penolakan terhadap RUU Kesehatan seperti kalangan buruh, tenaga kesehatan, medis, dan dokter. Kendati demikian belum ada respon tegas dari pemerintah dan DPR untuk memenuhi tuntutan tersebut. RUU Kesehatan mengatur berbagai hal mengingat beleid itu disusun menggunakan metode omnibus law. Salah satu yang diatur mengenai penyelenggaraan upaya kesehatan seperti pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum.

RUU mengatur pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pemda) bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum. Penyelenggaraan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum ditujukan untuk memperoleh fakta dan temuan yang dapat digunakan sebagai dasar dalam memberikan keterangan ahli.

Penyelenggaraan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum dilakukan pada Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) yang memenuhi persyaratan. “Permintaan dan tata cara pemberian pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” begitu bunyi Pasal 88 ayat (4) RUU Kesehatan.

Baca juga:

Pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum terdiri dari pelayanan kedokteran terhadap orang hidup dan pelayanan kedokteran terhadap orang mati. Pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum terhadap orang hidup ditujukan untuk mengetahui keadaan dan sifat kecederaan, penyebab kecederaan, adanya kekerasan/hubungan seksual, dampak terhadap kesehatan, baik fisik maupun jiwa, kecakapan hukum seseorang. Serta  temuan lain yang berhubungan dengan tindak pidana dan pelakunya.

Pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum terhadap orang mati dilakukan terhadap mayat yang kematiannya diduga akibat atau berhubungan dengan tindak pidana atau kepentingan hukum lainnya. Dalam rangka melakukan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum, dapat dilakukan bedah mayat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan/atau pemeriksaan laboratorium dan pencitraan pasca kematian (virtual autopsy). Pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum ini harus dilakukan oleh tenaga medis sesuai dengan keahlian dan kewenangannya.

Untuk kepentingan penegakan hukum dan administratif kependudukan, setiap orang yang mati harus diupayakan untuk diketahui sebab kematian dan identitasnya. Dalam rangka upaya penentuan sebab kematian seseorang dapat dilakukan audit kematian termasuk autopsi verbal, bedah mayat klinis, dan/atau pemeriksaan laboratorium dan pencitraan pasca kematian (virtual autopsy).

Pelaksanaan bedah mayat klinis atau pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan pasca kematian (virtual autopsy) harus dilakukan dengan persetujuan keluarga. Dalam rangka upaya penentuan identitas, harus dilakukan identifikasi mayat sesuai standar. Tapi jika jasad orang yang mati tidak diketahui identitas diri dan keluarganya, pelaksanaan upaya penentuan sebab kematian dapat dilakukan kegiatan penelitian, pendidikan dan pelatihan, termasuk bedah mayat anatomis secara terpadu.

Tindakan bedah mayat oleh tenaga medis harus dilakukan sesuai dengan norma sosial budaya, kesusilaan, dan etika profesi. Biaya pemeriksaan kesehatan terhadap korban tindak pidana dan/atau pemeriksaan mayat untuk kepentingan hukum ditanggung pemerintah pusat dan pemerintah daerah melalui anggaran pendapatan belanja negara (APBN) dan anggaran negara pendapatan belanja daerah (APBD).

“Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum diatur dalam Peraturan Pemerintah,” begitu kutipan Pasal 93 RUU Kesehatan.

Tags:

Berita Terkait