2 Rekomendasi KontraS-Lokataru untuk Perkara Bentrok Antar Pekerja PT GNI
Terbaru

2 Rekomendasi KontraS-Lokataru untuk Perkara Bentrok Antar Pekerja PT GNI

Dalam menjalankan bisnisnya perusahaan harus mematuhi prinsip-prinsip bisnis dan HAM sebagaimana tertuang dalam panduan prinsip bisnis dan HAM PBB (UNGPs).

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti. Foto: Istimewa
Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti. Foto: Istimewa

Bentrokan antar pekerja/buruh yang terjadi di PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) mendapat sorotan pemerintah dan kalangan masyarakat sipil. KontraS dan Lokataru Foundation menyayangkan bentrokan yang terjadi Sabtu (14/1/2023) itu. Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti mengatakan ketika peristiwa terjadi sebagian pekerja/buruh melakukan mogok kerja karena dinilai ada sejumlah hak yang tidak dipenuhi pihak perusahaan.

Tuntutan pekerja antara lain persoalan K3, pemotongan upah, tunjangan, peraturan tidak tertulis, perbedaan uang lembur, upah, surat peringatan, dan lainnya. “Tuntutan tersebut merupakan hak yang seharusnya didapatkan oleh pekerja, tapi kami menduga perusahaan lalai dalam hal pemenuhan hak kepada para pekerjanya,” kata Fatia saat dikonfirmasi, Rabu (18/1/2023).

Mengutip data Serikat Pekerja Nasional (SPN), Fatia menyebut ada sejumlah persoalan di PT GNI, antara lain soal K3, dan penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dari China. Tercatat korban tewas yang pernah terjadi di PT GNI sejak tahun 2020 terjadi pada 6 kasus. Misalnya, pekerja proyek smelter PT GNI tewas tertimpa tiang, operator alat berat tertimbun longsor, bekerja tanpa penerangan, dan lainnya. Atas peristiwa itu membuktikan absennya jaminan perlindungan serta hak atas rasa aman bagi pekerja/buruh.

Baca Juga:

Banyaknya korban dari pihak pekerja di PT GNI menurut Fatia menunjukkan belum ada evaluasi serta tanggung jawab yang dilakukan pihak perusahaan dan pemerintah. Layaknya perusahaan melakukan evaluasi mendalam terkait banyaknya korban jiwa. Tujuannya untuk meminimalkan jumlah korban.

Dalam menjalankan bisnisnya, perusahaan dinilai tidak mengindahkan prinsip dasar tanggung jawab perusahaan dalam pemenuhan HAM sebagaimana tertuang dalam prinsip bisnis dan HAM PBB (UNGPs). Fatia mengingatkan ada 3 pilar utama UNGPS yakni protect, respect, dan remedy. Ketiga pilar itu belum dijalankan secara serius, terbukti dari peristiwa kematian pekerja/buruh yang terus berulang di perusahaan.

Perusahaan menurut Fatia bertanggung jawab sebagaimana bunyi Pasal 71 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 86 UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dan Pasal 16 dan 18 PP No.50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Terkait pilar respect, perusahaan berperan besar untuk menghargai hak-hak pekerja/buruh.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait