2018, Pengujian UU ‘Berbau’ Politik Mendominasi di MK
Utama

2018, Pengujian UU ‘Berbau’ Politik Mendominasi di MK

UU Pemilu dan UU MD3 yang paling banyak diuji karena kedua UU itu sangat berkaitan dengan kepentingan politik dalam Pemilu berikutnya.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Jelang Pemilu 2019, uji materi atau pengujian undang-undang (PUU) di Mahkamah Konstitusi (MK) selama tahun 2018 “dibanjiri” atau didominasi materi yang berkaitan dengan politik. Terutama, UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU No. 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3).

 

Bahkan, sejak 2017, uji materi mengenai aturan pemilu sudah mulai dipersoalkan. Misalnya, permohonan verifikasi parpol yang diputuskan pada Januari 2018. Pasca putusan MK ini, seluruh partai politik harus diverifikasi termasuk parpol lama yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2014 untuk menjalani verifikasi faktual agar lolos sebagai peserta Pemilu 2019 melalui putusan MK No. 53/PUU-XI/2017. (Baca Juga: MK Putuskan Seluruh Partai Politik Harus Verifikasi Faktual)

 

Pada 2018, ada beberapa perkara yang menghasilkan putusan yang cukup mendapat perhatian masyarakat terkait pengujian beberapa pasal dalam UU Pemilu dan UU MD3. Seperti, diputuskannya norma larangan pengurus parpol mencalonkan diri menjadi anggota DPD, ditolaknya kembali aturan ambang batas pencalonan presiden, dan ditolaknya aturan masa jabatan wakil presiden.    

 

Jika dirinci, seluruh perkara PUU tahun 2018, terdapat 45 UU yang dimohonkan pengujian di MK. Dari jumlah 45 UU itu, yang terdiri 102 perkara/permohonan PUU, UU terbanyak diuji ialah UU Pemilu sebanyak 22 permohonan dan UU MD3 sebanyak 10 pemohonan. Diikuti UU Ketenagakerjaan sebanyak 8 permohonan; UU Advokat sebanyak 4 permohonan; KUHAP sebanyak 4 permohonan; UU MK sebanyak 3 permohonan, UU MA sebanyak 3 permohonan.

 

Selanjutnya, UU lain diantaranya UU Pajak Bumi & Bangunan, UU BUMN, UU Tipikor, UU Perseroan Terbatas, UU Jasa Konstruksi, UU ASN, UU Terorisme, KUHPerdata, dan UU lain-lain masing-masing 2 permohonan dan 1 permohonan. (Baca Juga: MK Kembali Tolak Uji Ambang Batas Pencalonan Presiden)

 

Hukumonline.com

 

Melihat data diatas, dapat dikatakan PUU yang berkaitan dengan pemilu paling banyak diuji sepanjang 2018. Misalnya, Putusan MK No. 30/PUU-XVI/2018 tanggal 23 Juli 2018, MK mengabulkan pengujian Pasal 182 huruf I UU Pemilu yang diajukan Muhammad Hafidz yang pernah mencalonkan diri menjadi calon anggota DPD wilayah Jawa Barat pada Pemilu 2014. Dalam putusannya, Pasal 182 huruf I UU Pemilu mengenai syarat perseorangan yang ingin menjadi calon anggota DPD ini dinyatakan inkonstitusional bersyarat bahwa keanggotaan DPD tidak boleh diisi oleh pengurus partai politik. (Baca Juga: MK ‘Haramkan’ Pengurus Parpol Jadi Anggota DPD)

 

Lalu, Putusan MK No. 49/PUU-XVI/2018 dan 54/PUU-XVI/2018 tanggal 25 Oktober 2018, yang menolak uji materi aturan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diatur Pasal 222 UU Pemilu. Mahkamah tetap pada pendiriannya yang tertuang dalam beberapa putusan sebelumnya. Seperti, putusan MK No 51-51-59/PUU-VI/2008, No 56/PUU-VI/2008, No 26/PUU-VII/2009, No 4/PUU-XI/2013, No 14/PUU-XI/2013, No 46/PUU-XI/2013, hingga putusan terakhir yakni putusan MK No. No.53/PUU-XV/2017. 

Tags:

Berita Terkait