2019, BPJS Kesehatan Cegah Kerugian dari Fraud Hingga Rp10,5 Triliun
Berita

2019, BPJS Kesehatan Cegah Kerugian dari Fraud Hingga Rp10,5 Triliun

Kecurangan dalam pelaksanaan program JKN sebagaimana hasil audit BPKP tidak sampai 1 persen. Minimnya fraud karena BPJS Kesehatan menerapkan deteksi berlapis antara lain terhadap berkas klaim faskes.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

“Tata kelola JKN termasuk rumit karena melibatkan banyak pihak yang membawa kepentingan berbeda, tapi berbagai pihak itu disatukan dengan tujuan agar program JKN dapat berjalan berkelanjutan.”

Sebelumnya. tiga kementerian diingatkan menindaklanjuti rekomendasi KPK untuk mengatasi BPJS Kesehatan. "Merespons surat KPK tanggal 30 Maret 2020 tentang rekomendasi untuk mengatasi defisit BPJS Kesehatan, Sekretariat Negara (Setneg) meminta tiga kementerian menindaklanjuti rekomendasi KPK," kata Plt Juru Bicara KPK Bidang Pencegahan Ipi Maryati Kuding melalui keterangannya di Jakarta, Senin (8/6/2020) lalu.

KPK telah menerima tembusan surat dari Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) tersebut yang ditujukan kepada Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri. "Dalam surat itu, Setneg meminta ketiga kementerian itu menindaklanjuti rekomendasi KPK terkait defisit BPJS Kesehatan sesuai kewenangan masing-masing," kata Maryati Kuding.

Pada Maret 2020 lalu, dalam surat KPK kepada Presiden sebagaimana paparan yang disampaikan kepada publik, KPK merekomendasikan beberapa alternatif solusi yang diyakini dapat menutupi defisit BPJS Kesebeban yang mencapai Rp12,2 triliun pada 2018 tanpa harus menaikkan iuran. (Baca Juga: Tiga Kementerian Diingatkan Tindak Lanjuti Rekomendasi KPK Soal Defisit BPJS Kesehatan)

Pertama, Kemenkes diminta mempercepat penyusunan PNPK (Pedoman Nasional Praktik Kedokteran) esensial dari target 80 jenis PNPK. Hingga Juli 2019 baru tercapai 32 PNPK. Ketiadaan PNPK akan mengakibatkan unnecessary treatment atau pengobatan yang tidak perlu. Misalnya, kasus klaim katarak 2018 dari total klaim sebesar Rp2 triliun, diestimasi unnecessary treatment maksimal Rp200 miliar. Di tahun 2018 terdapat kasus unnecessary bedah caesar dan fisioterapi.

Kedua, opsi pembatasan manfaat untuk penyakit katastropik akibat gaya hidup, seperti jantung, diabetes, kanker, stroke, dan gagal ginjal. Total klaim penyakit katastropik ini adalah sebesar 30 persen dari total klaim pada 2018 sebesar Rp94 triliun yaitu Rp28 triliun. Dengan diatur PNPK penyakit katastropik, maka potensi unnecessary treatment sebesar 5 sampai 10 persen atau sebesar Rp2,8 triliun dapat dikurangi. Dan rekomendasi lainnya.  

Tags:

Berita Terkait