3 Alasan Amandemen Konstitusi Dinilai Belum Urgen
Utama

3 Alasan Amandemen Konstitusi Dinilai Belum Urgen

Karena belum adanya uji publik, pelibatan partisipasi publik secara masiif, hingga masih dalam kondisi pandemi Covid-19. Amandemen seharusnya muncul dari keinginan dan kebutuhan rakyat, bukan kebutuhan sekelompok elit partai politik.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 4 Menit

“Kalau dulu presiden tidak melaksanakan GBHN akan ada memorandum satu, dua, dan akan ada sidang (istimewa, red). Tapi kalau sekarang dengan impeachment (pemakzulan, red) dan tidak sembarang, seperti subjektivitas masa lalu, tapi melibatkan Mahkamah Konstitusi,” katanya.

Menurutnya, fungsi PPHN masih dapat dijalankan dengan mengoptimalkan UU 25/2004. “Karena itu, PPHN sangat problematik. Dan saya tidak mendukng perubahan hanya memasukan PPHN. Kalau tujuannya memperkuat pondasi ketatanegaraan saya setuju,” katanya

Hukumonline.com

Pakar Hukum Tata Negara, Refli Harun.

Staf Khusus (Stafsus) Wakil Ketua MPR, Atang Irawan mengatakan amandemen konstitusi berimplikasi terhadap perubahan pasal-pasal lain. Atang paham betul narasi yang dibangun dengan amandemen terbatas. Dalam Pasal 37 UUD 1945 juga mengharuskan usulan amandemen dilakukan tertulis serta alasan mengamandemen, termasuk alasan pasal-pasal yang bakal diubah. Namun dalam praktiknya sangat dikhawatirkan bakal meluas perubahannya. Misalnya, terdapat beberapa lembaga negara yang mencoba mencari peluang agar dikuatkan kewenangannya, seperti DPD.

Atang berpandangan bila hanya memasukan aturan MPR menetapkan PPHN, maka pasal tersebut tak dapat dibaca secara berdiri sendiri. Sebab, konstitusi merupakan sistem dan ada keterkaitan satu pasal dengan pasal lain. “Sesungguhnya tidak mungkin mengubah satu pasal, tapi tidak mengubah pasal lain, karena semua punya keterkaitan,” katanya.

Tags:

Berita Terkait