3 Bentuk Hukuman Tambahan Bagi Pelaku Kejahatan Seksual
Berita

3 Bentuk Hukuman Tambahan Bagi Pelaku Kejahatan Seksual

Hukuman kebiri, pemasangan chip pada pelaku hingga publikasi identitas, dan hanya berlaku untuk pelaku kejahatan seksual yang sudah dewasa. Perppu akan segera diterbitkan.

Oleh:
ANT
Bacaan 2 Menit
ilustrasi
ilustrasi
Pemerintah segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memperberat pelaku kejahatan seksual terhadap anak yang salah satunya adalah menerapkan hukuman kebiri. Keputusan tersebut diambil oleh Presiden Joko Susilo saat memimpin rapat terbatas tentang pencegahan kekerasan terhadap anak di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/5).

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani usai rapat terbatas menjelaskan, draf Perppu itu telah dibahas oleh sejumlah menteri, antara lain Menteri Agama, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Menteri Hukum dan HAM serta Komisi Perlindungan Anak.

"Dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden, kemudian diputuskan bahwa perlindungan kekerasan seksual bagi anak, payung hukumnya akan dibuatkan Perppu," katanya.

Puan mengatakan, Perppu tersebut berisi pemberatan hukuman bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak yakni hukuman pokok maksimal 20 tahun penjara dan hukuman tambahan. Selain itu terdapat hukuman tambahan, yakni kebiri, pemberian chip bagi pelaku agar bisa dipantau dan publikasi identitas pelaku.

"Ini merupakan satu keputusan dari Presiden dan pemerintah untuk menindak pelaku kekerasan seksual terhadap anak karena itu kejahatan luar biasa. Harus memberikan hukuman yang bisa memberikan efek jera,” katanya.

Sementara itu, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengatakan kebiri bagi pelaku kejahatan seksual adalah adalah kebiri kimia yang secara teknis bisa dilakukan oleh dokter. Namun, semua hukuman baik hukuman pokok maupun hukuman tambahan kebiri akan dilakukan berdasarkan keputusan hakim pengadilan.

Ia mengatakan pemerintah akan secepatnya mengirim rancangan Perppu itu ke DPR untuk dibahas pada masa sidang yang datang. Menurut dia, Perppu dipilih pemerintah agar segera bisa dilakukan karena kalau menunggu menjadi undang-undang membutuhkan waktu lebih lama.

Namun, Perppu tersebut hanya untuk pelaku kejahatan orang dewasa sedangkan pelaku dari kalangan anak-anak tetap menggunakan UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak atau UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai hukum khusus (lex specialis). Rencana hukuman kebiri ini sudah digaungkan sejak beberapa waktu lalu.

Sementara itu, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti sepakat dengan adanya hukuman tambahan terhadap pelaku kejahatan seksual apalagi kepada anak-anak. "Masih ada pro dan kontra, tapi yang jelas kita sepakat ada hukuman tambahan," katanya di Istana Negara Jakarta.

Badrodin menyatakan pihaknya tidak bisa memutuskan bentuk hukuman kepada pelaku, termasuk hukuman kebiri yang saat ini muncul, alasannya karena ada beberapa bentuk hukuman tambahan yang muncul. Ia mencontohkan, di Selandia Baru pelaku kejahatan seksual dipasangi sebuah chip sehingga akan termonitor ketika yang bersangkutan mendekati sekolah atau tempat anak-anak berada.

"Ada beberapa hal yang masih kita pertimbangkan terkait kejahatan seksual terhadap anak," imbuhnya.

Namun, Badrodin mengaku tidak tahu apakah model seperti di Selandia Baru akan dipakai atau tidak di Indonesia. "Sudah dibahas tapi masih ada pro dan kontra, tetapi yang jelas kita sepakat ada hukuman tambahan," pungkasnya.

Kasus kejahatan seksual anak sering terjadi di masyarakat akhir-akhir ini. Dua pekan lalu, seorang anak SMP di Bengkulu diperkosa dan dibunuh oleh 14 orang termasuk tujuh pelakunya masih berusia anak-anak.

Sebelumnya, rencana adanya hukuman kebiri dalam Perrpu pernah ditolak sejumlah kalangan. Salah satunya datang dari Komnas HAM, yang menilai hukuman kebiri merupakan bentuk hukuman yang keji. Penolakan juga datang dari Komnas Perempuan. Setidaknya ada delapan alasan Komnas Perempuan menolak Perppu Kebiri.
Tags:

Berita Terkait