3 Catatan Komnas HAM Terkait Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Secara Non Yudisial
Utama

3 Catatan Komnas HAM Terkait Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Secara Non Yudisial

Mekanismenya harus mengacu Pasal 47 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Selain itu, mekanisme non yudisial tidak menghilangkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat secara yudisial.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu menghadapi berbagai tantangan. Penyelesaian melalui jalur yudisial selama ini selalu berujung pada bolak balik berkas penyelidikan Komnas HAM-Kejaksaan Agung. Alhasil terbaru, Presiden Joko Widodo telah meneken Keputusan Presiden (Keppres) tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu. Pernyataan itu diungkapkan dalam pidato kenegaraan di gedung DPR/MPR, Selasa (16/08/2022) lalu.

Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara, mengingatkan Desember 2018 lembaganya sudah menerbitkan rekomendasi terkait penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu. Pertama, meminta Presiden memerintahkan Jaksa Agung untuk menindaklanjuti berkas penyelidikan pelanggaran HAM berat yang diselesaikan Komnas HAM. Kedua, penyelesaian melalui mekanisme non-yudisial harus mengacu Pasal 47 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

“2 Rekomendasi itu diterbitkan setelah kami mengadakan pertemuan dengan berbagai pemangku kepentingan,” kata Beka Ulung Hapsara dalam diskusi yang diunggah kanal Youtube Jakartanicus, Minggu (28/8/2022).

Baca Juga:

Setelah Pemilu 2019, Beka menyebut Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, dalam suatu pertemuan berharap ada terobosan dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat. Pertemuan itu selain dihadiri Komnas HAM juga lembaga lain, seperti LPSK. Pada kesempatan itu, Komnas HAM menyampaikan 3 catatan penting yang harus dilakukan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat melalui mekanisme non yudisial.

Pertama, harus ada pengungkapan kebenaran atas peristiwa yang terjadi. Kedua, rekonsiliasi. Ketiga, rehabilitasi atau kompensasi kepada korban dan keluarganya. “Tiga pilar itu harus ada jika ingin menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat secara non yudisial,” ujarnya mengingatkan.

Beka mengatakan sampai saat ini lembaganya belum mendapat Keppres tentang Pembentukan Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu itu, sehingga belum mengetahui apa saja ketentuan yang diatur. Dari informasi yang diperoleh Keppres itu menekankan soal rehabilitasi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait