3 Catatan KontraS Atas Penyidikan Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai
Terbaru

3 Catatan KontraS Atas Penyidikan Kasus Pelanggaran HAM Berat Paniai

Hanya ada 1 orang yang ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai yakni IS.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Kejaksaan Agung RI. Foto: RES
Kejaksaan Agung RI. Foto: RES

Penanganan dugaan kasus pelanggaran HAM berat peristiwa Paniai, Papua tahun 2014 terus bergulir. Kejaksaan Agung telah menetapkan tersangka tunggal yakni IS. Mahkamah Agung juga sudah menyiapkan hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut di Pengadilan HAM Ad Hoc. Proses penegakan hukum peristiwa Paniai ini mendapat sorotan berbagai kalangan terutama organisasi masyarakat sipil.

Koordinator KontraS, Fatia Maulidiyanti, mendesak Kejaksaan Agung untuk membenahi proses penyidikan pelanggaran HAM berat termasuk yang sudah dilimpahkan ke pengadilan yakni peristiwa Paniai 2014. “KontraS menyesalkan abainya Kejaksaan Agung untuk tidak menindaklanjuti sejumlah catatan publik utamanya para penyintas dan keluarga korban Peristiwa Paniai,” kata Fatia ketika dikonfirmasi, Selasa (26/7/2022).

Fatia mencatat sedikitnya ada 3 kejanggalan proses penyidikan peristiwa Paniai. Pertama, Kejaksaan Agung hanya menetapkan satu orang terdakwa tunggal atas nama IS yang didakwa bertanggung jawab secara hukum atas peristiwa Paniai. Padahal, Komnas HAM sebagai Penyelidik telah menyebutkan beberapa kategori pelaku yang perlu diusut yakni Komando Pembuat Kebijakan, Komando Efektif di Lapangan, Pelaku Lapangan, dan Pelaku Pembiaran.

Baca Juga:

Penggunaan pasal mengenai unsur rantai komando (Pasal 42 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM) untuk kejahatan kemanusiaan dalam perbuatan pembunuhan (Pasal 9 huruf a UU 26/2000) dan penganiayaan (Pasal 9 huruf h UU 26/2000) dalam dakwaan yang dilansir Kejaksaan Agung hanya mengungkap satu terdakwa. Menurut Fatia, hal itu bentuk ketidakmampuan sekaligus ketidakmauan untuk mengusut tuntas Peristiwa Paniai. Sebagaimana diketahui peristiwa berdarah itu menewaskan sedikitnya 4 orang dan 21 lainnya luka-luka.

“Terdakwa IS hanya dijadikan ‘kambing hitam’ dan Pengadilan HAM atas Peristiwa Paniai hanya diproyeksikan sebagai bahan pencitraan Pemerintahan Presiden Joko Widodo yang belum melaksanakan janji dan tanggung jawabnya menuntaskan pelanggaran HAM berat di Indonesia,” kritiknya.

Kedua, Kejaksaan Agung dinilai tidak menyelenggarakan penyidikan yang transparan dan akuntabel. Padahal, penyidikan bisa dilakukan dengan melibatkan penyidik Ad Hoc sebagaimana diatur Pasal 21 ayat (3) UU No.26 Tahun 2000 dan minim melibatkan para penyintas dan keluarga korban sebagai pihak yang seharusnya didampingi dan diperjuangkan keadilannya. 

Tags:

Berita Terkait