3 Ketentuan Ketenagakerjaan Krusial dalam UU Cipta Kerja
Terbaru

3 Ketentuan Ketenagakerjaan Krusial dalam UU Cipta Kerja

Meliputi kompensasi berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT); alih daya atau outsourcing; dan pemutusan hubungan kerja (PHK).

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Perubahan sejumlah ketentuan dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan melalui UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja berdampak besar terhadap praktik ketenagakerjaan. Praktisi hukum ketenagakerjaan sekaligus advokat, Imanuel Johan, mencatat sedikitnya ada 3 ketentuan krusial yang diatur dalam UU No.11 Tahun 2020 terkait ketenagakerjaan.

Pertama, kompensasi berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT). Ketentuan ini sebelumnya tidak ada dalam UU No.13 Tahun 2003. Pasal 61A perubahan UU No.13 Tahun 2003 melalui UU No.11 Tahun 2020 mengatur ketika PKWT berakhir karena berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja atau selesainya suatu pekerjaan tertentu, pengusaha wajib memberikan uang kompensasi kepada pekerja/buruh.

“Uang kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada pekerja/buruh sesuai dengan masa kerja pekerja/buruh di perusahaan yang bersangkutan,” begitu bunyi kutipan Pasal 61A ayat (2) perubahan UU No.13 Tahun 2003 lewat UU No.11 Tahun 2020.

PKWT diatur lebih lanjut dalam PP No.35 Tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan PHK (PP PKWT-PHK). Sejak berlakunya aturan kompensasi berakhirnya PKWT itu, Johan menyarankan kepada pemberi kerja untuk menyiapkan dana cadangan yang kelak akan diberikan kepada pekerja/buruh yang status PKWT-nya berakhir.

Skema pembayaran kompensasi itu menurut Johan hampir mirip mekanisme pembayaran tunjangan hari raya keagamaan (THR). Yakni PKWT selama 12 bulan secara terus menerus mendapat kompensasi 1 bulan upah dan 1 bulan lebih tapi kurang dari 12 bulan, dihitung secara proporsional.

Kedua, alih daya atau outsourcing. Menurut Johan peraturan sebelumnya tidak tegas mengatur status pekerja/buruh outsourcing apakah berdasarkan PKWT atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). PP No.35 Tahun 2021 mengatur tegas hubungan kerja perusahaan alih daya dengan pekerja/buruh berdasarkan PKWT atau PKWTT yang dibuat secara tertulis.

Ketiga, mekanisme PHK termasuk kompensasinya. Johan menyebut PP No.35 Tahun 2021 mengatur mekanisme baru dalam melakukan PHK dimana perusahaan hanya perlu menyampaikan surat pemberitahuan kepada pekerja/buruh dan/atau serikat pekerja/buruh paling lama 14 hari kerja sebelum PHK.

Pekerja/buruh yang telah mendapatkan surat tersebut dan tidak menolak PHK, maka pemberi kerja harus melaporkan perihal PHK itu kepada Kementerian Ketenagakerjaan dan/atau dinas Ketenagakerjaan. Pekerja/buruh yang menolak PHK harus membuat surat penolakan serta alasannya paling lama 7 hari kerja setelah diterimanya surat pemberitahuan PHK.

Formula penghitungan kompensasi PHK juga berbeda antara UU No.13 Tahun 2003 dengan UU No.11 Tahun 2020. Misalnya dari yang sebelumnya bisa mendapat 2 kali ketentuan, tapi sekarang hanya 1 setengah.

Selain itu, Johan mengingatkan ada Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 tentang uji formil UU No.11 Tahun 2020. Putusan itu menyatakan UU No.11 Tahun 2020 inkonstitusional bersyarat. Pemerintah tidak boleh menerbitkan kebijakan dan peraturan baru terkait UU No.11 Tahun 2020.

Tags:

Berita Terkait