3 Rekomendasi TII untuk Pemilihan Penjabat Kepala Daerah
Terbaru

3 Rekomendasi TII untuk Pemilihan Penjabat Kepala Daerah

Perlu Peraturan Pemerintah untuk mengatur mekanisme pemilihan dan penetapan penjabat kepala daerah. Penjabat kepala daerah yang telah ditunjuk harus dibatalkan dan diproses ulang secara transparan dan demokratis.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola. Foto: ADY
Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola. Foto: ADY

Pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri tahun ini berencana mengangkat lebih dari 100 penjabat kepala daerah dari 7 provinsi, 76 kabupaten, dan 18 kota. Pengangkatan itu dalam rangka habisnya masa jabatan 271 kepala daerah jelang Pemilu 2024. Tahun depan akan diangkat 170 penjabat kepala baru yang bakal diganti. Selama ini proses pemilihan dan pengangkatan penjabat kepala daerah itu menuai kritik publik, misalnya mengangkat anggota TNI/Polri aktif.

Kalangan masyarakat sipil menilai mekanisme pengangkatan itu tidak mengacu Putusan MK No.15/PUU-XX/2022 tentang syarat pengisian penjabat kepala daerah. Dalam pertimbangan putusan itu, antara lain meminta pemerintah menerbitkan peraturan teknis dalam pemilihan dan penetapan penjabat kepala daerah.

Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, mengatakan untuk mengisi kekosongan kepala daerah definitif ini bisa diatur dengan menerbitkan peraturan pelaksana. Tapi peraturan itu sampai sekarang tak kunjung terbit. Padahal sudah dilakukan 2 gelombang penetapan penjabat kepala daerah di beberapa daerah. Kalangan masyarakat sipil sejak terbit putusan MK itu sudah mengingatkan pemerintah untuk segera menerbitkan peraturan pelaksana.

”Pemerintah berdalih peraturan yang ada sudah cukup, tapi bagi kami ada keunikan dalam pemilihan penjabat kepala daerah ini, sehingga butuh aturan teknis,” kata Alvin Nicola dalam diskusi bertema “Ruang Gelap Pengangkatan Penjabat Kepala Daerah”, Kamis (9/6/2022).

Baca Juga:

Alvin mengatakan peraturan teknis itu substansinya harus demokratis dan melibatkan publik secara luas dalam mekanisme pemilihan dan penetapan penjabat kepala daerah. Tak hanya absen pelibatan publik, Alvin melihat dalam penunjukan penjabat kepala daerah ada yang tidak melibatkan DPRD.

Menurut Alvin, pemilihan dan penetapan penjabat kepala daerah yang tidak demokratis dan tidak transparan akan menghadapi berbagai persoalan. Misalnya, legitimasi politiknya lemah dan rentan konflik kepentingan karena sejumlah penjabat kepala daerah yang dipilih masih rangkap jabatan struktural sebagai ASN.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait