4 Aturan Penting Penggunaan TKA Setelah Terbit UU Cipta Kerja
Terbaru

4 Aturan Penting Penggunaan TKA Setelah Terbit UU Cipta Kerja

4 aturan penting penggunaan TKA setelah terbit UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja meliputi bentuk perizinan; jenis dan jangka waktu RPTKA; pengecualian perizinan; dan sanksi administratif.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Koordinator Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA Kemnaker, Devi Angraeni. Foto: ADY
Koordinator Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA Kemnaker, Devi Angraeni. Foto: ADY

UU No.11 Tahun 2020 mengubah sejumlah UU antara lain UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu ketentuan terdampak dalam UU No.13 Tahun 2003 terkait penggunaan tenaga kerja asing (TKA). Misalnya, Pasal 42 UU No.13 Tahun 2003 mengatur setiap pemberi kerja yang mempekerjakan TKA wajib memiliki izin tertulis. Pasal itu diubah UU No.11 Tahun 2020 menjadi kewajiban memiliki rencana penggunaan TKA (RPTKA) bagi pemberi kerja yang mempekerjakan TKA.

Pengaturan TKA dalam UU No.11 Tahun 2020 telah diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksana seperti PP No.34 Tahun 2021 tentang Penggunaan TKA dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No.8 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksana PP No.34 Tahun 2021.

Koordinator Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA, Devi Angraeni, mencatat sedikitnya ada 4 aturan yang penting disorot terkait penggunaan TKA setelah terbit UU No.11 Tahun 2020 dan peraturan turunannya.

Pertama, bentuk perizinan yang awalnya berupa RPTKA dan notifikasi menjadi pengesahan RPTKA. Kedua, jenis dan jangka waktu RPTKA, tadinya hanya mengenal RPTKA darurat/mendesak, RPTKA sementara, RPTKA untuk pekerjaan lebih dari 6 bulan. Melalui PP No.34 Tahun 2021 ketentuan itu diubah menjadi RPTKA Sementara, Pengesahan RPTKA untuk pekerjaan lebih dari 6 bulan, Pengesahan RPTKA non DKPTKA, dan Pengesahan RPTKA KEK.

Baca:

Ketiga, pengecualian perizinan. Devi mengatakan UU No.13 Tahun 2003 mengatur pengecualian izin mempekerjakan TKA hanya untuk pegawai diplomatik dan konsuler. UU No.11 Tahun 2020 memperluas pengecualian itu selain untuk pegawai diplomatik dan konsuler juga meliputi direksi atau komisaris dengan kepemilikan saham tertentu atau pemegang saham sesuai dengan ketentuan perundang undangan.

“Direksi atau komisaris yang dikecualikan itu harus tercantum dalam akta perusahaan dan sebagai pemegang saham yang besarnya minimal Rp1 miliar,” kata Devi dalam diskusi bertema “Implementasi Penggunaan TKA di Indonesia Setelah Omnibus Law”, Kamis (24/03/2022).

Pengecualian izin itu juga berlaku untuk sejumlah pekerjaan lain. Misalnya, pekerjaan yang dibutuhkan pemberi kerja dalam keadaan darurat, vokasi, perusahaan rintisan (start-up) berbasis teknologi, kunjungan bisnis, dan penelitian untuk jangka waktu tertentu.

Keempat, sanksi terkait pelanggaran dalam aturan penggunaan TKA. Devi mengatakan sebelumnya sanksi yang ada sifatnya pidana, tapi sekarang diubah menjadi administratif dan denda. Misalnya, sanksi denda bagi pemberi kerja yang tidak mengantongi RPTKA. Sanksi administratif yang dapat dikenakan antara lain penghentian sementara proses permohonan pengesahan RPTKA dan/atau pencabutan pengesahan RPTKA.

Tags:

Berita Terkait