4 Catatan Guru Besar FH Unpad Soal Pengujian Perppu Cipta Kerja di MK
Terbaru

4 Catatan Guru Besar FH Unpad Soal Pengujian Perppu Cipta Kerja di MK

Meliputi karakter objek pengujian, batu uji, penilaian alat bukti, dan komposisi hakim

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof Susi Harijanti . Foto: Ady
Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Prof Susi Harijanti . Foto: Ady

Belum  dibahas dan mendapat persetujuan dari parlemen, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sudah dipersoalkan sebagian kalangan ke Mahkamah Konstitusi (MK). Langkah tersebut sebagai bentuk protes terhadap pemerintah maupun pembentuk  UU. Sebab, Perppu 2/2022 yang bermula dari keberadaan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh MK.

Guru Besar Hukum Tata Negara (HTN) Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (FH Unpad) Prof Susi Harijanti berpandangan berbagai elemen masyarakat sipil memprotes penerbitan Perppu 2/2022 oleh pemerintahan Joko Widodo-Maruf Amin. Bahkan, serikat buruh pun melakukan aksi demonstrasi sebagai bentuk protes.

Dia berpendapat putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian formil UU 11/2020 memerintahkan antara lain untuk membentuk landasan hukum sebagai pedoman metode omnibus law. Nah, perbaikan itu dilakukan dalam rangka memenuhi cara, metode yang baku dan standar, serta memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Misalnya, asas keterbukaan, salah satunya melibatkan partisipasi masyarakat secara maksimal dan bermakna.

Dalam putusan itu MK No.91/PUU-XVIII/2020 memberi batas waktu selama 2 tahun sejak putusan ditetapkan. Bila dalam rentang waktu 2 tahun tidak pula dilakukan perbaikan  selama batas waktu tersebut, otomatis UU 11/2020 menjadi inkonstitusional secara permanen.

“Apakah Perppu No.2 Tahun 2022 dapat ditafsirkan sebagai jawaban yang diberikan Presiden terhadap putusan MK itu? Saya melihat hal itu tidak memenuhi apa yang diminta MK dalam putusannya,” ujarnya dalam diskusi bertema "Penerbitan Perppu Cipta Kerja:Antara Urgensi dan Legalitas", Senin (30/1/2023) kemarin.

Tercatat ada sejumlah pihak yang sudah mengajukan permohonan uji formil Perppu 2/2020. Mengutip kajian sebuah media nasional, Prof Susi menyebut dari 29 kali pengujian Perppu di MK tidak ada yang dikabulkan. Pasalnya, status Perppu telah berubah menjadi UU. Terkait permohonan pengujian Perppu No.2 Tahun 2022 di MK, Prof Susi mengantongi sedikitnya 4 catatan.

Pertama, soal karakter objek pengujian, bagaimana membedakan pengujian UU dan Perppu? Dia menerangkan UU dibuat pada kondisi normal. Sebaliknya, Perppu dibentuk dalam situasi abnormal. Masalahnya, apakah MK ketika memeriksa permohonan Perppu harus mempertimbangkan kondisi abnormal itu? Begitu pula, apakah proses pengujiannya menjadi prioritas sehingga akan digelar secepatnya?.

Tags:

Berita Terkait