4 Catatan KIARA di Sektor Nelayan dan Perikanan dalam Perppu Cipta Kerja
Terbaru

4 Catatan KIARA di Sektor Nelayan dan Perikanan dalam Perppu Cipta Kerja

Seperti menghapus batas ukuran skala tonnase kapal dalam definisi nelayan kecil, hingga kewajiban nelayan 0-10 GT mengurus penerbitan perizinan ke pusat hanya untuk meningkatkan PNBP dari nelayan kecil dan tradisional.

Oleh:
Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit

Menurutnya, kapal sampai dengan 5 GT akan dibebankan kewajiban untuk mengurus penerbitan perizinan ke pusat (Kementerian KKP, red) jika beroperasi di wilayah kawasan konservasi nasional. Sedangkan kapal di atas 5 GT bakal dibebankan kewajiban untuk mengurus penerbitan perizinan ke pusat jika beroperasi di atas 12 mil dan lintas provinsi.

“Hal ini bertolak belakang dengan kekhususan yang sebelumnya diberikan kepada nelayan kecil (0-10 GT) yang hanya diwajibkan mengurus Tanda Daftar Kapal Perikanan (TDKP),” katanya.

Keempat, kewajiban nelayan 0-10 GT untuk mengurus penerbitan perizinan ke pusat hanya untuk mengeruk dan meningkatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari nelayan kecil dan tradisional.  Kewajiban tersebut sejalan dengan target peningkatan PNBP yang ditetapkan oleh KKP dengan nilai Rp 12 triliun pada 2024.

Menurutnya, perubahan penerbitan perizinan nelayan kecil ke pusat bakal memberatkan serta merugikan nelayan kecil, terutama mereka juga dipungut PNBP. Dampaknya, akan semakin mendiskriminasi nelayan kecil dari ruang kelola dan ruang produksinya di laut. “Melalui kebijakan ini, kita menjadi mengetahui siapa aktor yang akan diuntungkan, antara lain hanya pemodal dan juga KKP itu sendiri,” katanya.

Sebelumnya, Staf Ahli Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Elen Setiadi menerangkan Perppu Cipta Kerja merupakan tindak lanjut dari putusan MK tersebut. Menurutnya, setelah ditetapkan UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur metode omnibus dalam pembentukan UU.

Dengan pengaturan metode omnibus tersebut, UU (termasuk perbaikan UU Cipta Kerja melalui Perppu Cipta Kerja) yang menggunakan metode omnibus telah sesuai dengan ketentuan pembentukan UU yang pasti, baku, dan standar (pemenuhan aspek formil, red). Pengaturan metode omnibus dalam UU 13/2022 dikuatkan dengan putusan MK No.69/PUU-XX/2022 dan Putusan MK Nomor Nomor 82/PUU-XX/2022.

Pemerintah menerbitkan Perppu Cipta Kerja juga untuk mengantisipasi ancaman resesi global pada 2023. Dengan kata lain, terdapat tiga aspek genting yang memaksa terbitnya Perppu Cipta Kerja yaitu Putusan MK, kebutuhan nasional dan ancaman resesi global. Presiden Joko Widodo menerbitkan Perppu 2/2020  di penghujung 2022.

Tags:

Berita Terkait