4 Catatan Komnas Perempuan Atas RUU Perlindungan Masyarakat Hukum Adat
Terbaru

4 Catatan Komnas Perempuan Atas RUU Perlindungan Masyarakat Hukum Adat

Periode 2020-2022, Komnas Perempuan menerima 13 pengaduan tentang kondisi perempuan adat dalam konflik sumber daya alam (SDA) di berbagai wilayah.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Dalam rangka memperingati hari masyarakat hukum adat internasional 9 Agustus 2022, Komnas Perempuan mengingatkan pentingnya mewujudkan agenda perlindungan terhadap perempuan adat. Salah satu cara yang bisa dilakukan melalui RUU Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA). Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengapresiasi perempuan MHA yang teguh berjuang merawat bumi dan menjaga kehidupan nusantara.

Komnas Perempuan mencatat tanah, sawah/ladang, kerajinan tangan lokal, dan ritual adalah bagian dari identitas perempuan adat. Penyemaian bibit, pengolahan dan perawatan sawah/ladang hingga panen dan pengolahan konsumsi pasca panen menjadi bagian dari siklus hidup perempuan.

”Siklus kehidupan perempuan adat kuat melekat berelasi dengan perawatan alam, termasuk menjalankan spiritualitas dan budaya yang bertumpu pada tanah,” kata Andy ketika dikonfirmasi, Senin (15/8/2022).

Periode 2020-2022, Komnas Perempuan menerima 13 pengaduan tentang kondisi perempuan adat dalam konflik SDA di berbagai wilayah. Dari laporan itu dan pemantauan Komnas Perempuan mengidentifikasi kerentanan perempuan adat pada kekerasan dan diskriminasi berbasis gender, lenyapnya lingkungan yang aman dan sehat.

Perempuan adat juga menghadapi polusi udara dan rusaknya tanah, sumber-sumber pertanian dan perkebunan, sehingga kesulitan air bersih, kehilangan sumber penghidupan, berkurang istirahat berkualitas, terpapar penyakit seperti ispa, kulit gatal-gatal, depresi, dan lainnya.

Kondisi ini menguatkan temuan inquiri nasional oleh Komnas HAM dan Komnas Perempuan tahun 2016 berdasarkan pendalaman 40 kasus yang tersebar di 7 wilayah di Sulawesi, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua.

Dalam inquiri itu ditemukan sejumlah pola kekerasan dan pelanggaran HAM yang terus berulang terhadap perempuan adat. Misalnya, perampasan wilayah adat yang berkaitan erat dengan siklus kehidupan dan spiritualitas perempuan adat. Kasusnya ditemukan dalam bentuk ketiadaan pengakuan atas hutan adat akibat pengaburan tapal batas atau perubahan fungsi hutan adat menjadi taman nasional, cagar alam, konsesi hak perambahan hutan (HPH), hutan tanaman industri (HTI), areal penggunaan lain (APL), atau wilayah pertambangan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait